"Pesta ganja?""Ya, pesta ganja di kasino milikku, Tuan Damian. Aku dengar kau menyukai anggur tua, jadi aku juga telah menyiapkan hal itu. Datanglah besok, pestanya dimulai pukul enam sore.""Yah, baiklah," sahut Damian setelah beberapa saat. Evren secara pribadi mengundangnya untuk pergi ke pestanya, katanya itu adalah pesta kecil-kecilan untuk mempererat hubungan sesama 'rekan kerja'. Damian tidak memiliki pilihan selain menerima undangannya, meskipun sejujurnya ia tidak suka dengan pesta ganja."Baiklah, aku menunggumu kedatanganmu.""Ya," ucap Damian sebelum menutup telepon. Ia meletakkannya di atas meja, lalu beranjak untuk menutup gorden. Malam semakin larut, beberapa menit lagi tepat tengah malam.Setelah merapikan semua berkas, Damian mengeluarkan vodka dan ganja yang ia ambil di markas. Ia meletakkan semuanya di atas meja, lalu membuka laci, mencari-cari kertas penggulung untuk membungkus daun ganja keringnya menjadi sebatang rokok.Bella telah tidur ketika Damian keluar dar
Damian merasa menyesal telah mengajak Bella untuk ikut ke pesta ganja. Efek ganja membuatnya bicara tanpa saringan. Sekarang saat otaknya berfungsi dengan baik, ia sibuk merutuki dirinya sendiri.Pesta ganja tidak seperti pesta lain yang penuh dengan kue dan minuman. Kau tidak bisa mengharapkan suasana bahagia dan hangat yang diselenggarakan di mansion-mansion mewah. Pesta itu dipenuhi bajingan yang sibuk sakau dan mabuk-mabukan.Damian mengusap wajahnya dengan hela napas frustrasi. Ia mondar-mandir di depan kamar dan menatap ke arah pintu. Pintu berayun terbuka dan Damian berdiri kaku saat Bella muncul dibaliknya.Dia sangat cantik, pikirnya. Tidak, tapi luar biasa menawan.Damian merasa terbakar, hanya dengan memikirkan berapa banyak pria yang akan melirik kekasihnya. Sial. Seharusnya ia tidak pernah menghisap ganja.Tetapi terlambat untuk menyesal sekarang. Bella terlanjur bersiap dan tampak antusias dengan perjalanan keduanya. Jika Damian menyuruhnya untuk tinggal di rumah, sement
"Perkenalkan ini calon istriku, Bella," kata Damian saat tujuh pria itu melirik dengan penasaran. Mereka mengangguk sopan dan Bella membalas dengan gestur yang sama. Damian memperkenalkan satu per satu nama mereka, menjelaskan bahwa mereka semua adalah keluarga rekan bisnisnya—Evren. "Senang bertemu dengan kalian semua," sahut Bella dengan suara pelan. "Senang bertemu denganmu, Nona," balas mereka nyaris bersamaan. Mereka sangat sopan, pikir Bella. Jauh berbanding terbalik dengan penampilan mereka yang terlihat seperti komunitas punk jalanan. Memang benar seseorang tidak bisa dinilai dari penampilannya saja. Mereka lantas berpamitan pada Damian dan berbaur dengan para tamu. Damian meraih botol anggurnya dan menyesapnya sedikit. "Kau pasti terkejut dengan penampilan dan kesopanan mereka yang berbanding terbalik," gumamnya, tersenyum tipis. "Ya, itu cukup mengejutkan. Tapi mereka terlihat baik." "Hm, tidak juga. Mereka sebenarnya hanya mematuhi peraturan." Bella mengeryit. "Perat
“Tuan Van, Ymar cukup kompeten untuk bergabung dengan kita, bukan?” Van menoleh dan menatap Lester sejenak, kemudian kembali menikmati minumannya. Untuk beberapa saat, dia hanya bungkam sambil menatap pemandangan di luar jendela. “Kompeten saja tidak cukup untukku,” kata Van dengan hela napas malas. Ia menyilangkan kaki dan menyandarkan kepalanya ke belakang. “Aku berharap dia memiliki sedikit informasi tentang Serpenquila, tapi ternyata dia tidak tahu apa pun.” “Dia bukan anggota inti, jadi dia hanya tahu cangkangnya saja. Lagi pula...” Lester menggantung kalimatnya dan mengambil tempat duduk di sofa depan Van. “... bukankah rencana kita sudah matang? Kita tidak perlu lagi mengorek-orek informasi mengenai Serpenquila.” “Hm, tetap saja aku ingin sesuatu yang berharga,” gumam Van. Mata abu-abunya menatap lurus ke arah Lester, cukup lama, sampai pria itu mulai merasa tidak nyaman di tempatnya. Intimidasi halus seperti itu adalah favorit Van. Lawan bicaranya bahkan sudah mengkerut
Damian bergegas memasuki markas dan melepas mantelnya. Ia meregangkan tubuhnya sejenak, merasa kurang enak badan pagi ini. Mungkin karena ia minum terlalu banyak alkohol. Semalam, setelah kembali dari pesta Evren, ia kembali meminum anggur saat makan malam.Bella sudah memberi peringatan, tetapi Damian benar-benar berpikir bahwa tubuhnya akan mendukungnya. Ia baru menyesal sekarang. Padahal, ia berniat untuk mengunjungi orang tuanya sore nanti.Damian menghela napas dan meletakkan pistolnya di atas meja. Sebuah map plastik tergeletak di sana. Ia membukanya dan melihat bahwa itu adalah informasi terbaru mengenai organisasi Uncamord.Markas mereka ada di Charleston---tidak mengejutkan mengingat Charleston adalah kota di mana perbudakan merajalela. Semua jenis budak ada di sana dan para gangster menjadikannya sebagai tempat berkumpul. Bisa dibilang, Charleston adalah pusat kejahatan di Qirginia Barat. Damian menyimpan berkas itu di laci, tepat saat pintu ruangannya diketuk. Andrius mela
Damian kembali ke rumah dengan perasaan muram. Suasana hatinya jadi buruk karena bertemu dengan asisten Paman Velvet dan bagaimana dia menuduh Bella.Setelah pemutusan kontrak keduanya, ia tidak menyangka bahwa pria itu masih memiliki keberanian untuk menampakkan anggotanya. Selama ini, Serpenquila terus memasok senjata ke organisasi mereka. Tetapi setelah rencana pembunuhan yang Velvet lakukan, Damian tidak sudi untuk bekerja sama lagi. Seharusnya mereka bersyukur karena Damian tidak menuntut balas.Ia mendorong pintu terbuka dan menatap sekeliling rumah yang kosong. Ia lantas berjalan ke dapur, otomatis tersenyum melihat Bella tampak fokus saat memindahkan adonan kue yang telah matang. Senyum mengembang di bibir ranum gadis itu.Hanya dengan melihatnya seperti ini, Damian sudah merasa bahagia. Rasa lelah dan suasana hatinya yang buruk menghilang dalam sekejap. Damian bersandar di ambang pintu dan menatap lama, sampai akhirnya Bella mendongak.“Kenapa hanya berdiri di sana?” tanyanya
Bella menurunkan sedikit jendela dan menatap jalanan kota Hinton yang telah lama tidak ia lihat. Udara dingin menerpa, salju menutupi segalanya, dan langit mendung seperti biasa, tetapi ia cukup menikmati pemandangan yang tersaji.Dari kejauhan, ia sudah bisa melihat puncak mansion yang menjulang. Damian dan Bella rencananya akan menginap dua malam, kemudian kembali di hari Senin. Piceus telah diurus oleh seseorang yang Damian percaya, jadi mereka tak perlu khawatir Piceus akan kelaparan.Damian memelankan laju mobil dan berbelok ke jalan kecil yang mengarah ke mansion. Bella menurunkan kaca jendela sepenuhnya dan mengulurkan tangannya. Damian terdengar tertawa di sampingnya. Ia sangat merindukan suasana Hinton yang jauh berbeda dengan Alderson.Mobil berhenti di depan pagar dan suara keras Mirabesy sudah terdengar dari pekarangan. “Damian! Bella! Ya Tuhan! Akhirnya kalian datang juga!”Damian dan Bella saling melirik, merasa bersalah karena baru bisa berkunjung sekarang. Damian memba
“BELLLAAAAA!! Astaga! Kami merindukanmu! Ya Tuhan!”Tawa Bella pecah ketika Erina dan Verona menghambur ke pelukannya, nyaris membuatnya jatuh ke belakang saking kerasnya tubrukan mereka. Jika saja Mochelle tidak menahan punggungnya, maka ia pasti sudah jatuh ke lantai.“Kami tidak bisa mengirim surat karena katanya ada masalah,” kata Verona dengan wajah cemberut saat melepaskan diri.“Iya, ada sedikit masalah,” ucap Bella, memberi penjelasan. Bahkan ia sendiri sangat ingin menghubungi Erina dan Verona, tetapi saat itu tidak memungkinkan. “Lengan Damian sampai tertembak.”“Lengan Tuan Damian sampai tertembak?” Mochelle membelalak. “Itu masalah yang cukup serius.” Bella mengangguk pelan. Erina dan Verona saling menatap dengan wajah bersalah, sempat mengira bahwa Bella telah melupakan keduanya. Kemudian Erina mundur dan mulai memperhatikan tubuh Bella dari atas sampai ke bawah.“Kau baik-baik saja, bukan? Kau tidak terluka 'kan?” tanya Erina cemas. Verona juga mulai mengecek keadaan Be