แชร์

Kemajuan di Pagi Lainnya

ผู้เขียน: Nooraya
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-09 20:16:34

Berbeda dari pagi-pagi sebelumnya, kali ini aku tidak langsung membuka pintu kamar Tuan Adrian begitu saja. Aku masih sedikit trauma dengan kejadian kemarin. Rasanya seperti ... jika aku kembali masuk tanpa permisi, mungkin kali ini aku benar-benar tidak akan selamat.

Aku menarik napas panjang sebelum mulai mengetuk pintu. Satu, dua, tiga kali aku mengetuk, masih tidak juga ada jawaban. Aku pun mengetuk semakin keras.

Karena tetap tidak ada respon dari dalam, aku mengepalkan tangan lebih kuat dan mulai “menggedor” pintu dengan sekuat tenaga, tanpa jeda.

Tidak lama kemudian ....

Klek.

Pintu kamar itu terbuka dari dalam.

Kini terlihat Tuan Adrian berdiri di ambang pintu dengan wajah sedikit kesal dan rambut yang masih berantakan. Ia hanya mengenakan kemeja tidur berwarna hitam yang bagian atasnya terbuka lebar, memperlihatkan sebagian dadanya.

Aku menelan ludah dan membatin, kenapa orang ini selalu terlihat seksi di pagi hari? Padahal dia baru saja bangun tidur.

Tatapan dingin Tuan Adrian menghujamku. “Kau tidak bisa masuk sendiri dan membangunkanku dengan pelan?”

Aku mengedipkan mata, berusaha memaksa diriku kembali ke realita. “Maaf, Tuan. Saya ... takut mengganggu ranah pribadi Anda,” jawabku jujur.

Lagi-lagi aku mendengar helaan napas panjang dari Tuan Adrian. Wajahnya masih terlihat tidak senang.

“Baiklah,” katanya datar. “Sekarang aku sudah bangun. Tunggu saja aku di bawah.” Aku baru akan berucap, tetapi ia sudah lebih dulu menimpali. “Aku akan menyiapkan bajuku sendiri.”

Pada akhirnya aku hanya bisa mengangguk. “Baik, Tuan.” Lalu pergi ke ruang makan untuk menyiapkan sarapan.

**

Beberapa saat kemudian, di ruang makan.

Ketika aku selesai menata semua peralatan makan di meja, tiba-tiba seorang wanita memasuki ruangan. Ia tampak dewasa, cantik, dan elegan, sangat berkelas dengan perhiasan dan barang mewah yang melekat padanya.

Belum sempat aku bertanya siapa dia, wanita itu sudah lebih dulu bicara. “Di mana Adrian?”

“Tuan Adrian ....”

“Untuk apa Anda ke sini, Nyonya?” Suara berat itu muncul dari arah tangga.

Tuan Adrian berjalan turun, sementara wanita itu menatapnya tajam.

“Adrian, apa maksudmu memberikan saham kepada Hatmoko?” tanyanya tanpa basa-basi.

Tuan Adrian melangkah ke kursinya. Aku pun segera menarikkan kursi untuknya. “Jadi, Anda pagi-pagi ke sini hanya untuk menanyakan hal itu?” balasnya dengan nada datar.

“Adrian, kau paling tahu betapa liciknya Hatmoko. Tapi kenapa tiba-tiba kau membawanya masuk ke dalam grup kita? Apa kau sudah gila?”

Mendengar nama Hatmoko, pikiranku langsung tertuju pada sosok ayah Nina yang kutemui beberapa waktu lalu. Jika tidak salah, Danu pernah menyebut ayah Nina sebagai Tuan Hatmoko.

Apakah mungkin ... Hatmoko yang dimaksud wanita ini adalah orang yang sama?

Di tengah lamunanku .... “Melati.” Suara Tuan Adrian menyentakku. “Kau ingin aku mengambil sendiri makananku?”

“Oh ... maaf, Tuan.” Segera kulayani ia, mengambilkan makanan ke piringnya.

Wanita tadi ikut menarik kursi di sisi meja. “Sajikan juga untukku,” perintahnya.

Aku terdiam, sedikit bingung. Namun, karena tidak mungkin membantah, aku pun mengangguk pelan. “B-baik.”

Namun, tidak lama kemudian terdengar suara keras ketika Tuan Adrian menepukkan tangannya ke atas meja.

Aku spontan menoleh. Terlihat rahang Tuan Adrian mengeras.

“Apakah Rumah Seruni tidak memiliki koki dan pelayan yang bisa melayani Anda, Nyonya?”

“Adrian ....” Wanita itu meraih tangan Tuan Adrian yang ada di atas meja, tetapi Tuan Adrian segera menepisnya.

Aku terpaku. Apa-apaan ini?

Tuan Adrian bangkit sambil merapikan jasnya. “Aku akan berangkat ke kantor sekarang,” ucapnya kepadaku, lalu pergi meninggalkan ruang makan.

Tidak lama kemudian, wanita itu juga pergi menyusul tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Aku yang tidak mengerti apa-apa hanya bisa berdiri terpaku di samping meja, menatap punggung mereka yang menghilang dibalik pintu.

Kemudian, aku mengalihkan pandangan ke semua makanan yang tersaji di meja. “Lagi-lagi tidak disentuh,” gumamku.

Aku sangat benci kebiasaan orang-orang kaya yang suka menyia-nyiakan makanan seperti ini. Apa mereka tidak tahu kalau ada banyak orang kelaparan di luar sana?

Bibi Asri menghampiriku. “Nona pasti terkejut dan bingung melihat pemandangan pagi ini.”

“Bibi Asri ....”

Bibi Asri mengambil dua piring di meja untuk dibawa ke dapur. “Itu tadi Nyonya Besar Hartono, istri muda tuan besar. Bisa dibilang, dia ibu tiri Tuan Adrian.”

Kubuka mataku lebar-lebar. “Apa?”

Bibi Asri terkekeh melihat ekspresiku. “Jangan terlalu terkejut dulu, kamu baru melihat sebagian kecilnya saja.”

“Wah ... ini gila,” gumamku lagi.

Aku tidak menyangka, wanita yang masih begitu muda itu ternyata ibu tiri Tuan Adrian. Dan yang lebih mengejutkan, tadi aku melihat cara wanita itu menyentuh tangan Tuan Adrian dengan kelembutan yang tidak seperti seorang ibu pada anaknya.

“Berhenti melamun, sekarang bantu Bibi bereskan ini semua,” kata Bibi Asri.

Aku kembali menatap makanan di meja. “Tunggu.” Aku menahan tangan Bibi Asri. “Bibi, bolehkah aku membawakan makanan ini untuk Tuan Adrian?”

Bibi Asri menatapku dengan ekspresi heran.

**

Aku turun dari mobil dan memasuki lobi gedung perkantoran milik Hartono Group. “Wah ....”

Berada di tempat seperti ini adalah cita-citaku sejak dulu. Itulah sebabnya aku memilih kuliah bisnis. Sebab, siapa tahu suatu hari nanti aku bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat di gedung megah seperti ini.

Aku berjalan menuju resepsionis dan menyampaikan maksud kedatanganku. Tidak lama kemudian, setelah melakukan panggilan telepon, resepsionis itu mempersilakanku naik dan mengantarku ke lantai tempat Tuan Adrian berada.

Setibanya di depan ruang kerjanya, seorang perempuan muda menyambutku. Ia memperkenalkan diri sebagai sekretaris Tuan Adrian, dan dengan sopan mengatakan akan mengantarku ke ruangan bosnya tersebut. Namun, aku menolaknya.

Aku tidak seistimewa itu, jadi kurasa tidak perlu merepotkannya. Aku hanya memintanya untuk menunjukkan ruangan Tuan Adrian, dan sekretaris itupun tersenyum lalu menunjuk pintu ruang kerja sang atasan.

Aku lantas berjalan ke sana. Dan saat hendak mengetuk, aku baru menyadari bahwa pintu itu tidak tertutup sempurna. Ketika jariku menyentuhnya sedikit, pintu itu terbuka perlahan.

Dari celah yang terbuka, tanpa sengaja aku melihat dan mendengar percakapan antara Tuan Adrian dan Danu di ujung ruangan. Mereka menyebut nama yang sangat kukenal, Nina.

“Bagaimana dengan anaknya?” Suara Tuan Adrian terdengar tenang tetapi tegas.

“Nona Nina sudah dipindahkan ke Amerika, Tuan. Dia tidak akan bisa mengganggu atau menyakiti Nona Melati lagi.”

“Meskipun begitu, kau tetap harus mengawasi Melati di kampus. Rubah kecil itu mungkin memiliki pengikut yang masih bisa mengganggu Melati.”

“Baik, Tuan.” Danu terlihat sedikit gelisah. “E ... Tuan, bagaimana dengan Tuan Hatmoko?”

“Biar itu menjadi urusanku. Aku tahu apa yang harus kulakukan.”

“Tapi, Tuan ... Tuan dan Nyonya Besar—”

“Itu juga akan menjadi urusanku. Kau fokus saja menjaga Melati untukku.”

Danu pun pada akhirnya terdiam dan mengangguk. “Baik.”

“Satu lagi.” Tuan Adrian menatap Danu tajam. “Jangan biarkan wanita itu memasuki rumah Cempaka lagi. Aku sudah memperingatkan para pengawal, dan ini adalah peringatan kedua. Aku tidak akan memberi peringatan untuk yang ketiga kali.”

“Saya mengerti, Tuan. Maaf untuk masalah pagi ini.”

“Hem. Kau boleh pergi sekarang.”

Danu menunduk hormat sebelum berbalik menuju pintu. Aku yang panik segera mundur dua langkah, menjauh dari pintu.

Begitu pintu terbuka, aku tersenyum kaku sambil melambaikan tangan pada Danu. “Hei!” sapaku kikuk.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Ternyata Belum Selesai

    Aku berdiri termenung sendirian di dalam lift. Apa yang terjadi barusan di ruang kerja Tuan Adrian terus berputar di kepalaku.Apa yang ia katakan dan lakukan untukku ... sedikit-banyak menghangatkan hati.Awalnya aku memang marah. Rasanya ia melangkah terlalu jauh dan mengambil keputusan seenaknya. Namun semakin kupikirkan, alasan untuk marah itu malah semakin lemah.Meski Tuan Adrian bilang bahwa ia menyerahkan sahamnya karena ada rencana lain, tetap saja semua itu berawal dari masalahku dengan Nina. Lagi-lagi, akulah yang menyeretnya ke dalam masalahku.Karena aku, Tuan Adrian sendiri yang harus turun langsung menghadapi Tuan Hatmoko. Dia juga yang meminta agar Nina dikirim ke luar negeri, agar Nina tidak bisa lagi menggangguku. Semua itu ... demi aku.Semua risiko ditanggung oleh Tuan Adrian. Sementara aku ... hanya perlu melanjutkan hidup dengan tenang.Tuan Adrian tidak menuntut apa pun dariku sebagai balasan. Ia hanya ingin aku patuh padanya dan menjauhi Kak Arga.Kata-kata Tua

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Hutang Budiku Bertambah

    Aku berdiri tidak jauh dari tempat Tuan Adrian duduk. Untuk beberapa saat, tidak ada satu kata pun yang keluar dari kami.Hanya ada keheningan yang memenuhi ruangan. Aku dan Tuan Adrian seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Ada terlalu banyak hal yang ingin kukatakan, dan terlalu banyak hal yang ingin kudengar darinya.Entah penjelasan, teguran, atau apa pun itu, yang jelas kepalaku saat ini penuh dan kacau.“Ada yang ingin kau katakan, Melati?” Suara Tuan Adrian akhirnya memecah kesunyian itu.Aku membuka mulut, tetapi masih tidak ada kata keluar. Setelah menarik napas panjang, barulah aku bisa berkata, pelan.“Apakah benar ... kalau Nina pindah ke luar negeri karena Anda yang memintanya, Tuan?”Tuan Adrian memandangku. Tatapannya sama sekali tidak goyah.“Ya.” Sesingkat itu ia menjawab.Dadaku seperti ditarik sampai sesak. “Kenapa Anda melakukannya?”Masih dengan tenang Tuan Adrian menjawab, “Aku tidak suka masalah yang berlarut. Jika ada cara untuk menyelesaikannya dengan c

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Demi Aku

    Aku menahan napas, berusaha menangkap lebih jelas suara-suara dari balik pintu ruang istirahat Tuan Adrian.“Kau mengundangku ke sini ... apa kau sudah akan memberikan saham yang kau janjikan padaku?” Suara Tuan Hatmoko terdengar tajam.Tuan Adrian tidak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum tipis. “Apa saham itu benar-benar sangat berarti untuk Anda, Tuan Hatmoko?”“Tch.” Suara Tuan Hatmoko penuh kesal. “Ini bukan soal penting atau tidak penting. Ini soal kesepakatan kita. Ingat! Karena perempuan kampung itu, anakku harus menanggung akibatnya. Dia bahkan mengalami gegar otak ringan dan terpaksa tinggal di luar negeri.”Jantungku serasa berhenti sesaat. Setelahnya, aku refleks menarik kepalaku menjauh dari pintu.Perempuan kampung? Aku? Apa maksudnya itu?“Aku juga sudah menepati janjiku,” lanjut Tuan Hatmoko. “Pihak kami diam. Kami tidak memperpanjang masalah itu, padahal Nina yang paling dirugikan dalam hal ini.”Perlahan aku kembali mendekat, menyatukan telingaku ke celah kecil pin

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Ruang Istirahat

    Setelah beberapa saat saling menatap tajam, akhirnya Kak Arga memutuskan tatapan itu lebih dulu. Ia meletakkan berkas di tangannya ke atas meja, tepat seperti yang diperintahkan Tuan Adrian.Melihat itu, Tuan Adrian hanya berkata singkat, “Sekarang pergilah.”Tanpa banyak bicara, Kak Arga bangkit. “Baik. Kalau begitu, saya kembali ke bawah, Tuan.”“Hm,” sahut Tuan Adrian tanpa menoleh. Sementara itu, Kak Arga menunduk hormat, lalu sempat sekilas menatapku, sebelum akhirnya keluar dari ruangan.Begitu Kak Arga pergi dan pintu kembali tertutup, ruangan kerja ini pun kembali sunyi.Aku melirik ke arah Tuan Adrian. Lalu bertanya ragu, “Tuan ... mau saya suapi lagi?”Ia tidak langsung memberiku jawaban. Melainkan, malah membuka botol minuman yang kubawa dan meneguknya pelan sambil bersandar pada sofa.Baru setelah ia meletakkan botol itu ke meja, Tuan Adrian menjawab, “Tidak usah. Letakkan saja di sini, nanti aku makan sendiri.” Nada suaranya berubah dingin lagi.Entahlah, aku tidak menger

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Pagi yang Aneh

    Pagi ini aku baru tahu kalau sejak kemarin Tuan Adrian tidak pulang. Sekar yang memberitahu, sementara ia tahu dari Kak Danu. Katanya, kemarin Tuan Adrian lembur sampai larut dan akhirnya memutuskan untuk tidak pulang.Informasi itu membuatku sedikit kecewa. Sebab, pagi ini aku sudah memiliki semangat lebih untuk melayani Tuan Adrian.Sebenarnya, Tuan Adrian lembur sampai tidak pulang seperti ini sama sekali tidak mengejutkan. Namun, untuk kali ini terasa sedikit berbeda.Entahlah, mungkin karena beberapa hari kemarin suasananya seperti sedang perang dingin, dan hari ini aku ingin mulai mencairkan suasana, tetapi malah mendapatkan realitanya yang tidak sesuai dengan ekspektasiku.“Nona,” panggil Sekar, “tadi Kak Danu juga berpesan, supaya Nona menyiapkan pakaian ganti dan juga bekal makanan untuk Tuan Adrian ke kantor.”Aku sedikit bingung, mencoba mencerna baik-baik perintah itu. Meyakinkan diri bahwa aku tidak salah dengar. “Oh ... iya.”Permintaan itu tidak aneh sebenarnya, tetapi

  • Gadis Kesayangan Tuan Adrian   Kalimat Teka-teki

    “Bagaimana kabarmu dengan Adrian, Melati?”Pertanyaan itu datang begitu saja dari Nyonya Vanya, tenang, lembut, dan juga tidak terduga sama sekali.Aku menjawabnya dengan suara yang lirih, bahkan untukku sendiri. “Baik ... Nyonya.”Mata Nyonya Vanya sempat mengarah ke permukaan meja sebelum kembali terarah padaku. Ada sorot di matanya yang seolah sedang menilai luka tidak terlihat.“Kalau benar begitu,” ucapnya pelan, “aku ikut senang.”Aku mengangguk perlahan, berusaha tampak tenang meski jantungku sedang berdetak panik.Beberapa detik berlalu dengan hening, sebelum Nyonya Vanya kembali berbicara dengan suara yang terdengar lebih dalam. “Berhubungan dengan pria seperti Adrian ... pastinya tidak mudah, kan, Melati?”Aku langsung terdiam. Kata-katanya mengenai sisi terdalamku yang sedang terluka.Tidak ada nada sindiran. Tidak ada nada meremehkan. Hanya ... sebuah ungkapan jujur dari seorang perempuan yang tampaknya memahami rasa itu.Aku mencoba berbicara, namun satu-satunya kata yan

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status