Share

Bab 4

Author: Ratu As
last update Last Updated: 2025-10-14 22:22:01

Ziana memaksakan senyumnya karena Arhan tidak merespon, lelaki itu hanya menatap Ziana dengan tatapan yang rumit. 

"Kamu mengenalnya?" Jelas yang Arhan maksud adalah gadis tadi. 

"Mmm, dia temanku--" jawab Ziana cepat, dia pikir dengan mengakui Reyna sebagai teman agar Arhan tidak banyak tanya lagi. 

Sayangnya yang dipikirkan lelaki itu justru lain, Arhan punya pandangan liar soal Ziana yang lugu, tapi dibalik itu mungkin dia gadis yang cukup 'berani'. 

"Kamu punya banyak teman? Akan lebih baik kamu mengenal baik teman-temanmu, termasuk latar belakangnya," kata Arhan sebelum melangkah dan kembali melanjutkan niatnya ke toilet tanpa menunggu respon Ziana. 

Ziana tidak tahu maksud Arhan dengan jelas, namun dari sikap lelaki itu yang terasa dingin membuat Ziana tidak enak hati. 

***

Saat makan malam berlanjut, Arhan dengan gerakan yang tertata meraih piring Ofi lalu membantu wanita itu memotong steak menjadi lebih kecil dan mudah dimakan. Sontak saja tindakannya membuat Sandra dan Ofi tersenyum lalu saling melempar tatapan penuh arti. 

"Ehem! Ayah, sweet banget sih--" goda Sandra yang tidak bisa menahan rasa senangnya karena ayahnya memberi perhatian lebih pada wanita pilihannya. 

"Terima kasih." Ofi juga tidak bisa menyembunyikan senyumnya yang merekah saat Arhan menggeser piring ke hadapannya. 

Wanita yang beruntung! Ziana hanya bisa memaksakan senyumnya melihat momen romantis yang justru membuat perasaannya aneh. Dia lalu memalingkan wajahnya dan kembali fokus pada piring di hadapannya. 

Ziana mematung, bingung mau memulai dari mana. Dia bahkan tidak terbiasa menggunakan garpu dan pisau secara bersamaan untuk memotong steak daging. Mirisnya tidak ada yang membantunya, Sandra sibuk dengan makanannya dan usahanya membuat Arhan dan Ofi semakin dekat. 

Ofi tersenyum mencibir saat melihat bagimana ada seorang gadis muda yang terlihat sangat kampungan meski punya kencatikan yang menonjol. Yah, begitulah... mau secantik apa pun kalau tidak punya latar belakang keluarga yang baik, tidak mungkin gadis itu bisa tumbuh menjadi perempuan yang berkelas dan elegan! 

"Mau kubantu?" Suara Ofi terdengar lembut dan ramah ketika menawarkan bantuan pada Ziana. Jelas-jelas wanita dewasa itu bersikap hati-hati dan berperilaku sangat sopan tapi entah kenapa Ziana tetap tidak nyaman, apalagi saat tanpa sengaja matanya bertemu tatap dengan Ofi, ada rasa aneh yang membuat Ziana tertekan. 

"Fokus saja pada makananmu," Arhan menarik perhatian Ofi, bahkan menambahkannya dengan senyum lembut. "Dia bisa belajar mandiri, kalau tidak bisa pakai garpu dan pisau, masih bisa memakannya dengan digigit." 

Ucapan Arhan terdengar sedikit sarkas untuk Ziana yang tidak terbiasa. Namun Sandra menangkapnya sebagai lelucon. 

"Ayah, sungguh... kamu hanya perhatian pada Tante Ofi! Ayah pasti melihatku dan Zia hanya seperti kucing kecil penggigit daging!" Sandra terkekeh dengan menyenggol sikut Ziana. 

Ziana ikut tersenyum pura-pura terhibur dengan lelucon itu meski melihat tatapan Arhan yang terasa dingin dan tidak sedang bercanda untuknya. 

***

Ziana pulang sendiri dengan naik ojek online, sedangkan Sandra sudah lebih dulu pulang dengan Ofi memakai taksi karena hendak menginap. Arhan yang ada kepentingan mendadak pergi ke kantor untuk lembur. 

"Aku bisa melakukannya, Pak Adam, tenang saja," ucap Ziana yakin. 

Sebelum pulang ke tempat kost, Ziana mampir dulu ke sebuah motel di pinggiran kota. Ada yang menawarkan kerjaan untuknya malam ini--membersihkan sebuah kamar. 

"Ya, tolong ya Zi. Kebetulan tukang bersih-bersihnya lagi sakit--" ujar lelaki paruh baya pemilik motel itu. Ziana mengenalnya karena dia salah satu kerabat kepala panti. Ziana sering kali dihubungi jika butuh bantuan, entah itu kerjaan di motel atau di rumah yang kadang mengadakan acara. 

Motel itu hanya punya beberapa kamar saja, Adam mengelola dan merawatnya sendiri sebagai salah satu usaha kecil yang dia rintis. 

Ziana mengangguk dengan semangat, tanpa menunggu langsung masuk ke ruang kebersihan mengambil peralatan untuk membersihkan beberapa kamar yang kosong malam ini. Masih pukul delapan, Ziana kira belum terlalu malam tersebab itu dengan senang hati dia mau membantu Adam. 

*

Urusan Arhan selesai jam sepuluh, dia pun bergegas pulang. Laju mobilnya tidak terlalu kencang, Arhan berkendara sembari menikmati suasana malam. Jalanan masih cukup ramai, banyak kendaraan berlalu lalang.

Langit tampak cerah dengan ribuan bintang, saat musim kemarau di iklim tropis keindahan malam itu semakin terasa berlipat lebih menawan. 

Arhan menepikan mobilnya di sebuah jembatan, niatnya untuk sekedar bersantai dan menyulut sebatang rokok. Dia terlihat seperti pria kesepian. 

Sosoknya yang tinggi jangkung bersandar di samping mobil, tidak tersorot lampu jalan, dia menikmati remang dan sepi itu. Disesapnya sebatang rokok yang terselip di jari, lalu mengembuskan perlahan asap tipis yang kemudian membumbung dan hilang tertepa angin. 

Di saat dia begitu menikmati kesendirian lagi-lagi tatapannya menangkap sosok yang tak asing. Arhan memicingkan matanya, untuk memastikan dan melihat lebih jelas gadis muda yang keluar dari motel di seberang. 

Sudut bibir Arhan tertarik, membentuk senyum tipis yang remeh. Dia hanya sedang mencibir takdir karena belakangan ini selalu dipertemukan dengan gadis muda sahabat putrinya. Gadis itu diam-diam banyak tingkah! Sudah malam begini saja masih berkeliaran, ternyata meski terlihat ringkih dan rapuh Ziana punya segudang kenakalan. 

Arhan menegapkan tubuhnya, dia membuang puntung rokok lalu menginjaknya sampai mati. Tatapannya masih tertuju pada Ziana yang berdiri di pinggir jalan sambil menatap ponsel, mungkin sedang memesan ojek online. 

Beberapa menit berlalu, Ziana kaget ketika melihat mobil milik ayah Sandra tiba-tiba mendekat lalu berhenti di hadapannya. Kaca mobil itu perlahan terbuka. 

"Sudah malam, bukankah harusnya kamu sudah pulang?" Terlihat Arhan yang mengusap jam tangan mahalnya, kemudian tatapannya menoleh pada Ziana yang berdiri dengan latar belakang motel. 

"I--ini mau pulang Pak Arhan--" Ziana tersenyum sungkan. "Kenapa Pak Arhan ada di sini?" 

"Kebetulan lewat. Mari naik, saya antar kamu pulang." 

"Ti--tidak perlu, Pak Arhan. Aku sudah pesan ojek online." Ziana meringis kaku, berharap Arhan akan segera berlalu. 

"Cancel. Ikut saya, ada yang ingin saya bicarakan," kata Arhan lagi, raut wajahnya nyaris tanpa ekspresi membuat Ziana bingung menebak apalagi hal yang akan Arhan katakan? 

Ziana salah satu orang yang sulit menolak karena sungkan jadi mau tak mau dia menuruti permintaan Arhan. 

"Zi, tunggu!" Dari arah motel Adam memanggil, lelaki bertubuh tambun itu tergopoh menghampiri Ziana, menyelipkan amplop lalu berbisik, "Bapak lebihkan, buat nambah-nambah tabungan kamu. Bapak dengar kamu sedang mengumpulkan dana untuk Aries?" 

"Terima kasih, Pak Adam sangat baik." Ziana tersenyum cerah, apa yang Adam bilang memang benar Ziana sedang mengumpulkan uang untuk salah seorang anak panti yang menderita PJB (penyakit jantung bawaan) dokter bilang ada kemungkinan anak itu harus dioperasi. Ziana tidak bisa tutup mata, setiap anak-anak yang berada di panti, dia anggap adalah keluarganya. 

Arhan berdeham, menarik perhatian Ziana agar segera masuk dan tidak mengulur waktu dengan terus bicara pada lelaki paruh baya yang Arhan tebak ... mungkin salah satu pelanggan gadis itu? 

**

Ziana duduk anteng, sejak tadi merasa tidak tenang dan jantungnya berdegup kencang. Bukan karena takut pada Arhan, lebih tepatnya dia selalu merasa aneh dan berdebar setiap kali bersinggungan dengan lelaki dewasa itu, entah sejak kapan rasa itu ada yang jelas belakangan ini Ziana merasa benaknya sering kali dibayangi dengan kekaguman oleh sosok itu. 

Ziana muda tidak bisa menepis pesona pria dewasa di sampingnya. Di mata Ziana, Arhan sangat baik dan bertanggung jawab sebagai seorang ayah, perhatian sebagai seorang lelaki, dan peduli pada sesama termasuk pada Ziana yang hanya salah satu manusia yang sering tidak diperhatikan oleh dunia. 

"Zi--"

"Iya, Pak Arhan?" 

Ziana tertegun ketika Arhan memanggil namanya di tengah perjalanan. Suara yang serak dan pelan terdengar jauh lebih lembut. Namun saat Ziana menoleh dan memerhatikan wajah Arhan dari samping dia merasa lelaki itu sedikit tegang. 

"Kamu mengenal lelaki tadi?" 

Ziana mengernyit, ini kedua kalinya Arhan selalu bertanya orang-orang yang dilihat setelah Ziana temui. Dia merasa aneh dan bingung apa maksud pertanyaan Arhan? Apa karena Arhan tahu jika Ziana seorang anak panti, dikira tidak kenal banyak orang? 

"Ya, aku mengenalnya. Kenapa, Pak Arhan?"

 Ziana berharap jawabannya tidak akan merubah Arhan menjadi dingin seperti sebelumnya. Namun yang tidak Ziana sangka pertanyaan Arhan berikutnya justru membuatnya tercengang dan nyaris tersedak, "berapa lelaki itu membayarmu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 6

    "Oh, benarkah?" Arhan menunjukan sikap tenang, "saya tidak sengaja mendengar dari beberapa pelayan lain--"Ziana terkekeh mendengarnya, dia pikir Arhan sungguhan tahu karena punya koneksi orang dalam di restoran itu, rupanya hanya hasil dari menguping!"Aku berharap itu benar, tapi belum ada kepastian," sahut Ziana polos, dia sama sekali tidak berpikir jika Arhan seseorang yang memiliki kuasa di restoran tempatnya bekerja. "Oiya, Pak Arhan habis makan? Sendirian?" Ziana memindai sekeliling, tidak ada orang lain yang terlihat sedang menunggu Arhan. "Ya, tadi ada rapat di sini. Sudah selesai--" Ziana manggut-manggut, dia paham mungkin Arhan baru saja mengadakan rapat bersama orang penting. Restoran ini memang salah satu tempat favorit para pebisnis melakukan reservasi tempat untuk mengadakan rapat, biasanya ada di privat room di lantai tiga. "Zi, ayo!" Suara Reyna mengalihkan perhatian keduanya, mereka menoleh bersamaan ke arah Reyna. "Pak Arhan, sepertinya aku harus pergi." Ziana

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 5

    "Ah? Maksudnya ini--" Ziana meremas amplop yang tadi Adam beri sembari terkekeh malu, dia pikir mungkinkah Arhan penasaran dengan bayaran jasa kebersihan yang dia lakukan? Arhan mengemudi dengan pelan karena terlalu penasaran dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada Ziana. "Tidak banyak, Pak Arhan." Kalau Arhan tahu, ia pasti akan merasa geli, uang di dalam amplop mungkin hanya sebanding harga satu kain lap di rumahnya. "Apalagi aku hanya melakukannya sebentar untuk tiga kamar. "Kening Arhan mengernyit, dia lihat Ziana yang masih terlihat santai menjawab seakan sudah biasa melakukannya. "Tiga kamar? Maksudnya juga ada tiga pria berbeda?"Hah? Ziana menatap Arhan lebih fokus, sebenarnya ekspresinya tidak jauh berbeda dengan Arhan. Keduanya saling tatap dengan pemikiran masing-masing, obrolan yang mereka ucapkan terdengar nyambung tidak nyambung, namun yang jelas apa yang Arhan maksud dengan pemahaman Ziana jelas berbeda. Ziana berpikir keras, raut wajahnya berubah bingung. Na

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 4

    Ziana memaksakan senyumnya karena Arhan tidak merespon, lelaki itu hanya menatap Ziana dengan tatapan yang rumit. "Kamu mengenalnya?" Jelas yang Arhan maksud adalah gadis tadi. "Mmm, dia temanku--" jawab Ziana cepat, dia pikir dengan mengakui Reyna sebagai teman agar Arhan tidak banyak tanya lagi. Sayangnya yang dipikirkan lelaki itu justru lain, Arhan punya pandangan liar soal Ziana yang lugu, tapi dibalik itu mungkin dia gadis yang cukup 'berani'. "Kamu punya banyak teman? Akan lebih baik kamu mengenal baik teman-temanmu, termasuk latar belakangnya," kata Arhan sebelum melangkah dan kembali melanjutkan niatnya ke toilet tanpa menunggu respon Ziana. Ziana tidak tahu maksud Arhan dengan jelas, namun dari sikap lelaki itu yang terasa dingin membuat Ziana tidak enak hati. ***Saat makan malam berlanjut, Arhan dengan gerakan yang tertata meraih piring Ofi lalu membantu wanita itu memotong steak menjadi lebih kecil dan mudah dimakan. Sontak saja tindakannya membuat Sandra dan Ofi te

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 3

    ***Sandra melihat mobil ayahnya yang terparkir di rumah sang nenek. Dia yang baru saja sampai setelah dari kampus, berjalan ke pintu utama. Tepat sekali di teras dia berpapasan dengan Aziel yang wajahnya ditekuk-tekuk. "Eh, Kak Aziel... mau ke mana? Aku baru sampe loh, ngobrol dulu, yuk?" Sandra sengaja menegurnya dengan senyum manis yang dibuat-buat. "Enggak usah--" sahut pemuda itu dengan ketus, dia kembali melangkah tanpa menghiraukan sepupunya yang tertawa mencibir. Sandra pasti tahu jika Aziel baru saja kena omel Paman dan juga Neneknya. "Nenek!" seru Sandra begitu masuk dan melihat Wina duduk bersama Arhan. Dia langsung memeluk wanita sepuh itu dan mencium pipi kanan-kiri. Dia sangat manja. "Mana nih hadiah ulang tahun buat cucu kesayangan?" Sandra menagih hadiah dari Wina, kemarin pernah menjanjikan cucunya itu sebuah kalung berlian. Wina terkekeh, "kamu ini... soal hadiah selalu saja cepet!" Dia pun bangkit, hendak ke kamarnya. "Tunggu di sini, Nenek ambil kan!""Oke!"

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 2

    Ziana berbalik, dia menghadap Arhan dan menyembunyikan bagian belakang tubuhnya lalu dengan canggung mengakui. "Ti--tidak, aku tidak terluka, Pak Arhan! Darah ini.... mm, aku sedang datang bulan--" jawabnya setengah menggumam dan menunduk dalam. Arhan tidak bereaksi, dia kembali memasang wajah tak acuh kemudian melangkah ke arah pintu, "kalau begitu cepat bersihkan dirimu." Ziana mengangguk, masih berdiri di tempat sampai lelaki itu benar-benar pergi dan tidak lagi terlihat. "Hah, memalukan!" rutuk Ziana sembari berjalan ke kamar mandi. Dia sangat malu, dia pikir Arhan pasti merasa jijik. ***Sejak tadi Sandra terus mencari-cari sosok Ziana, dia sangat menantikan kedatangan sahabatnya itu. Ziana berjanji akan datang, namun hingga acara hampir selesai batang hidungnya tidak kunjung terlihat. Selepas lulus sekolah enam bulan lalu, mereka belum pernah bertemu lagi karena kesibukan masing-masing, Sandra dengan segala aktivitasnya menjadi mahasiswi baru, sedang Ziana pontang-panting

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 1

    "Lap, sepatuku!" titah seorang pemuda yang baru saja keluar dari aula pesta dan dia menghampiri seorang gadis yang tadi berjalan di pinggiran kolam bernama Ziana. Ziana tertegun, dia diam sesaat dan menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang selain dia yang berdiri di sana. Tempat itu sepi, berbeda dengan aula pesta ulang tahun yang berada di rumah besar itu. Ziana menyingkir dari keramaian karena sadar pesta ulang tahun sahabatnya sangat mewah, dihadiri oleh banyak muda-mudi dengan pakaian yang mahal, berbanding terbalik dengan penampilan Ziana yang hanya memakai gaun sederhana, itu pun dia dapat dari meminjam teman.Ziana tidak mau membuat sahabatnya--Sandra--merasa malu. Dia berniat ingin menemui dan memberikan Sandra hadiah saat acaranya nanti selesai. Jadi Ziana menunggu di samping rumah, di mana ada sebuah kolam dan taman di sana. "Tuli? Cepat lakukan!" Aziel kembali memerintah, kali ini dengan menunjuk sepatunya dan memajukan kaki kanan di hadapan Ziana. Raut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status