Share

Bab 5

Author: Ratu As
last update Last Updated: 2025-10-14 22:23:24

"Ah? Maksudnya ini--" Ziana meremas amplop yang tadi Adam beri sembari terkekeh malu, dia pikir mungkinkah Arhan penasaran dengan bayaran jasa kebersihan yang dia lakukan? 

Arhan mengemudi dengan pelan karena terlalu penasaran dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada Ziana. 

"Tidak banyak, Pak Arhan." Kalau Arhan tahu, ia pasti akan merasa geli, uang di dalam amplop mungkin hanya sebanding harga satu kain lap di rumahnya. "Apalagi aku hanya melakukannya sebentar untuk tiga kamar. "

Kening Arhan mengernyit, dia lihat Ziana yang masih terlihat santai menjawab seakan sudah biasa melakukannya. "Tiga kamar? Maksudnya juga ada tiga pria berbeda?"

Hah? 

Ziana menatap Arhan lebih fokus, sebenarnya ekspresinya tidak jauh berbeda dengan Arhan. Keduanya saling tatap dengan pemikiran masing-masing, obrolan yang mereka ucapkan terdengar nyambung tidak nyambung, namun yang jelas apa yang Arhan maksud dengan pemahaman Ziana jelas berbeda. 

Ziana berpikir keras, raut wajahnya berubah bingung. Namun Arhan menangkapnya seolah gerik karena Ziana tidak nyaman ditanya langsung pada intinya, apa seorang gadis yang menjual diri juga punya rasa malu? 

"Tiga pria berbeda?" Ziana menggeleng, dia yang lugu sama sekali tidak mengira betapa liarnya pemikiran Arhan. "Aku hanya bekerja untuk Pak Adam--" 

Mata Arhan menyipit dengan kerutan di kening yang kian dalam, dia menatap Ziana sekilas dengan memerhatikan setiap inchi wajah gadis itu, cantik--tapi apa tidak terlalu murahan untuk gadis belia mau melayani lelaki paruh baya bertubuh tambun? Apanya yang menarik? Pasti karena desakan ekonomi.

"Pak Adam biasa menghubungiku saat butuh, kalau soal bayaran... seikhlasnya, aku tidak pernah menuntut, toh pekerjaan yang Pak Adam berikan terbilang ringan. Aku biasa melakukannya," terang Ziana percaya diri, dia juga menambahkan senyum tulus di wajahnya. 

Penjelasan Ziana makin membuat Arhan tercengang, namun lelaki dewasa itu tidak menampakan ekspresi yang berlebih, hanya membatin tidak menyangka. Ternyata sahabat putrinya yang dia tahu polos... begitu amoral! 

"Kamu biasa melakukannya?" Arhan memastikan. 

"Ya," Ziana mengangguk, pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan kegugupannya, bicara dengan begitu lugu dan tidak menyembunyikan apa pun. Dia pikir Arhan pun mengerti dan bisa menjadi pendengar yang baik. 

"Aku sering melakukannya sejak kecil, dulu bareng temen-temenku juga, di motel Pak Adam--" 

Sraaaaaaaak! 

Arhan menginjak remnya secara mendadak ketika mendengar cerita Ziana yang begitu blak-blakan. 

"Astaga--" Ziana bergumam lirih saat tubuhnya hampir saja terpelanting ke depan. Dia mengusap dadanya yang berdetak heboh karena kaget lalu menoleh pada Arhan. Dia bingung apa yang terjadi sampai Arhan merespon dengan begitu mendadak. 

"Kamu melakukannya sejak kecil? Ziana... apa kamu tidak berpikir itu salah? Ya... sekali pun kamu tinggal di panti, pasti orang dewasa di sana cukup bisa untuk memberi nasehat kan?" 

Arhan mulai mencecar, dia bicara seperti sedang mengomel pada putrinya Sandra. Namun Ziana yang tidak terbiasa tentu saja merespon dengan kebingungan, dia jadi merasa apa Ziana yang terlalu bodoh sampai tidak mengerti maksud omelan Arhan? 

"Kamu tidak boleh melakukan hal tidak bermoral begitu--" Arhan menarik napas, kini tubuhnya menyamping dan menatap Ziana sepenuhnya. 

"Tidak bermoral? Kenapa tidak bermoral, Pak Arhan? Apa salahnya menukar jasa dengan uang? Apa yang aku lakukan juga bisa dibilang pekerjaan kan? Sejak kecil anak-anak panti dididik cukup baik agar bisa mandiri, jadi letak salahnya di mana?" 

Arhan tidak menjawab, namun dari tatapannya masih begitu rumit dan ambigu. 

'Tiga pria? Tidak bermoral?' Ziana mulai menyambung-nyambungkan ucapan Arhan sebelumnya. Dia tidak yakin, namun menebak-nebak apa yang Arhan pikirkan, begitu pun sebaliknya. 

Keduanya saling berhadapan, tidak ada lagi yang bicara. Beberapa detik itu berlalu hanya untuk tenggelam pada pemikiran masing-masing hingga keduanya bersuara bersamaan. 

"Tunggu... apa yang Pak Arhan pikirkan?" 

"Tunggu, memang apa yang kamu lakukan?" 

Keduanya saling tunjuk, sadar jika sepertinya ada kesalahpahaman. 

"Pak Arhan dulu--" Ziana memberi ruang namun Arhan menggeleng dan memberi perintah agar Ziana menjawab pertanyaannya lebih dulu. 

"Jadi, apa yang kamu lakukan?" 

"Membersihkan kasur dan WC," jawab Ziana polos yang membuat raut wajah Arhan seketika berubah. "Pak Adam sering memintanya karena kadang petugas kebersihan hanya mau datang saat pagi hari." 

Lelaki itu memalingkan tatapannya, dia bergeleng pelan dan mengusap wajahnya yang menahan geli. Sadar jika dia sudah terlalu sembrono berpikir yang tidak-tidak, tapi semua itu berawal dari paper bag pakaian dalam yang Ziana terima, sebagai lelaki dia jadi gagal fokus. 

"Apa yang Pak Arhan pikirkan--" Ziana penuh curiga, dia yakin jika dugaannya benar. Namun kenapa sampai Arhan berpikir sejauh itu? Ziana ingin tertawa konyol tapi juga miris, Arhan mencurigainya menjual diri?! 

"Tidak, tidak... saya hanya gagal fokus. Maaf." Arhan tidak ingin melanjutkan pembahasan ini, dia kembali melajukan mobilnya. "Jangan dipikirkan--" 

Ziana memaksakan senyumnya agar Arhan tidak merasa bersalah, bagaimana pun mungkin wajar saja Arhan berpikir begitu pada gadis sebatang kara yang tidak punya sandaran, kemungkinan melakukan sesuatu di luar batas sangat mungkin! 

"Pak Arhan pasti parno karena punya anak gadis--"

"Ya ... Mungkin begitu. Saya menganggapmu seperti Sandra, sebagai orang dewasa, tentu saja saya merasa perlu membenahi. Maaf jika membuatmu tidak nyaman--" Arhan bicara dengan bijak dan sopan seolah begitu mempertimbangkan agar lawan bicaranya tidak merasa kerdil. 

Arhan sadar, sepertinya Ziana mengalami hidup yang cukup sulit. Pantas saja di usianya yang belia harus pontang-panting bekerja. Mungkin gaji di restoran masih belum cukup menutup kebutuhannya. 

"Saya yang salah, kamu mau memaafkan?" Kali ini Arhan meminta maaf dengan diselingi senyum, Ziana yang tadinya bengong kini jadi gugup. Senyumnyaaa ... membuat Ziana linglung dan sulit membedakan mana gula mana Pak Arhan, sama-sama manis! 

***

Ziana kembali bekerja seperti hari-hari biasa, bedanya sekarang lebih bersemangat karena sudah mendapat wejangan dari Arhan. Malam itu sepanjang perjalanan pulang Ziana dan Arhan mengobrol banyak membuat hubungan mereka cukup akrab. 

Hari ini selepas bekerja, Ziana berniat ingin main ke panti. Dia sengaja berganti baju usai jam kerja selesai. 

"Ada kabar baik, Pemirsaaa!" celetuk salah satu teman Ziana yang baru saja masuk ke area belakang. "Katanya bakal ada kenaikan gaji bulan ini dan bakal ada tambahan bonus-bonus lembur di bulan depan!" 

Langkah Ziana terhenti, tentu saja hanya sekedar untuk memastikan, apa itu benar? 

"Serius? Jangan ngayal, setelah resto dipegang Pak Yudis hampir tidak pernah ada kenaikan gaji!" sahut yang lain. 

Mereka bergosip sebelum pulang, Ziana yang pendiam dan tidak cukup akrab hanya ikut berdiri di dekat mereka dan mendengarkan, sesekali mengangguk saat ada yang mengajaknya bicara. 

"Dih, enggak percaya? Yuna dikasih tahu langsung sama Pak Yudis, kok. Mereka kan dekat!" 

"Wah," Kabar itu sontak saja menyebar keseluruhan pekerja, meski belum tahu pasti karena tanggal gajian masih seminggu lagi, namun itu menjadi harapan baik untuk semua termasuk Ziana yang berbinar-binar karenanya. 

***

"Aku enggak bisa, Kak Rey. Maaf ya--" 

Langkah Ziana tertahan saat di luar ada Reyna yang sengaja menyusulnya, padahal sebelumnya Ziana sudah mengirim pesan jika dia tidak mau mengambil tawaran dari Reyna. Setelah melihat model pakaian dalam yang mirip bikini itu, Ziana mengurungkan niatnya. Bayarannya memang menggiurkan tapi untuk gadis seperti Ziana dia tidak cukup berani menukar kehormatannya dengan uang. 

"Hm, baiklah... kalau kamu tidak mau berfoto untuk model itu, kamu bisa lakukan yang lain. Bantu aku membuat video tutorial--" Reyna kembali membujuk. 

"Seperti apa?" Ziana memastikan lebih dulu, takutnya pekerjaan yang Reyna tawarkan diluar batas kesanggupannya. 

"Mudah, pokoknya ikut saja!" paksa Reyna, dia tidak memberi waktu Ziana untuk berpikir. "Aku ambil mobil dulu!" Reyna bergegas ke parkiran. 

Tepat saat itu Arhan berjalan ke arah pintu keluar dan melihat Ziana yang tadi bicara dengan Reyna di halaman resto. Menurut instingnya, pasti akan ada sesuatu yang terjadi. Dia merasa Reyna bukan seseorang yang baik untuk dijadikan teman oleh gadis polos seperti Ziana. 

"Tidak langsung pulang? Apa temanmu itu mengajakmu bekerja paruh waktu lagi?" tegur Arhan yang kini berdiri tepat di belakang Ziana dan membuat gadis itu kaget saat menoleh. 

"Bukankah akan ada kenaikan gaji? Harusnya kamu tidak perlu susah payah, dan tunggu satu minggu lagi."

"Kok, Pak Arhan tahu?" reflek Ziana bertanya balik dan mengabaikan pertanyaan yang Arhan ajukan lebih dulu. Kini mereka saling berhadapan setelah Ziana membalik badan. 

"Maksudnya, kabar itu masih simpang-siur, belum ada pengumuman langsung dari atasan. Bagaimana Pak Arhan tahu dan begitu yakin?" ulang Ziana ketika lelaki di hadapannya masih terdiam dengan posisi menunduk untuk menatapnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 6

    "Oh, benarkah?" Arhan menunjukan sikap tenang, "saya tidak sengaja mendengar dari beberapa pelayan lain--"Ziana terkekeh mendengarnya, dia pikir Arhan sungguhan tahu karena punya koneksi orang dalam di restoran itu, rupanya hanya hasil dari menguping!"Aku berharap itu benar, tapi belum ada kepastian," sahut Ziana polos, dia sama sekali tidak berpikir jika Arhan seseorang yang memiliki kuasa di restoran tempatnya bekerja. "Oiya, Pak Arhan habis makan? Sendirian?" Ziana memindai sekeliling, tidak ada orang lain yang terlihat sedang menunggu Arhan. "Ya, tadi ada rapat di sini. Sudah selesai--" Ziana manggut-manggut, dia paham mungkin Arhan baru saja mengadakan rapat bersama orang penting. Restoran ini memang salah satu tempat favorit para pebisnis melakukan reservasi tempat untuk mengadakan rapat, biasanya ada di privat room di lantai tiga. "Zi, ayo!" Suara Reyna mengalihkan perhatian keduanya, mereka menoleh bersamaan ke arah Reyna. "Pak Arhan, sepertinya aku harus pergi." Ziana

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 5

    "Ah? Maksudnya ini--" Ziana meremas amplop yang tadi Adam beri sembari terkekeh malu, dia pikir mungkinkah Arhan penasaran dengan bayaran jasa kebersihan yang dia lakukan? Arhan mengemudi dengan pelan karena terlalu penasaran dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada Ziana. "Tidak banyak, Pak Arhan." Kalau Arhan tahu, ia pasti akan merasa geli, uang di dalam amplop mungkin hanya sebanding harga satu kain lap di rumahnya. "Apalagi aku hanya melakukannya sebentar untuk tiga kamar. "Kening Arhan mengernyit, dia lihat Ziana yang masih terlihat santai menjawab seakan sudah biasa melakukannya. "Tiga kamar? Maksudnya juga ada tiga pria berbeda?"Hah? Ziana menatap Arhan lebih fokus, sebenarnya ekspresinya tidak jauh berbeda dengan Arhan. Keduanya saling tatap dengan pemikiran masing-masing, obrolan yang mereka ucapkan terdengar nyambung tidak nyambung, namun yang jelas apa yang Arhan maksud dengan pemahaman Ziana jelas berbeda. Ziana berpikir keras, raut wajahnya berubah bingung. Na

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 4

    Ziana memaksakan senyumnya karena Arhan tidak merespon, lelaki itu hanya menatap Ziana dengan tatapan yang rumit. "Kamu mengenalnya?" Jelas yang Arhan maksud adalah gadis tadi. "Mmm, dia temanku--" jawab Ziana cepat, dia pikir dengan mengakui Reyna sebagai teman agar Arhan tidak banyak tanya lagi. Sayangnya yang dipikirkan lelaki itu justru lain, Arhan punya pandangan liar soal Ziana yang lugu, tapi dibalik itu mungkin dia gadis yang cukup 'berani'. "Kamu punya banyak teman? Akan lebih baik kamu mengenal baik teman-temanmu, termasuk latar belakangnya," kata Arhan sebelum melangkah dan kembali melanjutkan niatnya ke toilet tanpa menunggu respon Ziana. Ziana tidak tahu maksud Arhan dengan jelas, namun dari sikap lelaki itu yang terasa dingin membuat Ziana tidak enak hati. ***Saat makan malam berlanjut, Arhan dengan gerakan yang tertata meraih piring Ofi lalu membantu wanita itu memotong steak menjadi lebih kecil dan mudah dimakan. Sontak saja tindakannya membuat Sandra dan Ofi te

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 3

    ***Sandra melihat mobil ayahnya yang terparkir di rumah sang nenek. Dia yang baru saja sampai setelah dari kampus, berjalan ke pintu utama. Tepat sekali di teras dia berpapasan dengan Aziel yang wajahnya ditekuk-tekuk. "Eh, Kak Aziel... mau ke mana? Aku baru sampe loh, ngobrol dulu, yuk?" Sandra sengaja menegurnya dengan senyum manis yang dibuat-buat. "Enggak usah--" sahut pemuda itu dengan ketus, dia kembali melangkah tanpa menghiraukan sepupunya yang tertawa mencibir. Sandra pasti tahu jika Aziel baru saja kena omel Paman dan juga Neneknya. "Nenek!" seru Sandra begitu masuk dan melihat Wina duduk bersama Arhan. Dia langsung memeluk wanita sepuh itu dan mencium pipi kanan-kiri. Dia sangat manja. "Mana nih hadiah ulang tahun buat cucu kesayangan?" Sandra menagih hadiah dari Wina, kemarin pernah menjanjikan cucunya itu sebuah kalung berlian. Wina terkekeh, "kamu ini... soal hadiah selalu saja cepet!" Dia pun bangkit, hendak ke kamarnya. "Tunggu di sini, Nenek ambil kan!""Oke!"

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 2

    Ziana berbalik, dia menghadap Arhan dan menyembunyikan bagian belakang tubuhnya lalu dengan canggung mengakui. "Ti--tidak, aku tidak terluka, Pak Arhan! Darah ini.... mm, aku sedang datang bulan--" jawabnya setengah menggumam dan menunduk dalam. Arhan tidak bereaksi, dia kembali memasang wajah tak acuh kemudian melangkah ke arah pintu, "kalau begitu cepat bersihkan dirimu." Ziana mengangguk, masih berdiri di tempat sampai lelaki itu benar-benar pergi dan tidak lagi terlihat. "Hah, memalukan!" rutuk Ziana sembari berjalan ke kamar mandi. Dia sangat malu, dia pikir Arhan pasti merasa jijik. ***Sejak tadi Sandra terus mencari-cari sosok Ziana, dia sangat menantikan kedatangan sahabatnya itu. Ziana berjanji akan datang, namun hingga acara hampir selesai batang hidungnya tidak kunjung terlihat. Selepas lulus sekolah enam bulan lalu, mereka belum pernah bertemu lagi karena kesibukan masing-masing, Sandra dengan segala aktivitasnya menjadi mahasiswi baru, sedang Ziana pontang-panting

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 1

    "Lap, sepatuku!" titah seorang pemuda yang baru saja keluar dari aula pesta dan dia menghampiri seorang gadis yang tadi berjalan di pinggiran kolam bernama Ziana. Ziana tertegun, dia diam sesaat dan menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang selain dia yang berdiri di sana. Tempat itu sepi, berbeda dengan aula pesta ulang tahun yang berada di rumah besar itu. Ziana menyingkir dari keramaian karena sadar pesta ulang tahun sahabatnya sangat mewah, dihadiri oleh banyak muda-mudi dengan pakaian yang mahal, berbanding terbalik dengan penampilan Ziana yang hanya memakai gaun sederhana, itu pun dia dapat dari meminjam teman.Ziana tidak mau membuat sahabatnya--Sandra--merasa malu. Dia berniat ingin menemui dan memberikan Sandra hadiah saat acaranya nanti selesai. Jadi Ziana menunggu di samping rumah, di mana ada sebuah kolam dan taman di sana. "Tuli? Cepat lakukan!" Aziel kembali memerintah, kali ini dengan menunjuk sepatunya dan memajukan kaki kanan di hadapan Ziana. Raut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status