Hukum sebab akibat akan selalu ada. Entah perbuatan baik atau buruk suatu saat nanti kita pasti menerima balasannya.
Sepekan setelah Ayah pulang tanpa Ibu, hari-hariku lebih merasa tenang dan damai. Begitupun dengan Ayah, ia terlihat lebih santai dalam menikmati hidup. Semoga saja hati Ayah benar-benar diliputi kebahagian.
"Yah, lagi apa?." tanyaku, aku langsung duduk disamping Ayah.
"Ehh. . .kamu San, nggak ngapa-ngapain sih Ayah." jawab Ayah tampak terkejut.
"Ayah sedang mikirin Ibu ya?." tanyaku hati-hati.
"Bukan sayang, Ayah malah lagi mencoba untuk melupakan beliau, meski bagaimana pun ia pernah menemani Ayah bertahun-tahun." tutur Ayah padaku.
Benar juga apa yang dikatakan oleh Ayah. Sejahat apapun Ibu ia juga telah menemaniku sejak kecil, tapi jika mengingat perlakuan buruknya padaku membuat hati ini bersedih.
"Yah, aku udah memutuskan lebih baik nggak melanjutkan sekolah dulu aja, sehabis lulus nanti Sandra berencana bekerja dulu buat ngumpulin duit." ucapku hati-hati.
"Nak, tugasmu itu hanya belajar. . .tak usahlah kamu memikirkan soal biaya dan segala macamnya, ada Ayah yang berada disampingmu." jelas Ayah menenangkanku.
"Bu-bukan begitu maksud Sandra Yah, kuliah itu membutuhkan uang yang tidak sedikit, buat makan saja kita sudah Alhamdulillah." sahutku kemudian.
Mendengar ucapanku, Ayah hanya terdiam cukup lama. Mungkin ia memikirkan ucapanku barusan. Aku sungguh tak ingin menjadi beban untuk Ayah pagi, apalagi diusianya yang sudah semakin tua.
"Ma-maafkan Sandara Yah. . . bu-bukan maksudku meremehkan Ayah." ucapku tergagap.
"Udah nggak pa-pa Nak, kamu benar kuliah memang memerlukan uang yang tak sedikit dan Ayah menyadari mungkin tak akan mampu memenuhi semua itu, tapi Ayah akan selalu berusaha melakukan yang terbaik." tutur Ayah parau.
"Makasih Yah, setelah kelulusan nanti aku berencana mengikuti Andin merantau ke kota, disana sudah ada Kakaknya pasti lebih berpengalaman kan." jelasku pada Ayah.
"Lantas disana kamu bakal kerja apa Nak, hidup dikota itu tidaklah mudah harus bisa membawa dan menjaga diri dengan baik." tutur Ayah menasehatiku.
"Disana aku bakal kerja ditempat kakaknya Andin juga kok Yah, Ayah do'akan saja supaya semua diberi kemudahan." pintaku padanya.
"Tentu saja Nak, tanpa kamu mintapun Ayah sudah pasti mendo'akanmu." balas Ayah padaku.
Kami berdua terdiam beberapa saat, sibuk dengan pikiran masing-masing. Beruntungnya dirumah ini tinggal aku dan Ayah, kemarin Indah menyusul ibunya ke rumah Nenek. Baru terasa kesunyian tanpa omelan ibu dan adik-adik tiriku itu.
"Emm Yah, kalau aku berangkat ke kota, terus Ayah gimana?." tanyaku bimbang.
"Jangan kamu risaukan soal itu Nak, kan banyak tetangga dekat. . . kita semua juga hidup rukun apa lagi yang perlu kau risaukan." tutur Ayah menenangkanku.
"Yah udah deh Yah, Sandra masuk kamar dulu mau belajar, lusa udah ujian kelulusan soalnya." tukasku kemudian.
"Iya sayang, belajar yang rajin ya Nak soal kerjaan rumah tak perlu kamu pikirkan. . . Ayah juga bisa kok ngerjain." pungkas Ayah.
Aku hanya tersenyum dan bergegas masuk kembali ke kamar. Disana tumpukan buku sudah menanti untuk segera kujamah. Berdebar itulah yang kurasakan kini, mengingat aku salah satu murid yang berprestasi namun tak bisa langsung melanjutkan study.
Hampir pukul 22.00 aku masih saja berkutat dengan aneka buku. Kebiasaanku sejak sekolah dasar, jika sudah membuka buku bakal lupa akan waktu.
Tok. . .
Tokk. . .Terdengar ketukan pintu kamarku. Mungkinkah itu Ayah, tak bisanya ia menemuiku malam-malam seperti ini. Aku bergegas melangkahkan kaki ini menuju daun pintu."Ayah, ada apa?." tanyaku sesaat setelah membuka pintu.
"Udah malam Nak kamu buruan tidur, belajarnya dilanjut besok lagi!." pinta Ayah padaku.
"I-iya Yah, ini aku juga mau istirahat kok". Jawabku kemudian.
"Ya udah beneran ya langsung tidur, kesehatanmu juga perlu kamu jaga!." tukas Ayah.
"I-iya Yah, selamat tidur Yah." pungkasku.
Ayah hanya tersenyum dan bergegas meninggalkanku. Semoga saja ia telah terbiasa tidur seorang diri tanpa kehadiran ibu tiriku lagi.
Selepas kepergian Ayah, aku bergegas membersihkan diri dan melangkah menuju ranjang sederhanaku, ranjang tua peninggalan Nenek kala itu. Perlahan tapi pasti mata ini akhirnya langsung terpejam menuju ke alam mimpi.
**
Pagi harinya aku bisa terbangun dengan keadaan bugar dan siap beraktifitas kembali. Segera aku menuju dapur dan menyiapkan menu sarapan untuk Ayah berangkat kerja.
Sedikit sisa nasi semalam, aku berencana mengolahnya menjadi nasi goreng sederhana. Ini merupakan menu andalanku dikala masih ada ibu dulu, sebab menu ini terbilang cukup sederhana dan mudah dibuat.
Tok. . .
Tokkk. . .
Terdengar ketukan pintu depan. Rasa penasaran membuatku bergegas kedepan untuk membuaka pintu, kutinggalkan begitu saja bumbu dapur yang belum sempat aku racik.
Kriettt. . .
"Assalamualaikum," sapa Mbak Dwi.
"Waalaikumsalam, eh Mbak Dwi tumben kesini, ada apa Mbak?," tanyaku penasaran.
"Ini San, ada sedikit makanan buat sarapan," ucapnya, ia menyerahkan satu rantang penug makanan, dari aromanya aku tau ini pasti masakan gulai.
"Wah makasih Mbak, repot-repot segala. . . emang ada acara apa ya Mbak?," tanyaku penasaran.
"Enggak ada acara apa-apa sih San, cuma banyak ayam dirumah jadi Bapak meminta sebagian untuk disembelih." jawabnya antusias.
"Sampaikan ucapan terimakasihku pada Bapakmu ya Mbak, setiap saat ada aja yang diberikan pada kami." ucapku kemudian.
"Iya sama-sama San, ya udah aku pamit dulu ya." pungkasnya kemudian.
Aku mengiringi kepulangan Mbak Dwi sampai ke ujung teras samping. Dari dulu memang keluarganya selalu baik kepada kami, alasan mereka jika aku bertanya semua itu karna kebaikan Nenekku dulu.
Selepas kepergiannya, aku kembali masuk kedalam. Kulangkahkan kaki ini menuju dapur, segera kubuka rantang pemberian tetanggaku tadi. Ternyata isinya sangat lengkap dari nasi, gulai ayam, tahu dan tempe goreng, hingga krupuk dan sambal sebagai pelengkapnya.
Tap. . .
Tapp. . .
Terdengar suara langkah kaki Ayah. Sepertinya ia akan menuju kedapur ini. Aku bergegas menyiapakan perlengkapan makan.
"Yah, yuk kita sarapan!," ucapku padanya.
"Kamu jam segini udah masak menu lengkap sekali Nak." jawab Ayah terkejut.
"Ini bukan aku yang masak kok, ini tadi pemberian Mbak Dwi, mari kita makan Yah!," pintaku padanya.
Aku bergegas menata semua makanan diatas meja. Tak lupa juga peralatan makan dan juga minuman hangat untuk Ayah.
Kulihat Ayah bergegas menarik salah satu kursi makan sederhana. Aku segera menuangkan teh hangat untuknya. Dengan senyum mengembang, ia menerima gelas pemberianku.
"Dimakan Yah, segini nasinya lagi?," tanyaku memastikan.
"Cukup Nak, nanti kalau kurang Ayah ambil lagi," jawabnya kemudian. Ia bergegas menikmati makanan yang berada dipiringnya itu.
Begitupun denganku, aku begitu menikmati gulai ayam ini. Menu yang sangat jarang bisa aku nikmati sebelumnya. Apalagi Mbak Dwi terkenal jago dalam mengolah makanan apapun.
"Nak, buruan dimakan!, kok malah melamun sih." ucap Ayah membuyarkan lamunanku.
"I-iya Yah, ini aku juga makan kok, Alhamdulillah ya pagi ini kita bisa sarapan enak." jawabku kemudian.
"Iya ya Nak, dulu waktu ada ibumu jarang sekali kamu jam segini bisa makan" sahut Ayah.
"Sudahlah Yah, yuk habiskan makannya!." pungkasku kemudian. Kulihat Ayah kembali menikmati sajian diatas piringnya.
Aku tak ingin Ayah kembali mengingat ibu. Bisa-bisa kembali bersedih dan tak bisa melupakan kenangan soal ibu.
Mengingat ibu, apa kabarnya beliau. Rasanya diri ini rindu akan omelan dan kemarahannya. Berpisah dengan Ayah pasti membuatnya kecewa, apalagi ia harus mengurus kedua anaknya yang sangat manja. Apakah ia bisa berubah?, dan menyesali perbuatannya selama ini.
Rasa keingintahuan terkadang akan muncul tanpa kita bisa mencegahnya, terkadang pula kita melakukan berbagai cara agar bisa mencari jawaban atas rasa keingintahuan kita itu sendiri.Setelah belajar cukup lama, selama 3 tahun. Akhirnya tibalah saat ini ujian kelulusan, hari ini bakal dilaksanakan. Aku begitu semangat dan antusias, mengingat hari aku berada dititik puncak perjuanganku."Ndun, rumahmu bukannya didesa sebelah ya?," tanyaku pada Hindun salah satu teman disekolahku."Iya bener San, aku disini ikut Nenekku biar tidak terlalu jauh berangkat kesekolahnya," tuturnya padaku."Ndun, kamu tau enggak kabar ibu tiriku gimana?," tanyaku penasaran."Bukannya ia selalu jahat sama kamu ya San, ngapain lagi kamu pengen tau kabarnya. Setauku ia saat ini lagi jadi bahan gosip dilingkungan rumahku, dia tuh ya baru saja berpisah dari Ayahmu tapi sudah gandengan dengan duda bar
9. Rahasia AyahTak terasa ujian kelulusanku selesai juga. Aku merasa begitu senang dan juga lega, titik perjuanganku bisa kuhadapi dengan cukup lancar. Dirumah pun Ayah juga tampak tersenyum lega melihatku."Yah, bolehkah Sandra tanya sesuatu?,' tanyaku meminta persetujuan."Tanyalah Nak, jika Ayah mampu jawab ya bakal kujawab," balas Ayah, ia tampak membuang nafas kasar."Kemarin Ayah kan bilang aku suruh tenang aja, emang Ayah masih punya tabungan kah?," tanyaku hati-hati, meski sedikit ragu tetap kuberanikan diri ini untuk berbicara."Oh. . .soal itu, iya meski enggak banyak dan tak berwujud uang, Ayahmu ini masih punya tabungan kok bekal masa depanmu kelak." Jawabnya meyakinkanku."Iyahkah Yah, tapi kalau enggak berwujud uang terus apa donk Yah," tanyaku penasaran."Coba kamu tebak!, anak Ayah ini kan pintar, berprestasi lagi," pinta A
10. Mengharap Pak Bayu🌷🌷🌷🌷🌷🌷Aku pasrah mengikuti Pak Bayu kerumahnya. Entahlah, semua ini diluar perkiraanku. Semoga saja Pak Bayu benar-benar orang baik yang mau menolongku dalam kesulitan ini.Mobil yang dikendarai supir Pak Bayu melaju membelah kemacetan ibu kota. Pada akhirnya mobil itu berhenti disalah satu rumah mewah dan megah."Sudah sampai, ayo silahkan turun!," pinta Pak Bayu padaku."I-ini beneran rumah Bapak," ucapku tergagap."Iya, udah yuk santai aja kali. Disana ada anak dan istriku," jawabnya, ia mengiringiku masuk kedalam rumah.Tapp. . .tappp. ."PAPA," teriak gadis seusiaku, ia keluar dari dalam kamar."Haii sayang," sapa Pak Bayu."Ini siapa Pa?, kok ikut pulang bareng Papa sih," tanya seorang ibu, mun
11. Kesempatan Besar UntukkuDengan sedikit rasa penasaran, aku menaiki tangga demi tangga menuju ruangan Bu Maya. Sebenarnya pekerjaan apa yang bakal diberikan Bu Maya padaku, memikirkan semua itu membuat pikiranku berkelana kemana-mana.Begitu sampai didepan ruangan Bu Maya, aku terdiam cukup lama. Kuatur nafas ini setenang mungkin, bagaimana pun juga aku tak akan mengecewakan kebaikan Bu Maya selama ini.Tok. . Tokkk"Masuk aja Sandra!," pinta Bu Maya dari dalam."Siang Bu, apa benar Ibu tadi memanggilku?," tanyaku hati-hati."Iya benar sayang, duduk disini sebentar ya!. Ibu mau nyelesain pembukuan ini dulu," pintanya padaku, matanya masih saja fokus pada laptop yang berada didepannya.Sembari menunggu Bu Maya selesai dengan pekerjaannya. Mata ini terus saja mengagumi ruangan kerja Bu Maya yang sanga
12. Keluarga Super Baik"Biar enggak penasaran, kamu buka aja!," pinta Meisya padaku."Wawww," mata ini langsung membelalak seketika.Berkali-kali aku mencubit lembut pipi ini, aku seolah tak percaya dengan apa yang aku lihat. Membanyangakannya saja aku belum berani, memgingat harganya yang pasti cukup mahal buatku."Mei,, ini beneran buatku?, ini kan mahal banget," ucapku seolah tak percaya."Iya, Sandra. Ini buatmu hadiah dari keluragaku. Semoga bisa membantu pekerjaanmu juga dan lebih-lebih bisa kamu gunakan buat kuliahmu nanti," tutur Meisya menyakinkanku."Wah, aku masih sedikit tak percaya Mei, tapi maksih banyak ya keluargamu memang super baik sekali. Padahal tak ada ikatan apapun denganku," ucapku haru."Udah deh Sand, sekarang kamu coba ya. Semoga suka, sekalian aku mau pamit dulu ya." Pungkasnya padaku.
13. Liburan Pertama KaliHari ini aku sangat senang sekali, pagi hari aku bangun lantas bersiap untuk berangkat ketoko. Kebetulan tak ada jadwal ngampus, jadi aku bisa fokus dalam bekerja.Seperti biasa aku turut serta membantu menyelesaikan pekerjaan dapur, tak lupa juga menata sarapan menjadi bagianku. Menu nasi goreng seafood menjadi pilihan pagi ini, semoga saja semua anggota keluarga Pak Bayu menyukainya."Selamat pagi Pak, Bu. Sarapan sudah siap," sapaku pada pemilik rumah ini."Pagi juga Sandra. Wah, ada nasi goreng kesukaanku banget ini. Meisya mana Sand?," tanya Bu Maya padaku."Masih tidur Bu, semalam sudah berpesan hari ini dia enggak ada kelas. Jadi dia ingin bebas dari bangun pagi," jawabku santai."Kok gitu sih, Sand coba kamu kasih tau Meisya biar bisa belajar bangun pagi. Syukur-syukur mau membantu perkerjaan rumah," ucap P
14. Isi Hati Pak Bayu🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒Ucapan pak Bayu membuat aku terus berfikir dan hati ini diliputi dengan kebimbangan. Bimbang antara perasaanku sendiri dan rasa sungkanku pada kelurga pak Bayu yang sudah banyak membantuku.Aku tak mengira jika pada akhirnya atasanku itu memiliki perasaan yang lebih padaku. Jujur dalam hatiku, aku juga memiliki perasaan yang sama, tapi hati nurani ini masih ada rasa sedikit sungkan dengan Bu Maya.Tok. . Tokk. . ."Sandra, kamu lagi apa ini?," sapa Bu Maya, ia tiba-tiba saja masuk kedalam kamar Meisya yang sekaligus juga jadi kamarku."Eh. . Bu Maya, enggak Bu. Ini saya cuma mainin ponsel aja kok. Ada apa ya Bu?," tanyaku.Aku yang sedari tadi asik berbaring manja diatas ranjang, bergegas duduk. Tentu saja aku harus tetap menghormati Bu Maya sebagai atasanku.Wanita can
15. Dimandikan KemewahanAku hanya bisa mengiyakan dan mengikuti ajakan Mas Bayu untuk melihat seperti apa apartement yang beliau maksud. Beliau juga begitu antusias saat menujukkan hadiah itu padaku.Didepan ruang resepsionis Mas Bayu tak lupa berpesan pada bawahannya untuk tidak menggangunya, sebab ia sedang ada acara penting katanya. Benar-benar buaya ternyata pria beristri ini."Silahkan masuk sayangku," ucap Mas Bayu, ia membukakan pintu mobil untukku."Mas, jangan berlebih. Ntar karyawanmu pada curiga," protesku padanya, aku bergegas masuk kedalam mobil."Sudahlah, mereka juga tak akan bisa berbuat apa-apa kok." Balas Mas Bayu santai.Mas Bayu mulai melajukan mobil, yah meski sedikit berdebar tapi aku tak sabar melihat seperti apa apartement itu.Mobil ini terus melaju hingga tak lama berselang berbelok disebuah ba