Share

9. Properti Sang CEO

Author: Nadia Styn
last update Last Updated: 2025-11-08 09:36:09

Mark berangkat ke Chicago pagi itu, didampingi oleh David. Hanya Corporate Turnaround, dia akan kembali ke New York sebelum sore.

Jet pribadi Mark dijadwalkan terbang dari Chicago pukul tiga sore, sehingga kemungkinan akan mendarat di bandara Teterboro sekitar pukul lima sore.

Aku memperkirakan kalau Mark akan langsung pulang ke penthouse begitu sudah tiba di New York. Akan tetapi, ketika aku sampai di meja kubikalku, aku menyadari kalau sepertinya Mark sudah kembali dan saat ini ada di ruangannya.

Aku mengetuk pintu mahoni ruangan itu, lalu membukanya perlahan untuk mengintip ke dalam.

Ternyata benar, dia memang sudah kembali. Kulihat dia berdiri di sisi ruangan dan sedang menuang wiski ke gelas, bunyi gemericik cairan itu tertangkap jelas di telingaku.

“Selamat sore. Kau sudah kembali rupanya,” sapaku setelah masuk ke ruangannya, menutup pintu dengan hati-hati. Aku mencoba untuk membiasakan diri bicara lebih santai pada Mark, karena mengingat perintahnya tempo hari.

Mark yang membel
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   27. Izin yang Tak Akan Diterima

    Setelah sempat mengobrol berdua dengan Inez kemarin—meski bagiku cenderung seperti mendengar hinaan halusnya terhadap Paula daripada mengobrol—aku semakin tidak bisa berhenti memikirkan tentang Paula.Masih kuingat ucapan David kepada Mark yang kudengar di Florida waktu itu, bahwa Paula ada di Berlin. Masih kupertanyakan pula, kalau wanita itu masih hidup, mengapa dia menghilang dua tahun terakhir? Lalu, apa yang sebenarnya Lily ketahui sebelum ibunya itu menghilang?Dan dalam sekejap, semua pertanyaan itu tersingkir dari pikiranku, digantikan oleh pertanyaan tentang Paula dan William Harold.Aku tahu, di dunia ini, nama William Harold bisa saja dimiliki oleh ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang lainnya.Tapi bagaimana kalau ternyata William Harold yang disebut ibunya Mark adalah William Harold yang pernah kudengar disebut oleh ibuku?“Tidak mungkin... memang apa hubungan ibu dengannya?”Saking kencangnya bisikan di kepalaku, aku tak sadar bahwa kalimat barusan bukan kuungkapkan dala

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   26. Nama yang Familier

    “Kau tidak seperti menantuku yang kukenal,” ucap Inez. “Kau... berbeda dari sebelumnya.”Aku terjebak kebisuan. Tak tahu harus bagaimana sekarang.Mark di sampingku berdeham pelan. Dia meletakkan sendok dan garpunya, lantas menengahi, “Bisakah Ibu tidak berbicara seperti itu di depan Lily?”Dia menoleh sekilas pada Lily dan melanjutkan, “Lily butuh keadaan yang nyaman, Ibu.”Inez mengembuskan napas panjang. Setelah menenggak sedikit air putihnya, dia melanjutkan sarapannya dan tak membahas persoalan tadi lagi.Aku hampir pura-pura pingsan agar bisa keluar dari ketegangan tadi.Sarapan selesai tepat pukul setengah sembilan. Aku membawa Lily ke kamar untuk menggantikan bajunya yang tadi ketumpahan susu.Lily menyentuh rambut panjangku saat aku sedang merapikan ikatan rambutnya. Selepas memiringkan kepala, Lily bertanya, “Kenapa rambut Ibu warna cokelat?”Aku terdiam.“Bukankah seharusnya rambut Ibu sama denganku? Rambut kita seharusnya mirip, Ibu.”Seulas senyum kutunjukkan padanya. Kub

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   25. Tidak Seperti Menantuku

    Untuk pertama kalinya, aku bertemu dengan kedua orang tua Mark, bahkan makan satu meja dengan mereka.Ini sangat canggung—setidaknya bagiku—karena setelah mendapatkan sikap tak ramah dari Inez, posisi dudukku kini justru persis berhadapan dengannya, saling berseberangan.“Apakah Kakek dan Nenek akan berlama-lama di sini?” tanya Lily di sela memakan panekuknya.Kuharap tidak. Sungguh. Kuharap mereka tidak berlama-lama.“Hanya hari ini, Sayangku,” jawab Inez. “Nanti malam, kami akan berangkat ke Florida.”Aku membatin bersyukur.“Kemarin, aku bersama ayah dan ibu baru saja pergi ke Florida,” ungkap Lily antusias.Kuyakin Inez sebenarnya sudah tahu, tetapi menyambut antusias cucunya, dia menunjukkan ekspresi terperangah. “Benarkah?”“Benar, Nenek. Aku bermain di pantai bersama ayah dan ibu, lalu membuat istana pasir yang besaaar sekali,” tutur Lily sembari merentangkan kedua lengannya. “Aku juga menemani ayah bekerja. Karena ibu bilang, ayah pergi ke Florida untuk bisnis.”“Kenapa kau ti

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   24. Menantu Palsu

    “Aku ingin seperti Dee Dee, Ibu.” Lily menggenggam rambutnya menjadi dua bagian, lantas melanjutkan, “Diikat dua seperti ini.”“Dee Dee? Hm... baiklah. Biar Ibu coba,” jawabku.Dengan tubuhnya yang sudah terbalut gaun putih bermotif bunga, Lily duduk tenang di kursi bermain berbentuk stroberi di kamarnya, menungguku untuk menata rambutnya seperti yang ia inginkan.Rambut Lily sudah pirang, seperti Dee Dee dalam kartun Dexter’s Laboratory, sehingga tak sulit bagiku untuk menatanya semirip mungkin dengan model ikat dua.“Sudah selesai!” ucapku beberapa menit kemudian.Lily beranjak dari duduknya, bergegas menghampiri cermin di sisi kamar. Senyumnya merekah lebar begitu melihat rambut pirangnya yang panjang sudah terikat.Dia berputar-putar di depan cermin, membiarkan bagian bawah gaunnya mengembang terkena angin, lantas mengagumi penampilannya sendiri pagi ini.Tak lama kemudian, pintu kamar Lily terbuka, Mark muncul.Lily langsung mendekati Mark dan melapor penuh semangat pada ayahnya

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   23. Sentuhan Pembangkit Adrenalin

    Aku ketiduran di kamar Lily, terbangun karena mendengar bel di depan penthouse dibunyikan.Saat kulihat jam dinding berbentuk kepala Hello Kitty di sisi kamar, kudapati kalau sekarang sudah pukul setengah satu malam.Lily tetap nyenyak dalam tidurnya. Dia pasti lelah setelah menunggu kepulangan ayahnya sampai ketiduran bersamaku beberapa jam yang lalu.Aku bergegas keluar dari kamar Lily, lantas membukakan pintu depan.“Mark? David?” Aku mengernyit kaget melihat keberadaan kedua pria itu di depan pintu.Entah apa yang terjadi pada Mark, tetapi bosku itu tampak setengah sadar dan dirangkul oleh David.“Nona Lily sudah tidur, ‘kan? Aku tidak langsung masuk karena khawatir dia belum tidur,” ujar David, melirik ke arah Mark yang dia rangkul, mengisyaratkan kalau dia tak mau Lily melihat kondisi ayahnya saat ini.Aku mengangguk cepat, lalu memegangi lengan Mark dan membantu menuntunnya untuk masuk.“Apa yang terjadi?” tanyaku cemas.“Tuan Lawrence minum terlalu banyak setelah makan malam d

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   22. Seperti Anak Sendiri

    Sudah lima hari berlalu sejak aku, Mark, dan Lily kembali ke New York setelah tiga hari kami berada di Florida.Lily semakin ceria pasca kami pulang. Tingkah manisnya yang penuh semangat, membuatku merasa cukup lega, karena tampaknya dia tak lagi memikirkan mimpi buruknya yang membuatnya histeris waktu itu.Sore ini sebelum pulang dari Lawrence Company, karena Mark harus pergi menemui rekan bisnisnya, aku mampir ke supermarket dan membeli beberapa kotak stroberi untuk Lily, agar Lily tidak murung menantikan kepulangan ayahnya.Gadis kecil itu sangat menyukai stroberi. Apa pun yang ia makan dan minum, jika bisa memiliki rasa stroberi, maka ia akan melahapnya.Tak heran jika di luar warna-warni kamar tidur Lily, ada kursi stroberi besar kesayangan Lily di antara minimalis dan elegannya interior penthouse Mark.“Selamat datang, Ibu!” sapa Lily begitu dia melihatku pulang.Aku tersenyum hangat pada gadis kecil itu. “Apa kau pergi les piano hari ini? David yang mengantar dan menjemputmu, ‘

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status