Share

Cukup Prita!

"Jadi dong masa ngga. Om Firas keluar dulu aja, aku malu," balas Prita bersemangat. Ia tidak ingin Firas melihat wajahnya yang memerah.

"Ya udah aku tunggu di luar, yah. Kalo kelamaan, mending ngga usah jadi aja," kata Firas lagi sengaja agar Prita cepat-cepat keluar.

"Dasar pria tua bangka bawel!" racau Prita pelan, namun masih bisa didengar oleh Firas.

"Apa kamu bilang?" Firas menaikkan nada suaranya mendengar kata-kata Prita.

"Eh, ngga Om ganteng. Cepet sana keluar duluan. Sebentar lagi aku nyusul," sahut Prita pura-pura berkata manis.

Akhirnya Firas keluar dan menunggu di ruang tamu. Ia tidak lupa untuk mengecek rekaman CCTV di kamar saat ini. Ia melihat Prita membuka selimut sambil mengipas-ngipas tubuhnya dengan kedua tangannya. Ia kepanasan karena terlalu lama bersembunyi di dalam selimut.

Setelah itu, ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia melakukannya hingga berkali-kali. Kemudian bangkit sambil menepuk pipinya dan mengucapkan kata semangat.

Firas bergegas mematikan ponselnya dan meletakkannya di saku celana. Ia takut ketahuan karena sebentar lagi Prita akan muncul.

"Ayo, Om!" ajak Prita tanpa menoleh sedikitpun. Ia berjalan keluar menuju garasi mobil.

"Dasar anak songong!" kata Firas berjalan di belakang Prita.

Mendengar apa yang dikatakan Firas, Prita menoleh ke belakang sambil nyengir kuda. Ia menunjukkan gigi gingsulnya dengan lesung pipi yang menghiasi wajahnya.

"Manis, sih, tapi songongnya ngga ketulungan," batin Firas memuji kecantikan Prita.

Sampai di depan mobil, Prita masuk ke dalam dan duduk di kursi penumpang. Kemudian disusul oleh Firas yang masuk dan duduk di kursi kemudi. Prita pikir, akan ada supir yang mengantar mereka pergi berbelanja, tapi ternyata Firas mengemudi sendiri.

"Loh, Om Firas nyetir sendiri? Ngga pake supir aja? 'Kan kaki Om baru banget sembuh? Emang ngga takut kenapa-napa gitu?" Prita nyerocos seperti kereta yang tidak ada remnya.

"Nggalah. Emangnya kamu ngga liat kaki aku udah bener-bener sehat?" kata Firas sambil menggerak-gerakkan kakinya. Padahal kaki Firas memang tidak bermasalah. Selama ini ia hanya berpura-pura lumpuh saja.

"Udah cepet sini kamu pindah ke depan. Lebih enak nyetir sendiri. 'Kan kalo mau ngapa-ngapain di mobil bebas. Ngga usah mikirin ada orang lain yang bakal merhatiin," kata Firas membuat Prita menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Ngga mau! Aku mau duduk di sini aja," sahut Pritaa tegas sambil menggelengkan kepalanya.

Firas memang suka banget menjahili Prita. Mungkin ada sensasinya tersendiri bagi pria itu.

"Kamu pikir aku sopir. Cepet pindah ke depan! Kamu mau jalan sendiri apa mau aku paksa," kata Firas tersenyum menyeringai.

Aneh rasanya melihat Firas tersenyum menyeringai. Seperti ada sesuatu yang yang pria itu rencanakan.

"Aku bisa, aku bisa sendiri. Dasar bawel tukang ngancem!" sahut Prita lebih memilih jalan sendiri pindah ke depan. Kemudian ia bergumam mengatai Firas.

"Nah, gitu dong. Kalo nurut gini 'kan enak. Jadi keliatan lebih anggun," kata Firas membuat Prita mengomat-ngamitkan bibirnya.

"Ngomong-ngomong ini gaun siapa, Om? Kok, kayak bekas guntingan gini," tanya Prita menyentuh ujung gaun yang terlihat tidak rata.

"Ngga usah banyak tanya," sahut Firas malas.

"Cieee... jangan-jangan ini baju mantan pacar Om Firas, yah? Cieee... masih sayang nih ye makanya masih disimpan," kata Prita menggoda.

"Hentikan, Prita!" dalih Firas tidak ingin membahas masa lalunya. Karena itu hanya akan mengingatkan luka hatinya yang begitu dalam.

"Cie ciee... Om Firas. Ada yang masih cinta nih sama mantannya." Prita masih saja menggoda Firas. Tanpa melihat ekspresi wajah Firas yang sudah menghitam karena menahan amarah. Gadis itu benar-benar tidak bisa melihat situasi.

"Cukup, Prita!" bentak Firas sambil membanting setir dan menepikan mobilnya.

Prita tersentak mendengar Firas membentaknya. Jantungnya berdegup kencang karena ketakutan.

Setelah menepikan mobilnya, Firas menarik bahu Prita dengan kasar. Ia menatap Prita dengan bola mata yang memerah.

"Aku bilang cukup, tapi kamu masih ngga mau denger. Jadi, terima hukuman kamu," kata Firas sebelum akhirnya melumat bibir imut Prita.

Firas melumat bibir Prita dengan kasar. Bahkan ia tidak sadar sudah menggigit bibir bawah Prita. Sedangkan sang empu hanya terdiam menerima hukumannya. Matanya terbuka lebar dengan ekspresi pasrah. Air matanya mengalir karena menahan sakit, akibat dari gigitan Firas di bibirnya.

Merasa anyir di lidahnya dan ada sesuatu yang basah di pipinya. Firas melepaskan lumatannya dan melihat Prita yang terdiam dengan air mata yang terus mengalir. Pandangannya beralih pada bibir Prita yang membengkak. Darah segar mengalir deras menetes ke dagu hingga gaun yang ia kenakan.

"Astaga! Apa yang sudah aku lakukan?" tanya Firas pada dirinya sendiri.

Ia memundurkan tubuhnya, tidak percaya dengan apa yang ia lakukan. Apalagi ketika melihat Prita yang hanya terdiam. Membuatnya semakin merasa bersalah. Firas menyadarkan dirinya dan kembali mendekat ke arah Prita. Ia mencoba menyentuh luka di bibir Prita, tetapi dengan cepat Prita menepisnya.

"Ngga perlu! Aku baik-baik aja," kata Prita menepis tangan Firas

Ia mengambil tissue dan menyekanya perlahan. Ia mengusapnya seperti tidak ada rasa sakit sama sekali. Mungkin sakit hatinya jauh lebih besar daripada sakit di bibirnya.

"Maaf, maafin aku Prita. Aku bener-bener ngga sengaja. Aku tadi emosi, jadi ngga bisa berpikir jernih," lirih Firas memohon maaf.

"Kita putar balik aja. Lain kali, baru kita beli bajunya," kata Prita menatap ke arah jendela. Sambil sesekali menyeka darah yang mengalir di bibirnya.

"Terus seragam kamu gimana? Kita ke rumah sakit dulu aja, obatin luka kamu," sahut Firas khawatir dengan luka Prita.

"Suruh sopir ambil baju di rumah bapak, sekalian perlengkapan sekolah. Dan, ngga perlu ke rumah sakit. Ngga perlu diobati, besok juga udah sembuh," kata Prita ketus.

Firas menghela nafas kasar dan memutar balikkan mobilnya. Sepanjang perjalanan, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka berdua. Prita menatap keluar dengan tatapan kosong. Sedangkan Firas sesekali melirik ke arah Prita. Ia merutuki kebodohannya karena tidak bisa mengontrol emosinya.

Sampai di rumah, Prita langsung ke kamar membanting pintu dengan keras. Kemudian, ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Tanpa membersihkan lukanya, ia tertidur dengan posisi miring.

Selang tiga puluh menit, Firas mengendap-endap masuk ke dalam kamar. Ia menatap punggung Prita dengan tatapan sendu. Ia berjalan mendekat dan mendengar suara nafas Prita yang teratur.

Firas mengambil kotak obat di laci. Ia membersihkan dan mengobati luka di bibir Priita. Karena lukanya sudah mengering, ia sedikit kesulitan membersihkannya. Prita merasakan perih di bagian bibirnya. Ia membuka matanya dan langsung menutupnya kembali.

Hatinya terasa menghangat dan rasa kesal di dadanya menghilang seketika hanya karena perlakuan Firas saat ini. Seperti inilah wanita, hatinya mudah luluh hanya dengan sedikit perhatian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status