Share

Mengendap-endap

"Maaf. Aku cuman ngga suka ada yang bahas tentang masa laluku," lirih Firas mengecup kening Prita dan keluar menuju ruang kerjanya.

Prita bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Memangnya ada apa dengan masa lalu Firas? Kenapa ia begitu marah ketika Prita membahas tentang masa lalunya? Apa yang membuatnya begitu terluka? Prita penasaran dengan apa yang terjadi pada masa lalu Firas.

Sampai pagi hari, Firas masih berada di ruang kerjanya. Muncul lingkaran hitam di bawah matanya. Itu karena semalam ia tidak memejamkan matanya sama sekali. Ia benar-benar merasa bersalah dengan apa yang telah ia lakukan terhadap Prita.

Malam pertama mereka terlewat begitu saja. Meskipun mereka tidur satu kamar juga, belum tentu mereka melakukannya karena Prita masih kelas tiga SMA. Jadi, tidak mungkin bagi keduanya untuk melakukannya. Dan satu hal lagi, pernikahan mereka bukan atas dasar cinta. Jadi, akan sangat tidak mungkin bagi mereka berdua untuk bermesraan.

"Mas Firas mana? Kok, ngga ikut sarapan?" tanya Prita pada Surti.

Hari ini Prita berangkat ke sekolah. Beruntung ketika ia bangun tidur tadi, seragam dan peralatan sekolahnya sudah tersusun rapi di atas sofa. Kalau tidak, maka hari ini ia harus bolos sekolah.

"Saya ngga tau, Nyomud. Dari pagi saya ngga liat Tuan. Mungkin sekarang Tuan sedang berada di ruang kerjanya," jawab Surti.

"Oh gitu," kata Prita melirik ke arah ruang kerja Firas.

Priita bergegas menghabiskan sarapannya. Ia berencana menghampiri Firas untuk meminta ongkos dan uang jajan. Tidak lupa pula untuk berpamitan. Akan tetapi ia bingung, apakah ia harus mengetuk pintu dan masuk ke dalam atau langsung berangkat. Ia hanya mondar-mandir di depan pintu kebingungan. Namun, ketika Firas membuka pintu, Prita berlari menjauh. Ia berpura-pura sedang mengecek debu di vas bunga.

"Kamu ngapain di situ? Ngga berangkat ke sekolah? Udah siang loh," kata Firas melihat jam di dinding menunjukkan pukul tujuh kurang.

"Iyah, Om, tapi aku belom di kasih ongkos sama uang jajan. 'Kan aku ngga bawa sepeda," sahut Prita pelan sambil melirik ke arah Firas. Namun ketika Firas menatapnya, ia langsung menunduk.

"Kamu tunggu sebentar! Aku mau ke kamar dulu. Nanti biar aku anter ke sekolah," kata Firas berencana untuk cuci muka dan sikat gigi.

"Tapi, Om-- " sahut Prita terputus.

Firas tidak menghiraukan ucapan Prita. Ia masuk ke dalam kamar dalam keadaan lelah. Setelah keluar, ia terlihat sangat segar. Di tangan kirinya ia menggenggam dompet dan di tangan kanannya menggenggam kunci mobil. Ia membuka dompetnya dan menyerahkan beberapa uang seratusan ribu pada Prita.

"Ini," kata Firas sambil menyerahkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah.

"I-ini?" sahut Prita sambil mengulurkan tangannya.

"Kenapa? Kurang?" tanya Firas menyerahkan beberapa lembar lagi.

"Ng-ngga, maksud aku... " sahut Prita terbata.

"Terus apa?" tanya Firas menyerahkan beberapa lembar lagi.

"Bukan, Om. Ini terlalu banyak. Aku biasa di kasih ongkos sama uang jajan dua puluh ribu sama Bapak. Ini kebanyakan," sahut Prita mengembalikan tujuh lembar uang kertas berwarna merah itu pada Firas.

"Oh gitu. Ya udah, ntar kalo ada keperluan apa-apa di sekolah kamu bilang aja sama aku, yah?" kata Firas meminta Prita agar memberitahunya jika Prita ada kebutuhan sekolah.

"Iyah, Om," sahut Prita menunduk.

"Ya udah ayo. Udah siang, ntar kamu malah telat," ajak Firas menarik tangan Prita.

Mendengar kata terlambat membuat Prita mengingat Pak Irsyad. Karena hari ini dan di jam pertama adalah pelajaran bahasa Inggris. Setiap hari Senin, ia akan selalu sengaja terlambat. Demi bertemu dengan Pak Irsyad di ruangannya. Tapi rasa-rasanya Prita tidak memiliki semangat lagi. Mungkin hari ini adalah hari terakhirnya terlambat datang ke sekolah.

"Kamu kenapa? Masih marah sama aku?" tanya Firas melihat Prita terdiam. Karena tidak mendapat jawaban, Firas menyentuh bahu Prita.

"Eh, kenapa Om? Om Firas ngomong sama aku?" tanya Prita terkejut menunjuk ke arah hidungnya.

"Aku tanya, kamu masih marah ngga sama aku?" tanya Firas lagi.

"Ngga kok. Aku cuman lagi mikirin sesuatu aja," balas Prita menggeleng mantap.

Ia memang sudah tidak marah lagi semenjak Firas mengobati lukanya semalam. Dan sekarang, ia sedang memikirkan Pak Irsyad si pujaan hati.

"Kamu mikirin apa? Kalo butuh sesuatu, bilang sama aku," tanya Firas penasaran.

Prita menghela nafas kasar dan menjawab, "Hari ini adalah hari langgananku terlambat ke sekolah, Om."

"Loh, emang ada hari kayak gitu?" tanya Firas mengerjapkan matanya.

"Ada. Padahal aku udah nikah, tapi masih keingetan dia aja," sahut Prita menunduk.

Hati Firas terasa diremas-remas mendengar penuturan Prita. "Tapi, dia siapa?" tanya Firas dalam hati.

Firas terlalu memikirkan siapa dia yang dimaksud oleh Prita hingga ia tidak sadar sudah melewati gerbang sekolah beberapa meter.

"Om, brenti Om, brenti. Yah, Om Firas. Ini kelewatan jauh. Om Firas gimana, sih? Udah tau aku telat, tapi malah dibikin tambah telat," keluh Prita mendengus kesal.

"Iya, iya maaf. Aku tadi lagi ngga fokus," sahut Firas meminta maaf sambil memutar balikkan mobilnya.

"Kalo lagi nyetir mobil itu harus fokus, Om. Ngga boleh mikirin hal-hal yang bisa menimbulkan kecelakaan," kata Prita mengingatkan.

Firas mulai bertanya-tanya siapa Irsyad yang Prita maksud. Apakah kehadiran Irsyad di tengah-tengah pernikahan mereka berdua akan membuat Firas terganggu? Ya, meskipun pernikahan mereka bukan dilandasi oleh cinta.

"Iya, maaf," sahut Firas meminta maaf lagi.

Sampai di depan gerbang, sekolah sudah terlihat sepi. Waktu menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh menit. Prita bergegas mencium punggung tangan Firas dan turun. Ia berdiri di depan gerbang meminta Pak Bambang agar membuka pintu gerbang untuknya. Namun, Pak Bambang menolak karena mendapat mandat dari Pak Irsyad.

"Ayolah Pak Bambang! Prita mohon buka pintu gerbangnya, yah yah yah!" kata Prita memohon dengan kedua tangannya memegang besi pintu gerbang.

"Ngga bisa, Neng Prita. Tadi pagi Pak Irsyad sudah mewanti-wanti saya agar tidak membukakan gerbang untuk Neng Prita," sahut Pak Bambang menjalankan perintah yang diberikan oleh Pak Irsyad.

Melihat Priita yang nampak putus asa membuat Firas tidak tega. Ia turun dari mobil dan menghampiri Pak Bambang. "Pagi, Pak. Bisa tolong izinkan Prita masuk. Masalah setelah ini biar saya yang urus," kata Firas tegas menunjukkan kewibawaannya.

Pak Bambang menoleh ke asal suara. Ia terlihat seperti orang yang sedang menatap cahaya matahari. Silau, benar-benar menyilaukan. Firas terlihat seperti matahari terbit yang sangat menyilaukan mata.

"Maaf, Pak, tapi saya tidak berani karena Pak Irsyad yang memberi saya perintah. Ini juga karena kesalahan Neng Prita yang selalu terlambat di hari yang sama dan di pelajaran yang sama," terang Pak Bambang.

Mendengar perkataan Pak Bambang membuat Firas berpikir. Apakah dia yang Prita maksud adalah Pak Irsyad?

"Ngga papa biar saya yang tanggung jawab," kata Firas meyakinkan.

"Baiklah." Pak Bambang menyerah dan membukakan pintu gerbang.

Prita mengangguk menatap Firas dan bergegas masuk ke dalam. Firas menatap punggung Prita yang semakin menjauh. Ia penasaran mengenai dia yang Prita maksud. Akhirnya ia memutuskan untuk bertanya pada Pak Bambang.

"Maaf, Pak. Saya boleh tanya sesuatu?" kata Firas memulai percakapan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status