"Maaf!" lirih Anggi dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
"Maaf, A. Maaf karena aku udah bikin Aa Za sakit," lirih Anggi memukul-mukul dadanya yang terasa sesak.
"Ya Allah, Anggi. Kamu kenapa nangis? Maafin aku yang ngga sengaja bentak kamu," ucap Zafran.
Ia turun dengan memegang tiang infus. Ia berjalan dan berlutut di kaki Anggi, yang sedang duduk di tepi ranjang pasien, dengan posisi kaki yang menggelantung ke bawah.
"Maaf!" Anggi masih bergumam mengucapkan kata maaf.
"Maaf buat apa? Aku mohon jangan seperti ini. Bukankah aku baik-baik saja. Kecelakaan kemarin hanya kecelakaan biasa. Lihat saja! Aku hanya mengalami lecet-lecet di bagian wajah, Tangi, dan kakiku. Selebihnya, aku baik-baik saja," kata Zafran mengatakan kenyataannya. Bukan hanya ingin menenangkan Anggi semata.
Anggi masih saja menunduk tidak menghiraukan ucapan Zafran. Hanya suara isakkan saja yang terdengar di telinga laki-laki itu. Ia menatap ke atas tepat di bawah wajah
[Lo di mana, sih, Van? Udah siang gini ko belom nongol juga. Gue kesepian tau kalo ngga ada lo. Cengiluk sana celinguk sini udah kaya orang ilang.]Saat ini, Rena sedang menunggu Vanya di kelas. Sudah lewat dari satu jam pelajaran tapi sahabatnya belum juga datang. Dari pagi ia sudah beberapa kali menghubunginya. Namun ia tidak mendapat jawaban.[Duh, kesian amat temen gue. Gue izin, Na. Sekarang gue lagi jalan mau jenguk abang gue di rumah sakit.][Emang Pak Irsyad kenapa? Sakit?][Iya. Kemaren katanya hampir ketabrak mobil. Untung ada yang nolongin. Tapi sayangnya, yang nolongin malah yang ketabrak.][Innalilahi. Ya ampun, cepet sembuh ya Van buat Pak Irsyad.][Iya, Na. Makasih banyak yah.]Vanya turun dari mobil di area rumah sakit. Ia mencoba menghindar dari cahaya matahari, dengan cara menutupi wajah menggunakan telapak tangannya. Ketika itu, ia melihat sekilas sosok seseorang yang ia kenal. Ia bersembunyi di balik tembok d
"Kamu ini apa-apaan, sih, Dek? Ya ngga lah. Kemaren abang itu lagi mau ke mini market sebrang jalan. Karena ujan gede, jadi abang ngga fokus dan ngga liat ada mobil yang mendekat," elak Pak Irsyad beralasan.Pandangan matanya mengarah ke arah lain. Ia tidak berani menatap mata adiknya, karena takut ketahuan sudah berbohong."Masa? Tapi Vanya ngga percaya tuh," ujar Vanya meragukan jawaban sang kakak."Terserah kamu aja, sih, mau percaya atau ngga," jawab Pak Irsyad."Tapi ko bisa-bisanya yah, si Prita pacaran sama om-om. Apa dia ngga takut didatengin sama istrinya. Atau jangan-jangan dia itu sugar baby nya om-om itu," kata Vanya membuat Pak Irsyad tersedak. Padahal saat ini ia tidak memakan apapun."Ngga usah bahas masalah Prita. Kamu ngga tau apa-apa tentang dia. Lebih baik diam sebelum kamu menyesal," sahut Pak Irsyad mengingatkan.Ia tahu bagaimana kebenarannya tentang Prita. Sebuah kebenaran yang sangat menyakitkan hatinya. Jadi, ia tida
Indira berjalan mengendap-endap mengikuti Firas dari belakang. Ia penasaran siapa orang yang sedang dirawat. Sesekali ia bersembunyi ketika Firas menoleh ke belakang. Laki-laki itu nampak curiga ada seseorang yang membuntutinya."Ko aku ngerasa kaya ada yang ngikutin yah?" batin Firas curiga.Laki-laki itu menoleh ke belakang, namun tak ada seorang pun di sana. Kemudian, ia memiliki sebuah rencana untuk menangkap basah orang yang mengikutinya dari belakang. Ia masuk ke dalam ruang perawatan yang terbuka. Ia bergegas masuk ke dalam dan menutup pintu. Ia ingin tahu, siapa yang berani membuntutinya."Loh, Mas Firas mana? Ko tiba-tiba ngilang gitu aja, sih. Apa jangan-jangan ruangannya di dekat sini," gumam Indira mengedarkan pandangannya mencari sosok Firas.Wanita itu berjalan ke depan tanpa tahu, bahwa Firas sedang bersembunyi di sebuah ruangan, yang sebentar lagi akan wanita itu lewati. Masih dengan langkah pelan, ia mencari sosok Firas."Kir
"Indira!" teriak Firas melihat Indira turun dari mobil dan berlari ke arah istrinya berada.Laki-laki itu berbalik arah dan bergegas mengejar Indira. Detak jantungnya berdegup kencang karena takut Indira akan berbuat nekat pada istrinya.Sementara Prita, ia hanya duduk santai menyandarkan kepalanya di kursi. Ia tidak tahu-menahu mengenai kedatangan Indira. Ia hanya menunggu sang suami membukakan pintu untuknya. Ketika ia berpikir bahwa suaminya yang membuka pintu. Ia langsung menoleh ke samping dan melihat Indira sedang tersenyum menatap ke arahnya."Halo," sapa Indira melambaikan tangannya."I-iyah," balas Prita terbata.Firas langsung menarik tangan Indira dengan kasar. Ia terlihat seperti menyeret wanita itu ke arah mobilnya. Lantas membuka pintu mobil dan memintanya untuk pergi."Pergi dari sini sekarang juga atau--" Firas mendorong Indira masuk ke dalam mobilnya."Atau apa?" potong Indira."Atau mau aku seret keluar!" bent
"Gimana kalo kita nyoba season dua di sini?" sambung Firas meminta melanjutkan aktivitas yang baru saja mereka lakukan."Gimana mau ngga?" sambung Firas."Ih, Om Firas apaan, sih," keluh Prita menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Hehehe... becanda," balas Firas menarik tangan Prita dan mengecupnya.Sebenarnya, jika Prita mengiyakan ajakannya. Ia akan dengan senang hati melanjutkan season ke dua. Meskipun rencananya hanya akan melakukannya di satu season. Tapi dalam sekejap ia kembali menegang ketika sibuk membersihkan tubuh istrinya.Setelah selesai, ia memakaikan handuk mandi untuk dirinya sendiri dan juga untuk istrinya. Kemudian, ia mengambil bath towel atau handuk persegi panjang di rak yang ada di rak dekat wastafel. Ia mencoba mengeringkan rambut istrinya. Lantas setelah selesai, ia mengangkat istrinya keluar kamar mandi dan mendudukkannya di depan meja rias.Tidak hanya berhenti di situ saja. Kini Firas mencoba untu
"Seandainya Zafran ada di sini, mungkin dia akan dengan sigap memberiku solusi. Apa boleh aku meminta bantuan darinya? Ah... tapi dia masih dirawat dan butuh istirahat," gumam Firas masih membentur-benturkan kepalanya di setir mobil."Tidak ada pilihan lain. Aku harus menyelesaikan semuanya sendiri," gumam Firas lagi.Laki-laki itu memutarbalikkan mobilnya dan kembali ke sekolah istrinya. Beruntung ia belum jauh dan baru sekitar satu kilometer saja. Ia membunyikan klakson sambil menjulurkan kepalanya."Bapak masih ingat saya?" tanya Firas pada penjaga keamanan sekolah."Pak Firas, yah? Iya, saya masih ingat," jawab Bambang."Boleh bukain gerbangnya ngga Pak? Saya ada urusan penting dengan kepala sekolah," kata Firas meminta agar Bambang membuka pintu gerbang."Iya Pak, tentu saja," jawab Bambang bangkit dan bergegas membukanya."Terima kasih banyak. Tapi saya boleh minta tolong lagi ngga Pak?""Boleh. Pak Firas mau minta tolong
"Kenapa? Kenapa Om Firas tega ngelakuin ini?" tanya Prita dengan suara paraunya. Air mata masih mengalir deras di pipinya."Maaf. Aku terpaksa ngelakuin ini demi kamu dan anak kita," balas Firas menggenggam erat tangan istrinya."Aku ngga mau sampe temen-temen sekolah menilai buruk tentang kamu. Aku takut terjadi sesuatu dengan anak kita," sambung Firas. Jantungnya serasa lolos seketika tepat di saat Prita melepaskan genggamannya."Aku bisa mengatasi semuanya sendiri. Bukankah sebelumnya aku udah bilang sama Om Firas. Kalo aku udah ngga kuat, aku bakal minta tolong sama Om Firas. Tapi apa sekarang?" sahut Prita menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Anggi, tolong bantu aku jelasin semuanya sama Prita," pinta Firas dengan mimik memohon.Prita menoleh dan melihat raut bingung di wajah sahabatnya. Ia mengerutkan keningnya penasaran. Kenapa Firas meminta agar Anggimembantunya menjelaskan."Mending lo dengerin penjelasan Om
"Tapi gimana caranya Vanya minta maaf sama Prita, Bang?" tanya Vanya menatap sang kakak. Ia tidak tahu bagaimana caranya meminta maaf."Kamu minta maaf aja langsung ke orangnya," sahut Pak Irsyad malas. Ia berjalan dan duduk di sofa di depan sang adik. Ia menghempaskan tubuhnya dengan nafas berat."Tapi Vanya malu, Bang," ujar Vanya menunduk."Kalo tau bakal malu kenapa ngga mau dengerin peringatan abang kemaren?" sahut Pak Irsyad kesal."Maaf!" lirih Vanya."Ya udah. Ntar abang anterin kamu ke rumah Prita. Ngga mungkin 'kan kalo kamu minta maaf di depan banyak orang?"Merasa kasihan pada sang adik, akhirnya Pak Irsyad memutuskan untuk mengantar Vanya ke rumah Prita, sepulang sekolah nanti. Beruntung waktu itu ia sempat mengantar Prita pulang waktu hujan turun. Jadi, ia tidak perlu bertanya pada siapapun."Ngga lah Bang. Vanya malu kalo harus minta maaf di depan banyak orang. Orang bakal ngomong apa nanti," sahut Vanya."