Share

Keterpaksaan

"Iya, Pak. Tapi, udah malem begini emang bisa langsung diurus?" tanya Prita masih berharap pernikahan ini akan dibatalkan.

"Kamu ngga perlu khawatir, Prita. Semuanya biar aku aja yang urus. Kalo duit yang berbicara, ngga akan ada masalah," jawab Firas sombong.

"Hmmm ... Sombong!" kata Prita sambil memajukan bibirnya.

"Ini orang satu emang sombongnya ngga ketulungan. Sok kaya, nyebelin, ngeselin, pokoknya semuanya ada dalam dirinya. Awas aja kalo gue udah jadi istrinya. Bakal gue hambur-hamburin uangnya sampai tak bersisa, hahaha... " batin Prita tertawa terbahak-bahak.

"Bukannya sombong, tapi fakta," sahut Firas sambil mengangkat dagunya.

Sebenarnya Firas itu tampan. Hanya kakinya saja lumpuh. Jika dilihat-lihat, ia merupakan tipe laki-laki idaman semua wanita.

"Ganteng iya, kaya iya, lumpuh iya. Eh, maksudnya itu kekurangannya," batin Prita lagi.

"Ngomong-ngomong, ini udah malem loh yah. Tapi situ, kok, ngga pulang-pulang," kata Prita mengusir secara halus.

"Ngusir nih ceritanya. Lagian ini rumah juga bakal jadi rumah aku juga," sanggah Firas tidak mau kalah.

"Terserah situ ajalah biar seneng," balas Prita malas.

"Ya udah. Pak, Bu, saya pamit pulang dulu yah. Ngga enak udah ada yang ngusir," kata Firas melirik ke arah calon istrinya.

Susilo meremas kedua lututnya menahan amarah akibat sikap sang putri yang tidak habis-habisnya membuatnya malu di depan Firas. Entah apa yang akan ia lakukan nanti, setelah calon menantunya pulang.

"Bagi yang merasa aja," sahut Prita memutar bola matanya malas.

"Ngga usah didengerin Nak Firas. Prita emang orangnya gitu," kata Wati membuat Firas tersenyum.

"Hati-hati di jalan yah, Nak Firas," ucap Susilo sambil menepuk bahu Firas.

"Iyah Pak, Bu, saya pamit pulang."

Prita mendengar suara Firas yang semakin menjauh tanpa melihat wajahnya. Karena memang gadis itu langsung pergi ke kamar.

Setelah kepulangan Firas, Susilo dan Wati menyusul Prita ke kamarnya. Di saat-saat seperti inilah yang membuat gadis itu merinding. Karena Susilo tidak ada habisnya memarahi Prita. Sampai-sampai ia mengangkat tangannya dan menampar pipinya.

"Dasar anak tidak tahu sopan santun. Diajarin bener-bener tapi kayak ngga pernah diajar. Bikin orang tua malu aja. Pokoknya mulai besok, kamu harus bersikap sopan pada Firas. Kalo sampai bapak denger ataupun melihat kamu seperti tadi. Bapak anggap tidak mempunyai anak seperti kamu." Susilo meluapkan emosinya yang sedari tadi ia tahan.

Sepertinya kali ini Prita benar-benar melakukan kesalahan besar. Lihat saja bagaimana sikap ayahnya saat ini. Sedangkan sang ibu, ia hanya menasehatinya dengan perhatian. Membuat tangis yang gadis itu tahan semakin pecah.

"Maaf Pak, Bu. Aku cuman ngga pengen nikah sama dia," batin Prita menangis kesakitan.

Semenjak kedatangan Firas ke rumahnya. Prita sengaja berkata kasar agar pria itu mengurungkan niatnya. Walaupun rumah yang akan menjadi jaminannya. Tapi jika Prita diberi kesempatan, ia akan belajar dengan giat. Dan setelah lulus sekolah nanti, ia akan mencari pekerjaan untuk mencicil hutang keluarganya. Tapi entah apa yang membuat Firas semakin tertarik padanya. Apa jangan-jangan dia tahu alasan Prita bersikap tidak sopan?

Malam ini, Prita benar-benar tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Air matanya tidak henti-hentinya mengalir. Sampai saat waktu subuh tiba, ia baru terlelap. Dan ketika sang ibu membangunkannya, matahari sudah menyapa.

"Loh, mata kamu kenapa, Sayang?" tanya Wati melihat mata putrinya membengkak.

"Ngga papa, kok, Bu. Kayaknya semalem Prita digigit semut deh, makanya mata Prita bengkak begini," jawab Prita beralasan.

Padahal semalam air matanya bagai hujan deras yang tidak berhenti mengalir. Entah perasaan apa yang ia rasakan saat ini. Tercetak jelas di matanya, bahwa hanya keterpaksaan yang terlihat di cermin.

"Sebentar lagi penata rias datang. Kamu cepetan mandi sana," kata Wati mendorongnya ke kamar mandi.

Bahkan di kamar mandi pun Prita menghabiskan waktu hampir dua jam. Wati sampai khawatir dan menggedor-gedor pintu. Hampir saja ia memanggil suaminya untuk mendobrak pintu jika putri tidak keluar.

"Baiklah. Selamat datang kehidupan baru. Selamat datang Nyonya Firas. Gue berharap semuanya bakal baik-baik aja," batin Prita mencoba menguatkan diri.

Prita keluar menuju ruang tamu. Di sana sudah ada beberapa keluarga dari pihak keluarganya dan keluarga dari pihak calon suaminya. Mereka duduk berbaris menatap ke arah kedatangannya. Telihat senyuman merekah di wajah calon suaminya. Wajahnya berbinar seperti menyambut calon istri tercintanya. Padahal mereka bukan termasuk pasangan romantis yang saling mencintai. Tapi, ya sudahlah. Memang seperti itu takdir mereka berdua.

Wati memposisikan putrinya duduk di sebelah Firas. Memakaikan kerudung di atas kepala mereka berdua. Kemudian Pak Penghulu bersiap-siap untuk memulai.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan saudari Prita Laura binti Susilo dengan Firas Corten bin Abdullah Corten dengan mas kawin berlian tujuh puluh tujuh carat dibayar tunai!" Pak Penghulu mengucapkan kata-kata sakral itu dengan khusyuk.

"Saya terima nikah dan kawinnya Prita Laura binti Susilo dengan mas kawin tersebut, tunai!" ucap Firas tegas.

"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya Pak Penghulu pada semua saksi yang ada.

"Sah!" Para saksi mengatakannya dengan jelas dan tegas.

Ketika Firas mengucapkan kata-kata itu, hampir membuat Prita berhenti bernafas. Karena cita-citanya untuk menikah dengan orang yang gadis itu cintai gagal. Namun, ini sudah menjadi keputusannya. Jadi, apa pun yang terjadi nanti, ia berharap bahwa ia tidak akan pernah menyalahkan siapapun. Entah itu ayahnya ataupun ibunya.

Gadis itu melihat ekspresi lega dari wajah ayah dan ibunya. Ia berusaha menguatkan dirinya sendiri bahwa keputusannya menerima pernikahan itu memang sudah benar.

Setelah akad nikah selesai, ia langsung dibawa pulang oleh suaminya tanpa membawa barang sekecil apapun. Ia hanya membawa pakaian kebaya saja yang ia kenakan saat ini.

Selama perjalanan menuju rumah Firas, ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menatap ke arah luar, melihat kendaraan yang lalu lalang. Manik matanya yang sembab hampir saja meneteskan bulir-bulir bening jika tidak ia tahan. Ini benar-benar pertama kalinya ia jauh dari kedua orang tuanya.

"Loh, kok, Papah sama Mamah kamu belok ke sana Om?" tanya Prita melihat bapak dan ibu mertuanya keluar jalur dan berbelok ke arah yang berbeda.

"Siapa yang kamu panggil om?" Firas balik bertanya dengan suara beratnya.

"Hehehe ... maaf. Abisnya aku ngga tahu harus manggil apa," sahut Prita terkekeh geli.

"Emangnya aku setua itu apa? Panggil aku mas atau kalo ngga panggil aku sayang," kata Firas meminta istri kecilnya memanggilnya dengan sebutan sayang.

"Ngga pantes kalo di panggil mas. Emang udah tua, kok, ngga nyadar yah?" sahut Prita bergurau.

"Prita!" teriak Firas merajuk sambil menyentil dahi Prita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status