Share

Meminta Jatah

"Aduh... sakit, Mas!" Prita berteriak mengaduh kesakitan.

"Makanya sopan sedikit sama orang yang lebih tua. Apalagi aku ini suami kamu," kelakar Firas.

"Iya Mas Firas yang ganteng, maaf," sahut Prita malas sambil memujinya tampan.

Prita berusaha menyelamatkan diri dengan cara memuji suaminya. Jika tidak, maka entah apa yang akan Firas lakukan padanya.

"Tuh 'kan dia sendiri yang ngaku tua," lirih Prita melirik ke arah suaminya.

"Apa kamu bilang?!" geram Firas mendengar gumaman Prita yang terdengar sangat pelan.

"Ng-ngga. Aku ngga bilang apa-apa, kok," sahut Prita mengelak.

"Awas saja kamu yah," sungut Firas dengan nada mengancam.

"Ampun Mas, jangan sentil lagi. Sakit tahu. Orang nanya bukannya dijawab malah ke mana-mana," kata Prita menutup dahi agar tidak disentil lagi.

"Papah sama Mamah ngga tinggal satu rumah sama aku. Jadi nanti kita cuman tinggal berdua," jawab Firas datar.

"A-apa?!" teriak berteriak membuat Firas terkejut. Tapi bukannya marah, laki-laki itu malah tersenyum menyeringai. Membuat bulu kuduk Prita berdiri.

Tiba-tiba, mobil berhenti di depan sebuah rumah mewah. Pintu gerbang terbuka dan mobil melaju masuk ke dalam. Sopir membantu Firas duduk di kursi roda. Sementara Prita, ia masih enggan untuk keluar dari mobil. Jantungnya berdegup kencang tidak seperti biasanya. Ia takut setelah masuk rumah nanti, Firas akan meminta haknya darinya. Kalau boleh jujur, gadis itu masih belum siap.

"Kenapa diem aja. Ayo turun!" ajak Firas melihat tidak ada pergerakan dari Prita.

Prita takut jika harus tinggal berdua saja dengan suaminya. Ia takut harus melakukan tugasnya sebagai istri dan yang paling ia takutkan jika ia harus hamil di saat ia masih sekolah.

"I-iya, Mas," balas Prita.

Dengan berat hati, Prita melangkahkan kakinya keluar dari mobil dan masuk ke dalam. Ia melihat rumah mewah bak istana terpampang jelas di matanya. Ia tidak berpikir bahwa ini benar-benar rumah. Justru ia berpikir bahwa ia sedang berada di syurga. Karena rumah ini benar-benar indah dan ini pertama kali baginya menginjakkan kakinya di rumah semewah bak istana ini.

"Ini rumah kamu, Mas?" tanya Prita menatap sekeliling.

"Rumahnya super besar melebihi lapangan sepakbola. Mungkin kamar mandinya lebih besar daripada kamarku," imbuh Prita membatin.

"Iyalah rumah aku. Memangnya kau pikir rumah siapa lagi," jawab Firas malas.

"Rumah sebesar ini cuman kita berdua aja yang tinggal di sini?" tanya Prita tidak percaya.

"Iya, Prita. Tapi sebenarnya ngga cuman kita berdua, sih. Masih ada asisten rumah tangga juga yang tinggal di sini," sahut Firas.

Tentu saja ada asisten rumah tangga. Kalau tidak, siapa yang akan membersihkan rumah sebesar itu. Namun Prita masih tidak mengerti, bagaimana bisa rumah sebesar ini hanya ditinggali Firas seorang. Kenapa kedua orang tuanya tidak tinggal bersama di sana? Kenapa mereka lebih memilih untuk tinggal berjauhan?

"Kenapa orang tua kamu ngga ikut tinggal di sini aja, Mas, biar rame. Kalo kaya gini 'kan sepi, ngga enak," kata Prita melihat rumah sebesar itu, sepi seperti tanpa penghuni.

"Ngga bakal sepi lagi. 'Kan udah ada kamu. Ayo kita masuk kamar, aku pengen istirahat," jawab Firas menengadahkan kepalanya menatap ke arah Prita. Kemudian, ia mengajak Prita ke kamar.

Hal yang paling membuat Prita takut ketika masuk ke dalam rumah ini adalah kamar. Ia berpikir, apa yang akan Firas lakukan setelah masuk kamar nanti. Hanya memikirkan itu saja membuat bulu kuduknya benar-benar berdiri.

"Kita ngga satu kamar 'kan, Mas?" tanya Prita menatapnya ngeri.

"Emangnya kenapa? Kita 'kan udah sah menjadi suami istri," sahut Firas tersenyum menyeringai.

Melihat cara pria itu tersenyum membuat Prita takut. Apa yang harus ia lakukan jika nanti Firas meminta jatah darinya?

"Mas Firas ngga akan minta itu dariku 'kan?" tanya Prita lagi.

"Minta apa?" kata Firas balik bertanya.

Gadis itu tidak tahu apakah Firas benar-benar tidak tahu atau memang pura-pura tidak tahu. Yang pasti, saat ini ia benar-benar takut melihat ekspresi wajah suaminya.

"Ng-ngga. A-ayo kita masuk!" ajak Prita dengan suara tergagap tidak tahu harus menjawab apa. Kemudian ia mendorong kursi roda mengajak Firas masuk ke dalam kamar.

"Minta apa? Hayyoo ... " Firas masih saja menanyakan hal yang sama. Mungkin karena ia penasaran melihat Prita tergagap.

"Ngga papa, Om," sahut Prita sengaja mengalihkan perhatiannya.

"Kamu berani manggil aku om lagi. Kamu mau aku minta itu darimu!" kata Firas dengan nada mengancam.

"Ngga, ngga. Ampun Mas! Aku cuman becanda, kok." Prita menyahutnya tegas dengan suara bergetar. Ia takut dan ia belum siap. Ternyata Firas mengetahui maksud dari perkataan istri kecilnya tadi. Namun, ia sengaja berpura-pura tidak tahu.

"Dasar om-om nyebelin," gumam Prita.

"Masih berani kamu! Awas aja kalo aku sampe denger kamu manggil aku om lagi," ancam Firas menatap Prita sambil mengangkat sudut bibirnya. Ia menengadahkan kepalanya, menatap ke arah Prita yang berdiri tepat di belakangnya.

Klek!

Prita membuka pintu kamar dan terkejut melihat bunga mawar merah bertaburan di mana-mana membentuk hati. Harum bunga mawar merah semerbak menyelimuti indera penciumannya. Lilin-lilin menyala menerangi ruangan. Benar-benar terlihat romantis.

"Kamu kenapa, kok, gugup gitu?" tanya Firas melihat gerak-gerik Prita.

"Ng-ngga. A-aku ngga gugup, kok, biasa aja." Prita mengelak dengan kata-kata yang sedatar mungkin, meski masih sedikit terbata. Ia takut bahwa Firas akan mengetahui kegugupannya.

Gadis itu masuk ke dalam kamar sambil mendorong kursi roda suaminya. Namun ketika ia sedang mengedarkan pandangannya menatap isi ruangan, tiba-tiba Firas menarik tangannya hingga ia terduduk di pangkuannya.

"M-mas Firas mau ngapain?" tanya Prita terbata. Jantungnya berdegup kencang tidak terkendali.

"Aku ngga mau ngapa-ngapain, kok. Cuman mau bantu kamu buka kebaya ini. Emangnya kamu bisa buka sendiri?" jawa Firas balik bertanya.

"A-apa? Ng-ngga usah Mas, aku bisa sendiri, kok," sahut Prita mencoba bangkit dari pangkuan suaminya. Namun sayangnya, Firas tidak membiarkannya bangun. Ia justru memeluknya dengan erat, membuatnya tidak bisa berkutik sama sekali.

"Diam dan jangan bergerak!" seru Firas tanpa menghiraukan ketidaknyamanan istri kecilnya.

"Tapi aku ngga mau buka kebaya, Mas. Emangnya kamu lupa kalo aku ngga bawa baju?" sahut Prita merengek meminta agar Firas melepaskannya.

Firas membuka resleting bagian belakang kebaya Prita. Setelah itu, baru ia membiarkan istri kecilnya bangkit untuk mengganti baju.

"Udah selesai. Kamu tunggu sebentar, aku ambilkan baju dulu," kata Firas menjalankan kursi rodanya mencari baju di ruang ganti.

"Pakai ini dulu. Nanti aku akan membelikan baju untukmu," sambung Firas sambil menyodorkan kemeja putih miliknya.

"Bener yah, Mas. Gimana kalo kita ke mall ntar sore. Aku pengen beli baju baru. Soalnya terakhir kali aku beli baju lebaran tahun lalu." Prita mengerlingkan matanya berencana untuk melancarkan rencananya menghamburkan uang suaminya.

"Boleh. Nanti sore kamu ingetin aku aja biar ngga lupa," jawab Firas meminta agar Prita mengingatkannya.

"Siap Bos!" kata Prita mengangkat telapak tangannya dan meletakkannya di dahi.

Prita menerima kemeja pemberian Firas dan bergegas berjalan menuju kamar mandi. Ia melepas semua pakaiannya dan hanya menyisakan pakaian dalam saja. Kemudian, ia menggantinya dengan memakai kemeja putih yang diberikan Firas untuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status