Kamea tertegun selama beberapa detik ketika melihat Felysia bertamu ke rumahnya dan Alif. Mendadak kerongkongannya kering hingga salivanya terasa menyangkut di tenggorokan.
Manis senyum wanita itu merekah menyapa Kamea. "Hai, kamu sepupunya Reval, kan?" sapanya.
"Eh, iya, Mbak. Mau cari Mas Alif eh Mas Reval?" sahut Kamea kikuk. Wanita itu kembali tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya.
"Enggak kok. Aku kangen aja kepengen main ke rumah ini," ucap Felysia.
"Eh, sampe lupa, silakan masuk Mbak." Kamea membuka pintunya lebar-lebar membiarkan tamunya masuk ke dalam.
Sudah seminggu Kamea kembali dari Bandung bersama Alif. Lelaki berparas tampan itu terus membujuk agar ia mau kembali bersamanya. Sebenarnya Kamea masih ingin tinggal lebih lama di rumah peninggalan orang tuanya itu, tetapi tak tega dengan Alif.
Kamea tahu lelaki itu bukan seorang pengangguran, ia
"Tasanee,"Begitu Alif membuka pintu kamarnya, ia langsung menanggil nama Kamea. Seolah takut belia itu tidak ada di kamarnya. Kecemasannya reda saat melihat sosok yang di carinya sedang berselonjoran di atas kasur sambil memainkan ponselnya.Alif langsung bergegas menghapiri gadis itu setelah menutup pintu kamarnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Kamea memutar kepalanya melihat ke arah Alif yang kini sudah duduk di tepi samping tempat tidur tepat berhadapan dengannya. Sebelah alisnya menaik ke atas."Memangnya aku kenapa?" Kamea balik bertanyakepada Alif dengan nada ketus.Alif terkekeh pelan, gemas melihat sikap gadisnya. Ia langsung mengacak puncak kepala Kamea membuat rabut sang gadis sedikit berantakan."Ada Felysia di bawah," ucap Alif."Hm, aku tahu." sahut Kamea masih bernada ketus. Alif menghela napasnya. "Dia masak di si
Kamea menunggu Alif menjemputnya. Katanya lelaki beralis tebal itu berjanji akan menjemput Kamea dari kampus hari ini. Meski gadis itu menolak karena tidak ingin lagi membuat suaminya itu merasa direpotkan harus antar jemput ke kampus.Ya, dulu memang Kamea sangat menginginkannya. Itu sebab gadis itu melakukan berbagai macam cara agar Alif bersedia antar jemput ke manapun ia akan pergi. Tapi sekarang, sudah cukup. Kamea tidak ingin bergantung dalam hal apapun kepada lelaki itu.Selama kurang lebih menunggu sekitar tiga puluhan menit, akhirnya mobil milik Alif berhenti di depannya. Kedua sudut bibir itu mengembang hendak ingin menyapa. Namun seketika senyum itu pudar saat melihat seseorang yang duduk di samping kursi kemudi. Felysia."Hai, Kamea. Ayok masuk," titah Felysia sambil memamerkan senyum manis menyapa gadis yang terpaku di tempatnya.Iris berwarna hitam itu melihat ke arah Alif melalui kaca
Alif terus menggumamkan kata maaf dalam hatinya pada Kamea. Setiap kali ia berniat untuk pergi berdua dengan gadis itu selalu saja ada halangannya. Seperti hari ini, padahal sebelumnya ia sudah berjanji akan menjemput Kamea di kampus.Ia tidak tahu jika Felysia akan mengunjunginya setiap hari ke kantor. Entah itu untuk mengantarkan makan siang untuknya, atau sekedar hanya ingin bertemu saja. Jika dulu Alif akan merasa senang dengan segala bentuk perhatian yang Felysia lakukan kepadanya. Berbeda dengan sekarang, dia menjadi merasa risih.Namun sayangnya, saat ini Alif belum bisa mengatakan kebenaran tentang hubungannya dengan Kamea.Ia masih perlu waktu untuk membaca situasi agar tidak menjadi lebih buruk. Terutama Alif tidak ingin nantinya pengakuan yang akan ia katakan membuat Felysia sakit setelah mengetahui riwayat penyakit yang pernah dideritanya."Aku gak bisa mampir, ya. Setlah ini kamu harus langsung istirahat," uc
[Saya tidak akan pulang malam ini. Felysia sedang sakit, saya akan menemaninya di rumah sakit.]Kamea meraih ponsel yang tergeletak di samping laptopnya yang sedang menyala. Gadis itu sedang mengerjakan tugas-tugas kuliah yang masih belum selesai ia kerjakan dan akan dikumpulkan besok.Iris berwarna hitam itu sendu menatap layar ponselnya, membaca chat yang dikirimkan oleh Alif. Ia menghela napas panjang, tak berminat merespons chat itu. Kamea menyimpan kembali ponselnya di atas meja."Kenapa harus mengirimiku pesan seperti ini? Hh, sepertinya dia sengaja ingin membuat suasana hatiku semakin memburuk," gerutu Kamea. Ia menyimpan ponselnya sedikit kasar.Kamea mulai merasakan gelisah. Kepalanya mendadak berdenyut sakit dengan napas yang terasa sesak. Belia itu mengambil sesuatu yang selalu ia bawa dalam tasnya. Meraih gelas berisi air minum kemudian meneguknya bersamaan dengan sebuah pil. 
Kamea mengerjapkan mata. Rasanya berat sekali untuk beranjak bangun. Matanya masih ingin memejam, tapi dering alarm di ponselnya sudah berbunyi. Gadis itu menggeliat merenggangkan otot-ototnya yang kaku masih dalam keadaan setengah sadar.Ketika kesadarannya sudah terkumpul sepenuhnya, ia kaget saat melihat Alif sedang tidur di sampingnya. Tangan lelaki itu melingkar di perut Kamea."Mas Alif. Kapan dia pulang?" gumamnya.Belia itu kembali menguap sehingga kedua matanya berair. Ia benar-benar masih merasa mengantuk karena hanya tidur beberapa jam saja tadi malam. Lekat mata bundar itu tertuju pada wajah yang masih terlelap dalam mimpinya."Sadar Kamea, jangan terus lihatin Mas Alif seperti ini lagi. Dia bukan milik kamu," gumamnya pelan. Ia menepuk-nepuk wajah polosnya. Kemudian segera beranjak bangun dan pergi ke kamar mandi.Alif masih terlelap ketika Kamea ke luar dari kamar m
Alif melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia akan menjemput Kamea di kampusnya walau gadis itu tidak meminta. Dering ponselnya berbunyi, lelaki beralis tebal itu melirik ponselnya dan membaca nama yang yang tertera di sana.Ya, sedari tadi Felysia terus mencoba menghubunginya. Tetapi Alif mengabaikan panggilan di ponselnya itu karena tidak ingin membahas apapun dulu dengan Felysia. Ia seperti sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh wanita itu kepadanya.Sebagai ganti karena Alif tidak mau menerima panggilan dari Felysia. Ia mengirim Doni untuk menjaga dan mengawasi wanita itu karena takut terjadi sesuatu yang buruk padanya. Alif tidak ingin kondisi kesehatan Felysia memburuk karena bersangkutan dengan dirinya."Maaf Fely. Aku memang laki-laki brengsek yang telah menyia-nyiakan wanita sepertimu," gumam Alif.Lelaki berambut hitam kecokelatan itu memarkirkan mobilnya di tepi jalan tepat bersam
Kamea membulatkan matanya. Merasa tak percaya mendengar tuduhan yang dilayangkan Alif kepadanya. Mengapa ia yang jadi disalahkan sedangkan selama ini Alif sendiri yang ingin status pernikahannya di rahasiakan. Dan lagi, selingkuh?Lelaki beralis tebal iitu menuduhnya berselingkuh sementara dirinya sendiri secara terang-terangan mengaku telah mencintai wanita lain. Kamea tersenyum kecut. Pintar sekali suaminya itu memutar balikan keadaan sehingga yang terlihat seperti dirinyalah yang bersalah."Cabut kembali ucapan Mas baru saja. Aku bukan wanita seperti yang Mas tuduhkan! Dan lagi, aku sama sekali tidak berselingkuh!" geram Kamea berapi-api.Setelah mengatakan semua itu, Kamea pun pergi begitu saja dari hadapan Alif dan juga Abimanyu. Air matanya meleleh membasahi wajah putihnya. Ia benar-benar kecewa kepada Alif karena telah menilainya seperti itu.Abimanyu terpaku melihat perdebatan Kamea dan
"Kamu sudah bangun, sayang?"Kalimat pertama yang kamea dengar itu terucap dari mertuanya. Wanita paruh baya itu berjalan mendekati Kamea membawa nampan berisi mangkuk dan gelas. Ia mendudukkan tubuhnya di tepi samping tempat tidur Kamea."Kok Mama ada di sini?" tanya Kamea bingung. Ia beranjak bangun dibantu oleh Mama Anita. Kepalanya masih sedikit pusing dan sakit."Tadi Alif menghubungi Mama minta tolong jagain kamu. Katanya kamu lagi sakit, sementara Alif ada meeting mendadak sama kliennya," jelas Mama Anita.Kamea terdiam tak menyahuti. Gadis itu hanya memperlihatkan senyum yang terkesan dipaksakan."Kita periksakan kondisi kamu ke dokter, ya. Mama khawatir kamu kenapa-napa," sambung Mama Anita sembari menyendokkan sendok pada bubur yang baru saja dibawanya.Belia itu menggeleng lemah. "Gak usah, Mah. Kamea gak apa-apa kok. Ini cuma pusing sedikit, minum