Kamea membereskan beberapa pakaian memasukannya ke dalam tas. Ia akan pulang ke Bandung untuk menenangkan diri sebelum masa cuti kuliahnya habis. Lagi pula tak ada aktivitas yang bisa ia kerjakan di rumah, itu hanya akan menambah jenuh pikirannya.
Gadis itu berkali-kali menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Dadanya masih terasa sesak saat ini. Tadi begitu ia ke luar dari kamar, ia sudah tidak menemukan keberadaan Alif di sana. Ia tidak tahu suaminya itu akan pergi ke mana bersama kekasihnya.
Ia meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Gadis itu tak menemukan chat dari Alif, yang ada hanya chat dari Abimanyu, Olivia dan grup kelas. Hatinya sedikit kecewa.
[Mas Alif di mana? Aku mau izin pulang ke Bandung hari ini. Mumpung masih siang dan masih ada waktu cuti kuliah. Boleh, ya?]
Kamea mengirimkan pesan itu kepada Alif. Gadis itu duduk di tepi samping tempat tidur sambil mencengkram k
"Sanee, apa kamu baik-baik saja?"Alif mencekal lenagan tangan Kamea saat gadis itu hendak pergi hingga mengharuskannya berbalik mengadap ke arah Alif kembali. Belia itu menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.Iris berwarna hitam meneduhkan itu menatap lekat wajah Alif yang juga sedang membalas tatapannya. Cukup lama mereka hanya diam seolah sedang menyalurkan pesan lewat sorot mata mereka."Mas lihatnya bagaimana?" Bukan menjawab, Kamea malah balik bertanya kepada lelaki itu. Ia masih menatap Alif lekat. Ada sedikit harapan agar lelaki itu sedikit dsaja mengertikan perasaannya saat ini."Aku baik-baik saja," sambungnya lagi seraya memperlihatkan senyum termanisnya. Kalimat itu tentu saja sangat berbanding terbalik dengan hatinya yang sedari tadi menahan sakit. "Aku berangkat dulu, busnya sudah datang."Gadis itu mengulurkan tangan untuk menyalami tangan Alif sebelum
Sejak Alif memasuki rumah, ia tak mendapatkan sambutan seperti biasanya. Tak ada sunyum manis pengobat rasa lelahnya. Juga tak terdengar suara tawa dan rengekan manja dari belia itu seperti hari-hari lalu.Lelaki itu mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk melihat notifikasi diponselnya. Ternyata ia ia melewatkan panggilan tak terjawab dari Felysia. Wanita itu juga mengiriminya banyak chat yang isinya menanyakan tentang keberadaannya saat ini dan sedang melakukan aktivitas apa.Ia baru mengetikan beberapa kata untuk membalas chat dari Felysia, tetapi ponselnya lebih dulu berdering."Halo, Fely. Aku baru saja akan membalas pesanmu," sapa Alif. Ya, yang menghubunginya saat ini ialah Felysia.'Oh, ya? Kamu sedang apa sekarang? Aku kangen sama kamu,'Rengekan itu, masih terdengar sama seperti dulu. Hanya, rasa di dalamnya yang berbeda. Hati itu tak sesemangat dulu. Ketika mendenga
"Ayah, Bunda, Kamea datang berkunjung untuk melihat kalian. Kamea kangen sama kalian."Gadis itu berjongkok di antara dua gundukan tanah merah yang saling berdekatan. Sendu iris matanya menatap kedua batu nisan bertuliskan nama orangtuanya. Belia itu menaburkan bunga yang sebelumnya ia beli di jalan saat hendak pergi berziarah.Dia juga menyiramkan air mawar di atas gundukan tanah merah itu. Beberapa saat kemudian Kamea menghela napas berat yang menyesakkan, sebelum akhirnya mengangkat kedua telapak tangan dan mulai menggumamkan doa. Khusyuk gadis itu melafalkan doanya agar tersampaikan kepada mendiang kedua orangtuanya."Ayah, Bunda. Kalian jangan mencemaskanku di sini. Walau Kamea tinggal sendirian selepas kalian pergi, Kamea baik-baik saja," gumamnya. Setetes cairan bening terjatuh dari pelupuk matanya.Belia itu menghela napas sambil terkekeh pelan, kemudian mengusap cairan bening itu dari wajahn
Dua pasang mata itu serentak melihat ke arah pintu ketika seseorang mengetuknya dari luar. Seoarang wanita berparas anggun masuk ke dalam, menyapa kedua lelaki yang tak asing baginya dengan senyum ramah."Felysia," gumam Alif."Hai, Fely," sapa Doni kepada Felysia.Wanita itu membalas senyum lelaki yang tak lain juga sahabatnya. "Hai, Doni," balasnya. Kemudian ia beralih menatap wajah Alif yang terlihat kusut. Ia berpikir mungkin beban pekerjaan Alif terlalu banyak hingga membuatnya lelah."Kamu membawa apa?" Doni melihat sebuah wadah yang dibawa oleh Felysia. Wanita itu langsung mengangkat rantang berisi makanan itu ke atas. "Ini, tadi aku masak untuk makan siang Reval. Kalau kamu mau, kalian bisa makan bersama. Aku sengaja memasak banyak."Felysia berjalan mendekati meja, menyimpan rantang yang dibawanya, kemudian membuka satu persatu memperlihatkan makanan yang terlihat menggi
"Mbok, itu si Non Kamea kenapa dia teh gak ke luar dari kamarnya? Dari semenjak pulang ke rumah ini, si Non teh ngumpet terus di kamar. Saja jadi khawatir, takut Non Kamea kenapa-napa,"Wanita paruh baya yang sedang menyiapkan makan siang untuk Kamea juga merasa heran dengan sikap belia itu. Simbok melihat ke arah pintu kamar Kamea yang sedari tadi tertutup rapat. Gadis itu ke luar dari kamar hanya seperlunya saja."Simbok juga gak tahu kenapa Nenk Kamea teh di dalam kamar terus," sahut Simbok mengatakan yang sebnarnya.Mang Uca yang baru saja selesai membuat kopi untuknya, berjalan menghampiri Simbok yang sedang berada di meja makan. "Coba Mbok tanya. Non Kamea kan sangat dekat sama Simbok, takutnya dia punya masalah dan dipendam sendirian," usul Mang Uca."Simbok juga mau tanya sama Neng Kamea, tapi nunggu waktu yang pas. Nanti Mbok coba ngobrol sama si Neng."Mang Uca mengangg
[Kamea, aku sudah ada di lokasi. Kamu di mana?]Kamea membaca chat dari Abimanyu. Dia bergegas ke luar dari kamarnya hendak menemui lelaki itu. Saat di ruang tengah ia bertemu dengan Simbok."Neng Kamea mau ke mana?" tanyanya penasaran karena penampilan Kamea sudah rapi seperti ingin bepergian."Eh. Kamea mau pergi sama temen kampus, Mbok. Dia kebetulan sedang di Bandung dan ingin bertemu," jawab Kamea sambil memperlihatkan senyum manisnya.Belia itu mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Simbok untuk berpamitan. Setelah mendapatkan izin, gadis itu bergegas menuju ke luar. Simbok yang penasaran akan kepergian Kamea, mengikutinya dari belakang hingga ke ambang pintu."Loh, Non Kamea mau pergi ke mana?" tanya Mang Uca yang ternyata sedang berbincang sesuatu dengan Abimanyu."Kamea," sapa Abimanyu saat netranya melihat kedatangan gadis yang hendak ditemuinya
Sebuah mobil berwarna hitam menepi di depan halaman bangunan mewah. Beberapa saat kemudian seoarang lelaki berparas tampan turun dari mobil itu. Ia berjalan menghampiri penjaga rumah mewah itu."Selamat Sore, Den. Mau cari siapa?" tanya Mang Uca ramah."Sore, Pak. Apa benar yang tertera di kertas yang saya bawa lokasinya ada di sini?" tanyanya sambil memberikan selembar kertas kepada Mang Uca.Lelaki paruh baya itu pun menerima kertasnya dam membaca isi yang tertulis di dalamnya. "Iya, benar, Den. Tapi maaf, Aden ini siapa dan mau bertemu siapa?""Saya Alif, Pak. Saya ke sini mau bertemu sama Kamea. Dia ada?"Ya, lelaki itu tak lain adalah Alif. Ia memutuskan untuk menyusul Kamea ke Bandung setelah mendapatkan alamat lengkap dari mamanya. Wanita paruh baya itu sangat marah mengetahui menantu kesayangannya pulang ke Bandung sendirian.Mang Uca memerhatikan rau
"Sakit, Mas. Lepasin tangan aku."Kamea meringis merasakan perih pada tangannya akibat cekalan tangan Alif terlalu kuat. Lelaki beralis tebal itu masih dikuasi dengan kecemburuan. Iria mata cokelat itu tajam memandangi wajah istrinya."Harus saya peringatkan berapa kali? Saya bilang, saya tidak suka kamu jalan bersama laki-laki itu! Kenapa kamu malah pergi berdua?!" Suara itu menggema memenuhi ruangan kamar Kamea.Deru napas Alif menik turun dengan cepat karena terlalu terbawa emosi. Mendengar suara bentakan dari Alif, membuat mata Kamea berkaca-kaca. Sakit hatinya yang lalu belum sembuh dan sekarang lelaki itu menambahkan luka untuknya."Kenapa?" tanya Kamea lirih.Alif mengernyitkan kedua alisnya, masih tak beralih menatap iris mata yang saat ini sudah berkaca-kaca. "Kenapa aku tidak boleh bertemu dengan temanku?" sambung Kamea lagi masih dengan suara lirih.