Share

bab 6

Author: Noona_im
last update Last Updated: 2025-05-12 19:54:43

Meski kesal dan dalam keadaan suasana hati yang kacau, tapi Liana tidak bisa mengabaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu segitu saja. Maka dari itu, dipukul empat sore ini, seperti biasa ia berkutat di ruang dapur untuk menyiapkan makan malam untuk keluarga kecilnya.

"Sayang bantuin Bunda masak yuk!" Teriaknya memanggil sang putri.

Dikarenakan Liana tidak memperbolehkan Sienna bermain gadget, untuk mensiasati agar anaknya tidak cepat bosan, Liana kerap kali mengajak Sienna untuk melakukan berbagai hal di rumah, termasuk mengajak Sienna untuk membantunya memasak.

Menurut Liana hal itu lebih bermanfaat ketimbang membiarkan anaknya bermain gadget. Lagipula Sienna juga tipikal anak yang penurut dan senang-senang saja melakukan banyak hal bersama sang ibu.

Namun ada yang sedikit berbeda kali ini. Biasanya anaknya itu akan langsung menghampiri ketika Liana memanggil, tapi sekarang sudah ditunggu beberapa saat, sang putri tidak kunjung datang juga, bahkan tidak menyahut sama sekali.

"Senna..." Liana mencoba memanggil putrinya kembali, berharap gadis kecil itu segera menjawab. Namun nihil, tetap tidak ada sahutan.

"Ck, ke mana sih tuh anak!" gumamnya, mulai gusar.

Seingatnya, tadi Sienna sedang menonton televisi di ruang keluarga. Apa mungkin putrinya tidak mendengar panggilannya? Dengan langkah cepat, Liana menuju ruangan tersebut.

"Senna, say--"

Ucapan Liana terhenti, matanya membelalak melihat pemandangan di depan. Di sofa ruang keluarga, Sienna sedang duduk sambil tertawa kecil, asyik memperhatikan layar ponsel di tangannya. Tapi yang membuat Liana terkejut sekaligus merasa nyeri di hati adalah ketika melihat di sana Sienna tidak sendiri, melainkan sang putri ditemani oleh adik madunya.

'Mengapa mereka bisa bersama? Dan mengapa cepat sekali akrab?' pikirnya, tak percaya. Sontak saja amarah Liana mencuat.

"Senna!" Panggilnya tegas.

Sienna terlonjak kaget. Tubuh mungilnya menegang, tatapan takut terpancar dari wajah polosnya saat ia menoleh ke arah bundanya. “B-bunda…” Sienna bergumam lirih.

Dengan langkah cepat, Liana menghampiri mereka. Ia langsung merebut ponsel dari tangan putrinya. “Siapa yang ajarin kamu main handphone sampai mengabaikan panggilan Bunda? Bunda ‘kan sudah bilang handphone itu tidak baik buat anak seusia kamu!”

Sienna mengerut takut, bibirnya bergetar seperti ingin menjawab, tapi tak ada suara yang keluar. Baru kali ini ia melihat bundanya semarah ini padanya.

“M-maaf, Kak. Ini bukan salah Senna. Ini salahku.” Suara Aluna terdengar pelan, mencoba menjelaskan.

Liana menoleh cepat, menatap Aluna dengan tatapan tajam. “Memang ini salah kamu!” desisnya sengit. “Pintar kamu ya, belum sehari di sini, tapi kamu sudah bisa mengambil hati anak saya!”

“Kak, bukan begitu. Aku c-cuma—”

“Dasar licik!” Liana menyela, melempar ponsel tersebut ke sofa kosong dengan kasar. “Apa belum cukup suami saya yang kamu ambil? Sekarang kamu mau mengambil anak saya juga?”

Aluna menggeleng dengan wajah ketakutan. Bukan, bukan seperti itu maksud Aluna. Ia hanya ingin lebih dekat dan mengakrabkan diri dengan anak sambungnya. Sebab bagaimanapun Sienna sekarang sudah menjadi anaknya juga 'kan? Iya, hanya sebatas itu saja kok, sungguh. Aluna tidak menyangka bahwa tindakannya tersebut malah menyulut kemarahan kakak madunya.

Di sisi lain, Juna yang tengah terlelap di kamar utama sontak terbangun oleh suara keributan. Raut wajahnya menampakkan kebingungan sekaligus kekhawatiran. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat tidur dan segera menghampiri sumber suara.

"Ada apa sih? Kok ribut-ribut?" tanyanya begitu sampai di ruang keluarga.

Liana, yang tengah menarik tangan Sienna, langsung menoleh ke arah suaminya dengan tatapan penuh emosi. “Tanya tuh sama istri muda kamu!” ucapnya tajam sebelum membawa Sienna pergi ke kamar tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Juna menatap punggung istri dan anaknya yang menghilang ke dalam kamar, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Aluna. “Ada apa ini sebenarnya?” tanyanya, suaranya lebih lembut namun tetap terdengar tegas.

Aluna tampak menunduk, ekspresi wajahnya penuh rasa bersalah. “Ini salah aku, Mas,” ucapnya pelan. “Aku ngajak Senna main handphone sampai dia mengabaikan panggilan Kak Liana. Aku nggak tahu kalau Senna nggak diizinin main handphone. Maafin aku, Mas…”

Juna mendesah panjang, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Belum satu hari Aluna berada di rumah ini, tapi sudah terjadi keributan seperti ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ke depannya. Rumah tangga dengan dua istri di bawah satu atap ternyata jauh lebih rumit dari yang pernah ia bayangkan.

Tapi mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada jalan mundur untuk keputusan yang sudah ia ambil.

Juna menatap Aluna yang masih menunduk. Ia mencoba menenangkan hatinya dan berkata, “Sudahlah, nanti akan saya coba bicara dengan Liana.”

Aluna mengangguk kecil, meski hatinya tetap terasa berat. Juna tahu, situasi ini tak mudah bagi siapa pun, tapi ia harus mencari cara untuk menenangkan kedua istrinya demi menjaga keharmonisan keluarga mereka—sekalipun itu terasa mustahil.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 19

    Pukul sebelas malam, Juna akhirnya tiba di rumah setelah menjalani hari yang begitu melelahkan. Biasanya, kehadiran Liana dan Sienna di rumah menjadi penyemangatnya. Suara tawa Sienna, perhatian lembut Liana, dan makanan hangat di meja makan—semua itu cukup untuk membuat lelahnya terobati. Namun sekarang berbeda. Beberapa hari ini rumahnya terasa sunyi, seolah kehilangan jiwa. Juna meletakkan tas kerjanya di sofa ruang tamu sambil menghela napas berat. Saat ia hendak melangkah menuju kamarnya, sebuah suara lembut menyapanya. “Den, baru pulang?” Juna sedikit terkejut. Ia hampir lupa bahwa ada orang lain di rumah ini. Lastri, pembantu yang ditugaskan oleh orang tua Aluna, muncul dari kamar istri mudanya sambil membawa cangkir kosong. “Oh, Bik,” ucap Juna singkat, sedikit kaku. Dalam kepenatan dan kekacauan pikirannya, ia hampir lupa bahwa Aluna dan pembantunya masih ada di sini. Ia memaksakan senyum ke

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 18

    Setelah menimbang berulang kali, Juna akhirnya memutuskan untuk menemui Aluna di kamarnya. Rasa bersalah terus menghantui pikirannya, terutama setelah menyaksikan bagaimana ibunya dengan dingin melemparkan kata-kata tajam kepada gadis itu. Meski pernikahan mereka terjadi karena ancaman, Aluna kini adalah istrinya. Dan Juna tahu, suka atau tidak, gadis itu adalah tanggung jawabnya. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar Aluna. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan rasa canggung yang menyeruak di dadanya. Pernikahan itu baginya lebih seperti beban daripada kebahagiaan. Tapi ia juga tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Aluna tidak sepenuhnya bersalah. Ketukan pelan terdengar di pintu. Tak ada jawaban. Juna mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras. "Aluna, ini saya." Sunyi. Menyadari tidak ada respons, Juna membuka pintu perlahan. Kamar itu gelap, hanya diterangi c

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 17

    "Kamu ini mikir dulu tidak sih sebelum bertindak?" Ratih kembali melanjutkan omelannya ketika ia mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Sungguh ia merasa kesal dan gemas sekali pada Juna. Kalau saja tidak ingat jika Juna merupakan anak semata wayangnya, sudah dipastikan wajah tampan Juna akan habis dicakar atau bahkan dikuliti olehnya. Lagipula Ratih heran, tidak ada angin tidak ada hujan, bisa-bisanya putranya itu menikah lagi. Apa kurangnya Liana coba? Dasar membuat malu saja! "Heh Juna! Apa kamu tidak ingat siapa yang sudah berjasa sampai bisa membuatmu seperti sekarang ini?" Emosinya masih menggebu-gebu, ia menatap nyalang pada sang putra yang masih diam membisu. "Dan kamu apa tidak ingat betapa susahnya kamu dulu berjuang untuk mendapatkan Liana?" Juna menunduk, ingatannya melayang pada saat dulu ia mendekati Liana. Liana merupakan wanita yang sangat can

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    16

    Juna kembali berjalan mondar-mandir memikirkan caranya. Tapi konsentrasinya terganggu oleh suara gedoran pintu yang sangat keras. "Siapa sih gak sopan banget!" Ia bersungut kesal, kemudian melangkah menuju pintu utama. "Bisa gak sih kalau bertamu ke rumah orang itu yang so--ah aw aw aw." Juna mengaduh kesakitan ketika sebuah tangan menarik daun telinganya tanpa perasaan--tepat saat ia membuka pintu. "Dasar anak kurang ajar! Gak sopan! bikin malu keluarga!" ujar si pelaku dengan geram, yang ternyata adalah Ratih, Ibu kandung Juna. Dengan gemas wanita itu masih menjewer telinga putra semata wayangnya. "Aw sakit Bu, lepasin." Pinta Juna memelas. Telinganya sungguh terasa panas. "Sudah Bu, lepasin. Juna sudah dewasa, jangan kaya gini. Malu sama orang yang lihat." Aryo--ayah Juna--turut meminta agar istrinya itu melepaskan tangannya dari sang anak. Aryo merasa kasihan pada putranya.

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 15

    Nyaris satu minggu Juna tidak bertemu dengan Liana dan Sienna. Laki-laki itu benar-benar menuruti saran dari Seno untuk memberikan waktu agar Liana bisa merenung dan menenangkan diri. Meski begitu berat menahan rindu karena tidak bertemu dengan istri dan anak tercintanya, tapi Juna mencoba untuk bersabar. Semua itu ia lakukan agar rumah tangganya kembali utuh dan harmonis. Biarlah ia sedikit mengalah--menekan egonya, yang terpenting keluarga kecilnya bisa kembali seperti sedia kala. Namun begitu, setiap hari Juna tetap mengirimi Liana pesan-pesan singkat seperti; [Bunda, gimana kabar kamu sama Senna di sana? Kalau kabar Ayah di sini kurang baik Bun ☹️ Ayah kangen banget sama Bunda dan Senna. Kalian cepat pulang ya] Atau seperti; [Bunda maafin Ayah ya.. Ayah cinta Bunda sama Senna 😘] Semua pesan-pesan yang Juna

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 14

    "Saya punya penawaran yang menarik untukmu," ujar Tama dengan suara berat dan penuh tekanan. Juna, yang sedari tadi hanya terdiam dengan tatapan kosong, sontak teralihkan perhatiannya. Matanya menatap laki-laki paruh baya di depannya dengan kebingungan. "P-penawaran apa maksud Anda, Tuan?" Tama menyeringai tipis, senyumnya terkesan meremehkan. "Saya tidak akan memperpanjang kasus kecelakaan ini, dengan satu syarat. Kau harus bertanggung jawab sepenuhnya." Juna mengangguk cepat, mengira ia hanya perlu menanggung biaya medis. "Tentu. Saya akan menanggung semua biaya rumah sakit. Saya benar-benar menyesal atas kejadian ini." Namun respon Tama membuat detak jantung Juna berdebar kencang. Senyum meremehkan itu semakin lebar. "Apa kau pikir saya tidak mampu membayar biaya rumah sakit ini? Kau tahu siapa saya, bukan?" Juna terdiam. Tentu ia tahu. Tama Atmaja, pengusaha kaya raya dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status