Share

Gadis Simpanan CEO Tampan
Gadis Simpanan CEO Tampan
Penulis: Cheezyweeze

1. Tidak Dianggap

PYAARR!

Bunyi vas bunga yang baru saja jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping. Pecahan kaca itu berserakan ke mana-mana. Rose kecil yang melihat kejadian tersebut hanya bisa diam dan menangis. Rose melihat sendiri dengan mata kepalanya saat sang ayah memukul ibunya.

Roland mendorong Clara dengan sangat kasar hingga Clara terjatuh ke lantai dan tangan kirinya terkena pecahan vas bunga tersebut. Wanita itu hanya bisa menangis. Dia tidak mampu melawan Roland, karena jika semakin Clara melawan Roland, maka Roland akan semakin liar. Roland sama sekali tidak menganggap Clara sebagai istrinya.

Bagaimana bisa Roland menganggap Clara seperti itu? Sedangkan jika Roland tidak menganggap Clara sebagai istrinya, tentu saja tidak akan ada Rose dan Ryan di dunia ini. Lalu Roland menganggap Clara itu apa?

Setiap hari Clara diperlakukan seperti seorang pembantu di rumahnya sendiri. Baik Rose ataupun Ryan tidak bisa membantu sang ibu karena mereka masih sangat kecil. Mereka berdua hanya pasrah melihatnya. Hal itu tentu saja tidak baik untuk pertumbuhannya. Apalagi sering dipertontonkan dengan adegan kasar sang ayah pada ibunya. Itu bisa menimbulkan traumatik yang sangat dalam untuk Rose dan Ryan.

"Bangun!" teriak Roland pada Clara. "Punya hak apa kau melarangku, hah? Kau ini hanya menumpang di rumah ini. Kau ini hanyalah seorang pembantu," lanjut Roland. Seketika hati Clara seperti tertusuk pisau. Begitu sakit sekali dengan ucapan suaminya. Clara terisak dan memegang dadanya. "Bersihkan pecahan vas bunga itu sampai benar-benar bersih. Aku tidak ingin ada pecahan kecil yang melukai kulitku," seru Roland. Kemudian dia pergi begitu saja.

Melihat kepergian sang ayah, Rose dan Ryan langsung berlari memeluk Clara. Clara pun membalas pelukan erat kedua anaknya.

"Pergilah masuk ke kamar kalian. Ibu tidak ingin kalian kena marah ayahmu gara-gara ibu."

"Tidak. Kami berdua ingin membantu ibu," protes Rose. Disusul anggukan kepala sang adik, Ryan.

"Tidak perlu. Ini sangat berbahaya jika sampai menggores kulit kalian berdua yang lembut ini." Clara mengusap pipi Rose.

Rose dan Ryan pun menuruti apa dikatakan Clara. Mereka berdua masuk ke dalam kamar dan Clara kembali membersihkan pecahan vas bunga yang berserakan di lantai. Itupun Clara harus menahan rasa sakit, karena goresan pada kulitnya yang terus mengeluarkan darah segar. Clara menjadi pelan-pelan membersihkan pecahan tersebut dan dia tidak sadar jika Roland memperhatikannya dari lantai atas.

"Dasar jalang. Kenapa lelet sekali dia membersihkan ruang tamu," gerutu Roland. Pria itu menarik napas dan mengembuskannya secara kasar. "Kau ini bisa kerja atau tidak, hah? Hanya membersihkan sedikit pecahan vas bunga saja lama sekali," teriak Roland dari atas. Clara mendongak ke atas, lalu dia kembali menunduk tak kala dia tidak menemukan sosok suaminya di atas sana. Wanita itu benar-benar tersayat hatinya. Lebih perih dari sayatan pecahan vas bunga yang menggores kulit jemari tangannya. Tetesan air mata kembali mengalir dari mata Clara dan jatuh ke lantai. Sejak menikah dengan Roland, Clara memang tidak pernah bahagia. Dia selalu tersiksa raga dan batinnya. Akan tetapi dia mencoba kuat bertahan hidup. Selama menikah pun Clara tidak pernah dianggap sebagai seorang istri. Lalu untuk apa Roland menikahi Clara, jika dia sama sekali tidak mencintai Clara?

Benar-benar sangat menyiksa batin. Bukan hanya itu saja, terkadang Roland membawa wanita penghibur pulang ke rumah dan bermain semalaman tanpa memikirkan perasaan Clara. Roland masa bodoh dengan hal itu, bahkan selama bermain pun pintu kamar tidak ditutup. Sungguh pemandangan yang benar-benar sangat menyakitkan bagi Clara.

"Tuan, bagaimana dengan dia?"

"Jangan kau pikirkan wanita itu. Malam ini kita cukup bersenang-senang, sayang." Begitulah jawaban dari Roland setiap kali wanita penghibur yang dia bawa ke rumah bertanya tentang sosok Clara. Dengan entengnya kalimat tersebut terlontar dari bibir Roland, sedangkan Clara hatinya sangat terluka dan tersiksa mendengar dan melihat suaminya melakukan hubungan dengan wanita lain.

***

Rose dan Ryan, mereka berdua hanya selisih dua tahun saja. Keduanya benar-benar tumbuh menjadi anak-anak yang kuat. Mereka tidak seperti anak-anak lainnya yang tumbuh di lingkungan broken home dan melakukan hal-hal negatif. Justru Rose dan Ryan, keduanya saling mendukung satu dengan yang lainnya. Hal itu karena didikan dari Clara. Clara selalu mengajari mereka berdua untuk berpikir dan melakukan hal positif. Kendati mereka berdua sering mendengar pertengkaran Clara dan Roland.

Clara memang hebat. Dia bersikap seolah dirinya kuat, walaupun sebenarnya Clara sudah hampir menyerah. Sejujurnya Clara tidak kuat menghadapi perilaku Roland, tapi dia ingin melihat Rose dan Ryan tumbuh.

"Apa ini? Kau ingin meracuni ku?" bentak Roland dengan melemparkan sebuah piring berisi daging bakar yang sudah diiris di atas meja tepat di hadapan Clara yang sedang menikmati makan malamnya bersama Rose dan Ryan. Clara melihat daging iris yang berceceran di atas meja.

"Kenapa lagi ini?" tanya Clara dengan nada lembut.

"Kau masih bertanya kenapa?" hardik Roland.

Tiba-tiba tangan Rose dan Ryan terulur ke depan dan mengambil irisan daging bakar tersebut. Kemudian mereka berdua memakannya.

"Ini rasanya enak kok, Yah," celetuk Rose dan Ryan bersamaan.

"Diam kalian. Anak kecil tidak usah ikut campur," sungut Roland menatap Rose dan Ryan secara bergantian, lalu dia beralih menatap Clara. "Kau tahu apa kesalahanmu dalam memasak daging ini?" tunjuk Roland pada daging bakar yang berceceran di atas meja. Clara pun memperhatikan dengan seksama daging-daging itu. "Pergi dan masakkan satu lagi untukku." Setelah itu Roland pergi meninggalkan dapur. Clara hanya menghela napas pelan menatap punggung sang suami.

"Ibu ...," panggil Rose lirih. Clara menoleh menatap Rose dan Ryan. Wanita itu tersenyum manis menutupi kesedihannya.

"Sudahlah. Kalian berdua lanjutkan makan malam kalian. Ibu akan memasak lagi untuk ayah kalian." Clara beranjak dari sana dan melangkah menuju kulkas. Dia mengambil sekotak daging sapi dan kembali mengolah daging sapi tersebut. Pada awalnya memang itu kesalahan Clara. Clara melupakan sesuatu yang hal itu tidak disukai oleh Roland. "Kenapa aku bisa melupakan hal itu," ucapnya lirih sembari fokus membolak-balikkan daging sapi di atas pembakaran.

Bagi Clara mungkin itu adalah kesalahan kecil, tapi bagi Roland itu kesalahan yang besar. Clara sempat mendengarkan kedua anaknya bercakap-cakap mengomentari daging sapi yang berceceran di atas meja.

"Bukankah ini daging yang sama seperti yang kita makan ini kan, Kak Rose?"

"Iya. Sama persis rasanya, tapi kenapa ayah berbicara seperti itu pada ibu?"

Keduanya beranjak dari kursi dan membersihkan daging-daging tersebut. Mereka berinisiatif membantu ibunya agar tidak kena marah lagi oleh ayahnya. Clara yang melihat hal itu tersenyum bangga. Namun, masih ada siratan luka di balik senyuman Clara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status