Share

53.

Author: Alvarezmom
last update Last Updated: 2025-09-20 17:22:28

Pagi itu, udara di rumah besar Wijaya Gunawan terasa tebal dan berat, seolah setiap dinding menyerap kecemasan yang memenuhi isi rumah. Para pelayan bergegas, suara langkah kaki dan bisikan memenuhi lorong-lorong panjang. Hari ini, dewan keluarga akan berkumpul untuk menentukan satu hal penting: siapa pewaris sah yang akan diakui—Amara atau Nadine.

Raina duduk di ruang ganti, jantungnya berdebar keras. Rambutnya ditata sederhana, gaun berwarna putih lembut membalut tubuhnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin: wajah yang dulu ia kenal sebagai Raina, tapi kini harus ia yakini sepenuhnya sebagai Amara. Di pangkuannya, kotak musik perak peninggalan Kirana ia genggam erat.

Ketukan pintu terdengar. Elvano masuk dengan setelan jas hitam rapi, aura dingin namun berwibawa memancar kuat. Ia menatap Raina lama, lalu berkata pelan, “Kau siap?”

Raina menelan ludah. “Aku harus siap, kan?”

Elvano mendekat, mengambil tangannya dan menekannya lembut. “Kau tidak sendiri. Ingat itu.”

Sentuhan itu me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gadis Tanpa Ingatan   73.

    Mobil melaju membelah lalu lintas siang yang padat, meninggalkan gedung kaca yang barusan menjadi saksi runtuhnya satu kebohongan besar. Raina duduk diam di kursi belakang, jari-jarinya menggenggam buku harian Raditya yang terbuka di pangkuannya. Kata-kata terakhir yang ia baca terus bergaung, seperti kompas yang menunjuk ke satu arah: kebenaran.Armand memecah keheningan. “Sinyal itu muncul dua kali. Lima menit, lalu menghilang. Lokasinya… berpindah.”“Seolah ingin diikuti,” gumam Danu.Elvano menoleh dari kursi depan. “Atau memastikan kita cukup nekat untuk mengejar.”Raina mengangkat kepala. “Ayah tidak akan bermain-main dengan hidupku.”“Benar,” sahut Armand. “Tapi orang yang berpura-pura menjadi Raditya akan melakukannya.”Mobil berbelok memasuki jalan yang lebih sempit, pepohonan tua berjajar rapat. Raina menatap keluar, mengingat serpih kenangan yang tiba-tiba menyeruak—bau tanah basah, suara jangkrik, tangan hangat yang menggenggam tangannya kecil-kecil.“Berhenti,” katanya me

  • Gadis Tanpa Ingatan   72.

    Keheningan di ruang rapat itu terasa lebih berat daripada teriakan mana pun.Beberapa detik berlalu tanpa seorang pun berani berbicara. Layar proyektor masih menampilkan wajah Raditya yang membeku di bingkai terakhir video, seolah menatap satu per satu orang yang duduk di ruangan itu—menghakimi tanpa kata. Raina berdiri tegak di tengah ruangan, punggungnya lurus, dagunya terangkat. Ia bisa merasakan gemetar halus di ujung jarinya, tapi ia tidak membiarkannya terlihat.Bu Sasmita akhirnya berdeham. “Saya rasa… kita perlu jeda singkat sebelum melanjutkan,” katanya hati-hati, matanya meneliti wajah-wajah di sekeliling meja.“Tidak,” potong Deddy tajam. “Jeda hanya akan memberi kesempatan manipulasi lebih lanjut.”Raina menoleh padanya. “Atau memberi waktu bagi Anda untuk menyusun kebohongan baru.”Beberapa anggota dewan menahan napas. Yang lain mulai berbisik, kali ini lebih keras, lebih berani. Retakan sudah muncul—dan retakan itu menyebar cepat.Armand memanfaatkan momen itu. Ia melang

  • Gadis Tanpa Ingatan   71.

    Pagi datang tanpa benar-benar membawa ketenangan.Cahaya matahari menyelinap malu-malu melalui celah gorden rumah kecil itu, jatuh di lantai kayu yang dingin. Raina sudah terjaga sejak subuh. Ia duduk di tepi sofa, buku harian Raditya terbuka di pangkuannya, tapi matanya tak benar-benar membaca. Pikirannya berlari jauh—ke ibunya, ke ruang rapat dewan, ke ancaman yang kini menggantung seperti pedang di atas kepalanya.Di dapur kecil, aroma kopi hitam tercium. Armand berdiri dengan punggung tegap, seolah kelelahan semalam tak pernah menyentuhnya. Danu sedang menelpon seseorang dengan suara rendah, sementara Elvano berdiri dekat jendela, mengamati jalanan sepi dengan kewaspadaan seorang penjaga.“Tidak ada pergerakan mencurigakan sejauh ini,” ujar Elvano tanpa menoleh. “Tapi itu justru yang membuatku tidak tenang.”Raina menutup buku harian itu perlahan. “Karena mereka menunggu.”Elvano menatapnya. “Karena mereka merencanakan.”Armand meletakkan cangkir kopi di meja dan mendekat. “Kita t

  • Gadis Tanpa Ingatan   70.

    Malam itu seolah menelan seluruh kejadian yang baru saja mereka lalui. Rumah aman itu sunyi, hanya suara detakan jam tua di dinding yang memecah keheningan. Raina berdiri di tengah ruangan, memandangi surat kecil di tangannya, seakan kata-kata ayahnya meresap perlahan dan menenangkan gejolak yang berkecamuk di dadanya. Namun ketenangan itu hanya berlangsung sebentar. Karena mulai malam itu, tidak ada satu detik pun yang bisa dianggap aman. Armand mengaktifkan sistem keamanan rumah. Bunyi mekanisme terkunci terdengar dari setiap sudut: jendela, pintu belakang, ventilasi rahasia. Rumah itu berubah menjadi benteng kecil. Danu menutup tirai jendela, memastikan tidak ada celah. Sedangkan Elvano tidak menjauh dari Raina. Gerak tubuhnya tegas, seperti pelindung yang selalu siaga. “Aku tahu kau ingin pura-pura kuat,” katanya pelan, “tapi jika kau ingin bicara… aku di sini.” Raina menatapnya. “El, jika mereka benar-benar menyentuh Ibu… aku tidak akan pernah memaafkan diriku.” Elvano me

  • Gadis Tanpa Ingatan   69.

    Malam semakin larut ketika mereka akhirnya mematikan layar dan mulai membereskan semua dokumen penting. Namun, tidak satu pun dari mereka benar-benar merasa mengantuk. Kebenaran yang baru terungkap itu seperti racun yang sekaligus menjadi penawar—menyakitkan, tapi membuat mereka terjaga dengan arah yang lebih jelas.Armand menutup flash drive dengan kotak khusus anti-pelacakan. “Perangkat ini tidak boleh lepas dari tanganmu,” katanya, menyerahkannya kepada Raina.Raina menatap benda kecil itu. “Jika Ayah berjuang menyembunyikannya selama bertahun-tahun… aku tidak akan menjatuhkannya dalam satu malam.”Armand mengangguk. “Besok akan berat, Ran. Kau harus siap menghadapi pertanyaan, tekanan, bahkan tatapan sinis dari orang-orang yang telah mencuri hakmu.”Raina menarik napas panjang. “Aku tidak takut. Aku lebih takut hidup dalam ketidaktahuan.”Danu menatapnya, kagum. “Aku mulai mengerti mengapa Raditya menyebutmu ‘cahaya Kirana’.”Raina tersenyum samar—baru pertama kali malam itu ia te

  • Gadis Tanpa Ingatan   68.

    Malam itu udara dingin, namun ada api yang menyala dalam dada Raina. Mereka meninggalkan gedung tua itu dalam senyap, memasuki mobil Armand—SUV hitam yang kokoh dan tanpa plat nomor depan. Jalanan kota terbentang sunyi, lampu-lampu berpendar seperti titik-titik cahaya yang memudar.Raina duduk di samping Armand di kursi penumpang depan, sementara Danu dan Elvano di belakang.“Ke mana kita?” tanya Raina pelan.Armand meliriknya sekilas, kemudian menatap jalan lagi. “Ke kantor lamaku. Tempat yang kurancang sendiri—kedap suara, enkripsi jaringan kuat, tidak bisa disadap. Di sana kita bisa membuka isi flash drive itu.”Elvano mengamati sekitar dari kaca jendela. “Kau yakin tidak ada yang menguntit?”Armand tersenyum singkat, bukan sombong—lebih kepada keyakinan. “Aku sudah bermain dalam permainan ini cukup lama untuk tahu kapan aku dibuntuti.”Mobil bergerak melewati gerbang parkir gedung perkantoran yang tampak tidak beroperasi. Lampu-lampu di lantai atas mati,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status