Share

Bab 2 - Karena Permintaanmu!

Bab 2

Prangg!

Mata Cinta melebar. Sebelah tangannya turun membekap mulut. Sementara tubuhnya bergetar hebat lantaran tidak bisa menahan keterkejutan.

"Cinta?!" Dan lebih terperanjat lagi saat Zaki menoleh ke arahnya dengan tatapan menguliti.

"Siapa yang mengizinkanmu menguping obrolanku, hmm?" Zaki berjalan maju. Di usia yang mencapai kematangan sempurna, pria itu terlihat seperti sedang berhadapan dengan keponakannya.

Cinta mundur beberapa langkah, tetapi amarahnya mendesak lidah untuk melawan.

"Menjijikkan!" pekiknya tidak terkendali mengubah paras dingin pria tersebut menjadi berang.

"Berhenti mengumpat!" ujarnya memberi peringatan. "Sekarang dengarkan aku." Seperti biasa, dia bertitah datar. Namun, wanita itu sudah siap menghadapinya.

"Mau menjelaskan apa? Aku bisa melakukan semua yang kau inginkan selama ini, tapi kau seenaknya merusak pernikahan dengan hasrat masa lalumu?"

Perasaannya benar-benar hancur melihat kenyataan bahwa Zaki menyembunyikan aib di balik rumah tangga mereka, Cinta merasa pengorbanannya selama ini sia-sia.

"Ini tidak seperti yang kau pikirkan," ralat pria matang tersebut.

"Kau penipu!" rutuknya dalam isak tangis tak tertahan. "Berapa banyak orang yang sudah kau bohongi termasuk orangtuaku, hah?"

"Cukup! Jangan membuatku marah!" Bantahan Zaki menggaung menyamai gelegar gemuruh di langit malam itu. Bayangan mata gelapnya kian dalam dan berbahaya.

Cinta menggeleng keras. Pria yang sudah setahun menjadi suaminya ternyata memiliki rahasia besar dan dia baru mengetahuinya tepat di ulang tahun pernikahan mereka. Hubungan sesama jenis yang tidak diakui baik dalam hukum agama maupun negara, apapun alasannya.

"Ceraikan aku sekarang juga! Bajingan sepertimu tidak layak memperistri siapa pun!" Jujur, dia sangat terpukul menyadari bahwa secara tidak langsung dirinya telah terjebak dalam pergumulan penuh dosa.

"No! Tidak akan ada perceraian!" Rahang Zaki mengeras seiring langkah yang kian mendekat, membuat tubuh indah itu segera menghindar.

Tangan mungilnya mendorong kasar raga kekar tersebut hingga mundur ke belakang. Cinta sigap membalikkan badan dan segera berlari ke kamar.

"Dasar si tua bejat!"

Netranya menoleh sekeliling. Pun tangan gemetarnya mencoba menggapai apa yang hendak diraih. Dengan cepat dia mengganti setelan gaun ke jeans dan sweater, merebut kunci mobil, lalu mengambil langkah lebar menuju garasi.

"Tak ada yang bisa menghalangiku untuk pergi," gerutunya penuh amarah.

Tak lama, dirinya sudah berada di dalam mobil dan dengan sigap memasang sit bealt, menyalakan mesin, lalu membanting setir tanpa peduli pada hujan yang tak kunjung reda.

"Sial! Dia pikir dia siapa? Beraninya mempermainkan hidupku?" Air mata terus mengalir, sederas hujan yang turun bergerombol membasahi bumi Mahardika saat ini. Bahkan semesta seakan ikut merasakan kesedihan dan ratapannya.

Beberapa kenangan indah bersama orang-orang terkasih di masa lalu bermain ria di pelupuk mata seakan menertawakan keputusan bodohnya menikah dengan Zaki membuat hatinya semakin tidak karuan.

"Ibuu ...." Bibir Cinta bergetar lirih.

Matanya kian membengkak, pun hidung yang berkedut semakin memerah, ditambah napas yang kian memburu. Cinta kehilangan sabar, mengemudi dengan kecepatan tinggi membelah jalanan sepi, gelap dan berkabut. Hati dan pikirannya berperang. Apa perlu dia menabrakkan mobilnya ke pembatas jalan biar semua beres?

"Tidaakk!" Jeritnya lantang. Boleh dibilang malam ini adalah puncak dari kemurkaannya. Dia rela bertahan dalam seribu penyiksaan, tetapi tidak untuk pengkhianatan.

Dalam keterpurukan dan saat semua rasa tak lagi terkendali, mendadak wanita itu menginjak rem menimbulkan decitan keras dan baru menyadari kalau mobilnya berhenti tepat di bibir jembatan.

Untuk sesaat, dia terbahak sinis merasa seolah akhirat sengaja ingin menunjukkan jalan baginya.

"Yeah! Akhiri semua," geram Cinta dengan kelopak mata memerah, tatapannya berubah tajam dan tangan mengepal kuat hingga buku jari ikut memutih.

Dalam desakan amarah bergejolak, jemarinya perlahan menarik pengait pintu mobil hingga terbuka dan mendorongnya mantap.

"Ini tidak terlalu sulit, bukan?" Cinta turun dari mobil setelah melepas sit bealt.

Kepalanya mendongak memandang tingginya pagar jembatan. Wajah dan rambut panjang tergerainya mulai basah diterpa gerombolan hujan yang sedikit mereda. Dia tidak peduli dan terus berjalan mendekati tujuannya, memanjat tebing besi pengaman.

"Semuanya akan jadi semudah ini, Sayang." Tidak ada lagi air mata yang tadinya menganak sungai, seakan menjelma menjadi kekuatan super dan mendorongnya untuk mengeksekusikan diri.

Cinta tersenyum kecut melihat kedalaman kurang lebih tiga puluh meter di bawah sana, membentang sungai Kalitua yang meluap akibat hujan lebat membawa banjir dari muara.

"Ide bagus."

Otaknya sudah tidak lagi berpikir jernih. Apa yang ingin dilakukan saat itu hanya berdasarkan dorongan hawa napsu. Tujuannya tidak lain, untuk mengakhiri semua kekacauan hidup.

"Cinta! Apa yang kau lakukan? Itu berbahaya!"

Seseorang berteriak lantang saat pergerakannya yang perlahan dan pasti telah mencapai ketinggian yang tidak tergapai dari bawah.

Cinta tak ingin merespon karena dia bisa memastikan dari suara teriakan tersebut memang suaminya.

"Berhenti Cinta! Jangan nekad!" pekik Zaki terdengar khawatir, justru membuat Cinta makin semangat menuntaskan niat.

Zaki tertegun. Barangkali ini pertama, melihat sisi rapuh dan labil seorang gadis belia yang dinikahinya setahun lalu. Dia bahkan tidak menyangka kalau istri kecilnya bakal bertindak senekad itu.

"Apa kau sudah gila!"

Cinta tidak merespons. Meski wajah dan bibirnya kian memucat, pun tubuh basah yang menggigil kedinginan tak mampu meredam dorongan rasa untuk terus menggapai sisa ketinggian tiang penyangga yang nyaris direngkuh, dan Zaki menyadari itu.

"Bertahan di sana! Jangan bergerak, oke!" pekik Zaki lantang. Namun, Cinta masih terus bergerak naik.

Permukaan pagar yang licin membuat pergerakan Cinta menjadi sulit. Dia terpaksa menahan bobot tubuhnya sembari menanti kesempatan yang tinggal selangkah.

"Jangan menghalangiku!" Bahkan terpaan angin agak kencang juga tidak membuat niat Cinta terurung.

Zaki membantah, "Tidak! Kau harus turun bersamaku!"

"Pergi! Aku lelah hidup denganmu!" usirnya lagi, namun Zaki tidak menyerah. Dia memacu pergerakan sekuat tenaga dan kini, jarak mereka semakin dekat.

"Sadar Cinta! Kau harus kembali!" balasnya lantang dan dalam.

Tinggal satu gerakan lagi, dan akhirnya tangan kekar Zaki berhasil mencapai pinggang yang kerap dia sakiti itu dengan rengkuhan kuat sambil mencoba bergerak turun perlahan. Seketika wanita tersebut memberontak.

"Lepaskan! Jangan halangi aku!" Cinta menepis kasar. Dengan sekuat tenaga, dia masih berjuang menggapai sisa ketinggian yang hampir dicapainya.

"Semua harus selesai sekarang juga!"

Cinta terus saja memberontak, tetapi Zaki tidak  menggubris. Lebih fokus ke cara menyelesaikan kekacauan dan karena perlawanan yang semakin intens, memaksanya segera membawa tubuh itu melompat bersama.

Bugh!

Keduanya terjatuh di pinggir jalan dalam posisi tubuh Zaki berada di bawah, membuat Cinta semakin leluasa melawan.

"Bahkan kau masih saja menjadi penghalang di saat aku memutuskan untuk mati?" Lagi, jeritan histeris terdengar menyayat.

"Aku benci padamu!" Semakin keras raungannya hingga berganti menjadi racauan pilu, memukul dada bidang tersebut berulang kali.

"Jadi kau ingin bunuh diri karena berpikir aku gay?"

"Tidak, tapi aku membencimu!"

"Sadar Cinta!"

"Kenapa kau tidak mengerti juga? Untuk apa terus menghalangiku?"

"Karena kau yang memintanya!" Zaki mengguncang tubuh Cinta dalam tangkupan kedua tangannya.

"Apa?!" Cinta terperangah.

"Kau meminta hakmu agar malam ini diperlakukan selayaknya istri, bukan?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status