"Tidak bisakah kau memberiku hak sebagai istri, setidaknya detik ini, suamiku? Atau biarkan saja aku pergi." ~ Cinta Papilaya Cinta dipaksa masuk dalam kehidupan Zaki, menjadi tawanan demi melunasi hutang mendiang ayahnya kepada PT. Arsyandi Buana. Sementara Zaki, pria matang yang tidak bisa move on dari masa lalu selalu memakai logika ketimbang perasaan. "Kau hanya istri di atas kertas yang tidak bisa memiliki hatiku. Jadi jangan berharap aku akan menyentuhmu dengan kelembutan." ~ Zaki Arsya Mampukah Cinta melewati masa-masa sulit pernikahannya atau memilih pergi dari kehidupan suaminya dan membiarkan Zaki kembali ke masa lalu?
View MoreBab 1
"Hei, pria tua! Sampai kapan kau terus menghukumku begini?"
Cinta menarik sudut bibir, mengejek dirinya sendiri saat menyadari Zaki sudah mencengkeram pinggang ramping miliknya.
Zaki menyeringai kejam di ujung langkah terakhirnya, tepat di ujung sofa ruang keluarga. Kini dia berhasil mengungkung tubuh indah itu dalam kuasanya.
"Aku tidak punya waktu meladeni wanita gila sepertimu."
Penguasa dunia bisnis dengan pesona paripurna itu melempar kata-kata belati sambil terus meramas pinggang indah yang tiba-tiba menjadi pusat perhatiannya saat dia muncul di pintu ketika pulang kerja.
"Tapi jika kau menginginkannya, mari kita lakukan."
Bahkan dingin udara malam disertai hujan dan petir menggelegar di luar saat ini, tak mampu meredam panasnya aura yang terpancar dari wajah tanpa ekspresi tersebut.
Masalah Zaki cuma satu. Selama ini, pemilik bibir berbentuk hati itu mengaku masih belum bisa move on dari masa lalunya.
"Akh! Kau bahkan tidak pernah bersikap lembut padaku."
Saat ini, pikirannya teralih ke malam pertama pernikahan mereka yang berujung zonk.
"Kau hanya istri di atas kertas dan tak bisa memiliki hatiku. Jadi berhenti berharap kalau aku akan menyentuhmu dengan lembut."
Kalimat penolakan penuh napsu kala itu berakhir dengan penyiksaan raga yang meluluhlantakkan ego wanitanya. Lebih parah lagi, Zaki dengan angkuh melolongkan nama seseorang di sela hangover yang mendera hingga memicu rasa trauma mendalam di hatinya.
"Hanya dia yang pantas kusebut namanya karena hati ini, denyut nadi ini, juga detak napas ini, semua miliknya."
Memalukan, bukan? Hingga Cinta memilih menyudahi foreplay sebelum Zaki bertindak lebih jauh.
Untung Cinta belum sepenuhnya mempersiapkan diri dengan ritual parfum pemikat atau bahkan memakai baju kurang bahan yang disodorkan sahabat terbaik kepadanya sehari sebelum pernikahan. Kalau tidak, entahlah. Barangkali malam itu, dia akan lebih dipermalukan lagi oleh Zaki sampai lupa caranya bernapas.
Mengingat itu, wanita bertubuh indah ini ingin sekali menenggelamkan diri ke dasar bumi yang terdalam.
"Sial!" umpatnya merasa tak mampu membuang jauh bayangan luka yang ditorehkan hingga membekas ke jiwa maupun raga.
Bukan tanpa alasan, pria bercambang halus, bertemperamen tinggi itu kerap menyakitinya dalam kondisi apapun. Terhitung setahun mereka menikah, sepanjang itu pula dia mendapat perlakuan kasar dari Zaki.
"Dia bahkan tak punya hati."
Penyiksaan demi penyiksaan membuat Cinta sendiri berasumsi kalau dalam diri suaminya terdapat bibit sadistik yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Cinta memilih menarik diri saat mendapat kesempatan. Dengan cepat dia menghindar sambil memulai aksinya menyambut kepulangan Zaki, mencoba menahan diri agar tetap bersikap manis di depan pria bergelar suami tersebut meski hati dan pikirannya berbanding terbalik.
"Selamat datang, Suamiku," sapanya lembut, namun dalam hati justru terbahak sumbang. 'Sampai kapan ini berakhir?' Jujur, dia sudah lelah dengan segala kepalsuan.
"Di mana Farhan?" Alih-alih menjawab, Zaki malah menanyakan keberadaan sepupu jauhnya yang baru pulang dari luar negeri.
Sepenting itukah posisi Farhan sampai dirinya sendiri diabaikan?
"Di kamar. Aku baru saja menyuruhnya beristirahat." Cinta memaksa senyum.
Zaki tidak lagi bertanya melainkan memasang aba-aba berlalu, namun Cinta sigap menahan pergelangan tangannya.
"Suamiku," panggilnya lirih.
Zaki bergeming. Matanya memandang lurus tanpa ada keinginan untuk menoleh.
"Aku tidak punya waktu meladeni hal remeh," balas Zaki datar sembari menepis pelan tangannya. "Jadi tidak perlu berpura-pura manis di depanku."
Ditelisik dari sisi manapun, kebersamaan selama ini memang tidak memberi dampak positif bagi hubungannya meski mereka selalu semeja, sekamar, seranjang, tetapi mereka tidak sehati karena tidak pernah menyatukan raga.
Cinta berdeham.
"Aku sudah melakukan semua yang kau inginkan, bahkan menjalani perintahmu dengan sepenuh hati."
Ucapannya berhasil membuat Zaki menoleh sejenak dengan ekspresi misterius, lalu memilih kembali ke posisi semula.
"Katakan apa maumu, jangan membuang waktuku."
"Tidak bisakah memberiku sedikit hak sebagai seorang istri setidaknya detik ini, Suamiku? Anggap saja demi menebus kesalahanmu di malam pertama pernikahan kita. Kau berniat menyentuhku begitu ganas, tetapi memanggil nama orang lain."
Dari samping, Cinta memandang lekat jakun yang tampak bergerak.
"Atau biarkan saja aku pergi, Zaki." Wanita tersebut memelas dan langsung mendapat tatapan miring dari suaminya.
"Kau mengancamku?"
'Sedikit,' balas Cinta dan tentunya dalam batin. "Zaki, kurasa kita perlu memperbaiki hubungan ini." Dia merengek, entahlah.
Baginya semua masih belum terlambat dan wanita ini memberanikan diri tepat di peringatan satu tahun pernikahan mereka.
"Toh ini anniversary pernikahan kita, Suamiku." Lagi, Cinta memelas. Dia merasa perlu membahasnya.
Netra mereka saling beradu. Cinta sedikit gugup, namun berupaya mengontrol suasana hatinya.
"J-jadi wajar jika aku ingin membahas tentang kita."
Tatapannya tidak beralih dari pancaran predator milik Zaki meski nyalinya menciut. Dia memang sedang ingin membaca respons dari sorot mata itu secara langsung, bukan begitu?
"Kau menginginkannya?" Zaki mengangkat salah satu sudut bibir. Cinta tertunduk menahan malu. "Baiklah, lekas persiapkan dirimu dalam lima belas menit. Waktuku tidak banyak," sindirnya membuat Cinta seketika tertegun.
"Apa tidak sebaiknya kau mandi terlebih dahulu, Suamiku? Lagi pula kita harus mengajak Farhan untuk makan malam bersama." Dia paham betul maksud sindiran Zaki, namun Cinta memilih mengikuti permainannya itu.
Zaki terbahak lalu berkata dengan datar.
"Makanya jangan menuntut sesuatu yang tidak bisa kuberikan jika tidak ingin dihukum." Ucapannya sangat menekan. Cinta terpaksa mengangguk dan berlalu cepat.
Niat awal ingin menyambut tas di tangan Zaki, sengaja diurungkan mengingat pria blasteran berambut pirang itu sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk berbakti sebagai istri. Hal ini sempat membuat Zaki memandang kepergiannya dengan ekspresi tidak terbaca.
"Antarkan kopi ke ruang kerjaku!" Cinta hanya mengacungkan jempol tanpa menoleh. Dia terlanjur kecewa dengan sikap suaminya.
Cinta sudah siap di depan pintu memegang baki berisi dua cangkir kopi hitam dan bersiap masuk ke ruang kerja Zaki. Dengan menggunakan sisi nampan, dia mendorong pintu yang sedikit terbuka sambil melongok.
Terdengar desahan kecil dari dalam.
"Aku mencintaimu, Sayang." Mata Cinta tidak rabun, dia melihat pria itu menggerayangi dada bidang suaminya.
"Hentikan, Farhan! Ini terlarang," elak Zaki risih.
"Namaku Farah! Bukan Farhan. Kenapa?! Apa kau tidak mencintaiku lagi dan ingin membuang perasaanku begitu saja?" Farhan terlihat menarik diri dengan kesal.
"Dengar Jack, kita bisa pergi ke negara yang melegalkan hubungan ini dan ayolah! Kita menikah, lalu membangun impian bersama dan hidup bahagia di sana."
"Kau pergilah, aku akan tetap di sini karena ada istri yang patut kujaga hatinya."
"Ini tidak adil, Jack. Kau sudah berjanji untuk tetap bersamaku sampai maut memisahkan. Tapi sejak kau menikah, beraninya mengabaikanku begitu saja? Hey, sejak itu, kau membuat Farahmu ini frustrasi lalu memilih pindah ke Amerika dan sekarang kau memintaku pulang. Aku pikir kau akan merindukanku, tapi ternyata ...."
"Bukan begitu Farhan," potong Zaki cepat, namun seketika mendapat tatapan kesal dari pria tersebut.
Cinta melongo. Sejak kapan suami superior-nya lemah di depan seseorang? Otaknya berputar ligat ke memori malam pertama pernikahan mereka saat Zaki mabuk berat dan mulai mencumbunya.
"Farahdina!" Nama itu yang dilolongkan Zaki dengan penuh hasrat dan penghayatan, membuat Cinta langsung menarik dari dan berlari keluar kamar membiarkan Zaki terlempar ke kasur dan akhirnya terlelap.
Pikirannya melanglang, mencerna obrolan dua makhluk berjakun di depan sana. Farhan memanggil Zaki dengan sebutan Jack lalu menamakan dirinya sendiri sebagai Farah.
"Apa Farahdina yang disebut suaminya di malam pertama itu merupakan nama lain dari Farhan? Jadi selama ini mereka berdua sepasang ...."
Kilat petir di luar kembali menggelar.
"Astaga!"
Cinta meneguk saliva kasar. Tak sadar kedua tangannya naik menutup kuping.
Tak pelak nampan digenggaman terjatuh membentur lantai menimbulkan bunyi pecahan cangkir yang keras.
Prangg!
"Lepaskan dia! Cinta tidak bersalah!"Zaki berteriak lantang. Hatinya tercabik mendapati bagian tubuh Cinta yang terbuka mulai disakiti oleh beberapa lelaki yang jelalatan memandangnya. Wanita itu terlihat masih meronta walau dalam keadaan tidak berdaya."Dia harus membayar lunas semua kesalahanmu, Zaki! Farahdina istriku, tetapi kau menidurinya seenak napsu bejatmu. Maka istrimu yang polos ini juga harus menerima akibat dari perbuatan burukmu!"Antonio bergerak mendekati Cinta. Zaki tahu betul karakter bajingan nekad itu. Tak dapat dibayangkan jika lelaki itu sampai menyakiti istrinya, sedang dia sendiri tidak mampu menyelamatkan wanita yang sering dia sakiti itu. Mengingatnya, hati Zaki tiba-tiba mencelos."Tidak! Jangan sakiti dia! Aku tidak akan memaafkan kalian, Biadap!"Dadanya bergemuruh, kini amarahnya mulai meledak seperti gunung aktif yang memuntahkan material batu dan lahar panas. Zaki sigap memainkan dua kaki dan berhasil mengelabui dua bodyguard yang mencekal tubuhnya. Hi
"Kalau bukan Dion, lalu bangsat mana yang mencoba bermain-main denganku?!" Tiba-tiba Zaki teringat sesuatu dan lekas berbalik ke kamar untuk berganti seragam kerja dengan jeans dan long sleeve. Dengan cepat dia meraih kunci mobil dan beberapa perlengkapan jalan lainnya, lalu berlari keluar menuju garasi. Buru-buru mencapai mobil, menghidupkan mesin, lalu sigap melaju ke rumah sakit tempat Ari dirawat."Semoga ada petunjuk di sana."Sesuai petunjuk dari Alfian, Zaki tiba di rumah sakit lewat jalan tikus dan gegas mendatangi Ari di ruang rawat inap. Namun, yang dicari justru tidak terlihat batang hidungnya."Ke mana dia?" Zaki bercelinguk kanan dan kiri saat tidak menemukan siapa-siapa, baik di ruang utama maupun toilet."Apa Ari hanya pura-pura terluka, lalu sengaja mengelabui Cinta? Atau dia memang telah dibawa kabur oleh seseorang dari sini?"Zaki meneliti brankar yang kosong, mencoba mencari petunjuk dari sana. Dan benar, ada secarik kertas yang terselip di bawah bantal. Zaki mera
"Tolong!" teriak Cinta sebelum mulutnya benar-benar tersekap dan semua pandangan seketika menjadi gelap."Putri Agus Dikara."Terdengar suara sangar seseorang bertopeng yang tampak sudah menyekap jalur pernapasan Cinta hingga tak sadarkan diri. "Akhirnya kita bertemu lagi," desisnya kemudian dalam suasana sekitar yang gelap dan sepi, lalu diam-diam menyeret tubuh lemah itu pergi dari sana. Pergerakan cepat tersebut tidak membuahkan curiga bagi siapapun yang melewati tempat itu. *Tengah malamnya, Zaki tampak masih berkutat dengan laptop di kursi teras lantai dua sebab suhu ruangan di dalam rumahnya mendadak panas membakar. Barangkali pemicunya dari perasaan yang tiba-tiba tidak tenang, tetapi dia memaksakan diri untuk tetap memantau perkembangan bisnis properti yang dia geluti. "Huh!" Zaki mendengkus sambil menutup kasar layar laptop lalu memilih bangkit bersandar di dinding teras demi menatap langit malam tanpa bintang. Satu jam yang lalu, dia pulang dan mendapati Cinta tidak b
Cinta segera beranjak kembali ke kamar. Dia masih terpuruk dengan keterangan yang baru saja didapatkan dari Ari. Lelaki tua berfisik sehat dan kuat itu seolah membuka sisi lain dari ayah dan ibunya yang selama ini tidak dia ketahui. "Padahal ibu tidak pernah bercerita hal buruk mengenai hubungannya dengan ayah."Hal paling mendasar yang dipegangnya saat itu, sang ibu cukup bahagia di ujung kepergiannya. Wanita renta tersebut pergi dengan menitipkan pesan terakhirnya agar dia dan Zaki saling melindungi."Keluarga Arsyandi Buana yang lain telah mengorbankan nyawa kakakmu Gita demi membayar kematian saudara kandung Zaki. Ibu juga tak punya pilihan untuk tidak menyerahkanmu kepada keluarga itu, Nak. Sebab cuma Zaki yang bisa melindungimu dari orang-orang jahat itu."Cinta masih mencerna maksud dari perkataan mendiang sang ibu."Orang-orang itu? Siapa mereka? Apa ibu diancam oleh banyak pihak?"Di sela memikirkan cara untuk mencari kebenaran, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara berisik di
"Ah, barangkali cuma terbawa cerita Helena saja," pikirnya.Tidak ingin berpikiran buruk tentang hal ini, Cinta terus saja memasuki rumah mendiang sang ayah sambil bersenandung kecil. Senandung yang biasa didengungkan oleh mendiang ayah, ibu dan juga sang kakak."Nona Cinta, apa kamu ingin menikmati sesuatu untuk minum petang ini?" tanya Ari saat dirinya hendak memasuki kamar di lantai atas. Lagi, panggilan Ari berhasil membuatnya nyaris terperanjat. Diam-diam Cinta istighfar dalam hati. Ada apa dengan dirinya saat ini? Kenapa berhadapan dengan Ari saja rasanya seperti menghadapi seorang penjahat yang sedang mengancam?"Apa saja, boleh. Asal Paman yang bikin." Cinta membalas sambil melempar senyum manis seperti biasa. Meski hatinya cukup berkecamuk, namun dia tetap menunjukkan sikap biasa saja di depan pria tua yang masih awet itu."Oh, ya. Sediakan seperlunya saja, biar nanti aku yang buatkan kopi petang untuk kita berdua. Paman pasti penasaran dengan air tanganku juga, kan?"Cinta
Zaki diam-diam pulang lebih dulu karena tidak ingin berdebat panjang dengan Cinta sebab pikirannya sedang kacau. Kini, dia sedang berada di ruang kerjanya dan tidak ingin diganggu oleh siapapun. Dalam setiap detiknya, dia masih saja mengeluh sambil terus memantau kamera."Bahkan dia merusak agenda pekerjaanku."Zaki menyesalkan pertemuan tiba-tiba dengan Cinta saat sedikit lagi dia akan mengetahui dalang di balik gagalnya proyek Edelweis. Diyakininya bahwa Nyonya Leny Tang selaku mitra kala menyimpan bukti mengenai hal tersebut."Tapi kenapa?"Sayangnya, pertemuan itu harus terhenti di longue. Sementara agenda selanjutnya ke Taman Moana harus gagal sebab belum apa-apa, acaranya sudah dikacau oleh Cinta."Ada apa dengan dia? Dia pergi ke longue itu untuk bertemu dengan karib ayahnya?"Zaki menghela napas berat. "Siapa lagi karib ayahnya selain aku? Mana mungkin dia sengaja mengikutiku."Rencana Zaki untuk menuntaskan masalah proyek Edelweis, malah berbuntut kepada penudingan terhadap
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments