Hari ini Aarav pulang tidak mendapat senyum manis Sifabella, istrinya itu malah mendelik kesal begitu melihatnya sudah sampai ke rumah.Dan melihat teknisi sedang memasang CCTV membuat Aarav mengerti kalau Sifabella sudah mengetahui niat sebenarnya meminta Aleia tinggal di rumah mereka.“Hai sayang,” sapa Aarav meski tidak mendapat sambutan baik istrinya yang sedang duduk di sofa ruang televisi sembari memangku Aleia.“Aku tuh enggak mau tetangga kita ngomongin kamu kalau kamu datang terus ke rumah daddynya Aleia ….” Sifabella membengkokan bibirnya meledek Aarav dengan mengutip kalimat pria itu tempo hati.Aarav tergelak, dia duduk di samping Sifabella, satu tangannya merangkul pundak Sifabell dan tangan yang lainnya mengusap-ngusap kepal Aleia.“Memang iya kok niat gue gitu.”“Halaaaah, ngapain pasang CCTV di setiap ruangan kalau niat sebenarnya seperti itu … Mas biar bisa ngecek apa yang Harvey lakukan kalau dia masuk ke rumah ini ketika Mas enggak ada.” Dan tebakan Sifabella tepat
Awalnya Harvey tidak mengijinkan Aleia tinggal di rumah Aarav, meski dia sibuk bekerja tapi masih memiliki waktu untuk merawat Aleia.Sifabella tidak berhenti membujuknya agar menerima tawaran Aarav, dia mengatakan bahwa tidak mungkin dia terus-terusan keluar masuk rumahnya untuk membantu merawat Aleia karena khawatir dengan penghakiman dari para tetangga.Harvey sempat keras kepala, dia tetap menolak tawaran Aarav dan memilih untuk merawat Aleia sendiri hanya dibantu asisten rumah tangga sampai akhirnya dia menemukan Aleia sedang duduk termenung menatap kosong keluar jendela yang menunjukkan pemandangan ke dalam kamar Sifabella.Di kamarnya, Sifabella sedang bekerja di depan kamera membuat konten untuk sosial media.“Aleia.” Harvey bergerak mendekat lalu duduk di bench di samping Aleia.“Daddy sudah pulang?” Aleia menoleh, suaranya lirih sekali.“Ya sayang … apa kamu sudah makan?” Harvey mengusap-ngusap kepala Aleia lembut.Aleia menganggukan kepala.“Sudah minum obat?”Dia menganggu
Tadi malam Aarav tidak pergi dari rumah seperti yang dia lakukan malam sebelumnya.Aarav tidur di sofa ruang televisi, dia main PlayStation hingga matahari hampir terbit.Dan terbangun beberapa jam kemudian dalam keadaan terbalut selimut yang biasa tersampir di sofa.Seingatnya dia tidak menggunakan selimut saat hendak tidur, mungkin dia tidak sadar menarik selimut atau ….Sifabella yang menyelimutinya?Dia bangkit dari sofa menuju ruang makan untuk mengambil air mineral.Di atas meja makan Aarav menemukan sarapan pagi yang sepertinya sengaja dibuat Sifabella untuknya.Meski masih kesal, Aarav menghargai Sifabella jadi dia duduk di kursi meja makan dan mulai menyantap sarapan paginya.Karena kalau dia tidak menghabiskan sarapan pagi itu maka masalah akan bertambah besar.Sifabella akan ngamuk dan mungkin akan melempar sarapan pagi ke wajahnya.Tapi ke mana koki dari sarapan pagi ini? Dia tidak merasakan keberadaan Sifabella di rumah.Di antara pertanyaan dalam benaknya tentang kebera
“Kamu lagi apa?” “Aku masak makanan sehat untuk Aleia, ada sup kacang merah … aku baca di Google katanya baik untuk penderita leukimia ….” Harvey menatap punggung Sifabell dari belakang, dia mengutuk takdirnya yang terlambat bertemu Sifabella padahal beberapa bulan lalu mereka berada di kota yang sama yaitu Jakarta.Mereka semestinya bertemu sebelum Sifabella menikah dengan Aarav sehingga dia bisa menikahi Sifabella, memberikan ibu terbaik untuk Aleia.“Kamu bangunin Aleia, dia harus makan … apa ada obat yang harus dia minum?” “Oh … ada,” jawab Harvey setelah beberapa detik berhasil menguasai dirinya kembali.Dia pergi ke kamar Aleia dan kembali bersama Aleia yang ternyata sudah bangun begitu Harvey sampai ke kamarnya.Aleia tidak mampu berteriak, tubuhnya masih sangat lemah jadi dia diam saja sampai seseorang datang ke kamarnya.“Hai sayang, Aunty buatkan sup kacang merah … Aleia harus makan, Aunty suapin ya?” Aleia mengangguk pelan sambil tersenyum.“Aunty?”“Ya sayang?” Aleia
Tadi malam entah di mana Aarav tidur, dia belum juga pulang ke rumah meski hari ini adalah weekend.Sifabella sudah kehilangan kesabaran, dia kesal sekesal kesalnya karena Aarav bertingkah seperti anak kecil.Ternyata dibalik sikap humorisnya yang selalu berkata mesum dan nyeleneh, Aarav memiliki hati sensitif yang mudah marah dan tersinggung.Dia tidak akan mengirim pesan kepada suami lucknut-nya itu lebih dulu, tidak peduli Aarav akan pulang atau tidak.Baguslah dia yang pergi dari rumah karena kalau Sifabella yang pergi, dia akan pergi ke mana?Dengan hati yang terkungkung emosi, Sifabella yang tengah mencoba suatu tema make up memoles alisnya terlalu tebal membuatnya mirip dengan tokoh kartun Sinchan.Dia mengambil kapas kemudian membubuhkan miscellar water untuk menghapus alisnya yang tebal dan hitam pekat.Netranya terpaku pada cermin, menilai kembali hasil riasan yang menurutnya kurang bagus lalu Sifabella menghapus keseluruhan make up di wajahnya dengan kasar.Dia kesal tapi b
Bagaimana Sifabella bisa terus marah dan membenci Aarav yang tidak menghargainya dengan memberikan uang senilai tiga Milyar kepada papap Heru kalau alasan yang diucapkan pria itu membuatnya terharu.Dua kali Aarav mengatakan secara tidak langsung kalau uang itu dia berikan demi bisa menikahi Sifabella.Jadi ketika pria itu mencumbunya sambil menanggalkan satu persatu kain di tubuh mereka, Sifabella tidak ingin menolak.Dia sambut rayuan Aarav, membalas pagutan mesranya dengan penuh damba setelah membalikan badan duduk di atas pangkuan Aarav saling berhadapan.Kedua tangan Sifabella melingkari pundak Aarav, jemarinya meremat lembut rambut di belakang kepala Aarav saat bibirnya sudah berpindah ke pipi dan berakhir di leher Sifabella.Sementara kedua tangan Aarav mengangkat bokong Sifabella agar miliknya bisa masuk sempurna.Gerakan mereka menciptakan gelombang air yang berhamburan ke lantai.Punggung Sifabella menegak, dia tatap mata Aarav saat bokongnya bergerak naik turun.Mata Aarav