Dia pun menunduk, menatap karpet di bawahnya sambil berpikir. "Bukan cuma rusak, tapi mati total. Berarti biayanya lebih banyak atau jangan-jangan aku harus menggantinya dengan yang baru?" tanyanya dalam hati sambil menduga-duga, kedua matanya terbelalak menghitung jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membeli ponsel baru yang sama seperti itu.
Ingin rasanya Djuwira melarikan diri saja saat ini. Pikiran tanggung jawab atas kesalahannya harus dikubur dalam-dalam. Dia menyesal sudah bersedia bertanggung jawab.Sambil tersenyum sedih, Djuwira menggeleng dengan dada sesak, lalu mundur dari posisinya saat ini. Dia benar-benar ingin kabur saja. Mengabaikan pandangan dingin dan menakutkan dari pria di depannya yang sudah membaca gerakan melarikan dirinya."Aku harus pergi," bisiknya dalam batin mengingat uang dalam dompet dan rekeningnya sangat terbatas.Namun, baru dua langkah bergerak menjauhi pria tersebut—suara bel berbunyi pun terdengar. Membuat keduanya sama-sama menoleh. Sontak saja Djuwira mempercepat larinya kemudian dikejar oleh pria bertubuh tinggi dengan suara hak rendah pantofel yang digunakan bergesekan dengan lantai.Tiba-tiba pria itu berhenti melangkah dan segera berbalik arah. Berjalan cepat menuju Djuwira kemudian menarik tangannya kasar dan membawa wanita itu ke belakang pintu. Menghempas tubuh Djuwira dengan kuat.Djuwira menahan sakit dengan pandangan tetap pada pria di depannya. "Kenapa Tuan menarik saya?" tanya Djuwira.Pria itu meminta Djuwira diam dengan jari telunjuk yang menutup bibirnya sendiri. Kedua mata indahnya menatap bergantian ke iris Djuwira kemudian memindahkan gadis itu ke dinding. Tepat di dekat pintu."Diam, jangan bersuara."Djuwira langsung memasukkan kedua bibirnya ke dalam kemudian mengangguk dengan wajah panik. Tidak lama setelah itu, pintu dibuka dan Djuwira berada di baliknya. Dia disembunyikan oleh pemilik kamar saat ada yang datang. Rencana kaburnya gagal total. Bahkan dia tidak bisa bergerak bebas karena mulutnya dibekap oleh pria itu."Key, kau sedang apa? Ini sudah jam berapa, kenapa belum turun juga?!" tanya seorang wanita pada putranya.Djuwira tidak bisa melihat wajah wanita itu dan hanya mendengar suaranya dari balik pintu. Dari sapaan pertama tersebut, Djuwira tahu nama pria yang sudah menghempasnya ke pintu dan dinding adalah Key."Sebentar lagi aku turun, masih bersiap-siap," jawab Key."Ponselmu mana? Mama hubungi sejak tadi, tapi tidak aktif," tanya wanita yang ternyata adalah ibunya."Rusak, Ma. Tiba-tiba mati," jawab Key, sambil menekan mulut Djuwira.Djuwira berusaha menurunkan tangan Key dari mulutnya karena tenaga yang dia keluarkan terlalu besar. Namun, Key tidak mau menurunkan bekapan itu bahkan semakin dalam dan lebih naik lagi sampai menutupi hidung.Bernapas dengan masker terpasang di wajah saja sudah menyulitkan, Key malah menambah beban lagi."Apa semua baik-baik aja, Key?" Sang ibu merasa wajah putranya tidak tenang."Semua baik-baik aja, Ma," jawabnya tersenyum tipis."Keluarga Sayuri belum datang satu pun, apa kau sudah menghubunginya?" Mamanya merasa risau.Muka Key berkedut sebelah karena tidak punya jawaban atas pertanyaan ibunya. Key mengangguk saja agar tidak ada yang mengetahui keadaan sebenarnya.Wina menyempitkan kelopak matanya kemudian pergi dengan perasaan tidak tenang. Key menutupi sesuatu yang terjadi tepat di hari pertunangannya dan sedang mencari solusi atas masalahnya.Begitu pintu tertutup, Djuwira terlepas dari bekapan Key dan tiba-tiba terduduk lemas. Lubang pernapasan yang ditutup Key membuatnya kekurangan oksigen."APA KAU GILA?!" bentaknya dalam keadaaan lemah, tapi amarahnya yang dipendam akibat menutup mulut dan hidungnya membuat Djuwira menyisakan sedikit tenaga untuk membentaknya. Panggilan formal itu pun luntur setelah kejadian ini.Key terkejut mendengar wanita itu bersuara lantang. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan alis menyatu.Djuwira bangkit dari lantai kemudian memperbaiki maskernya sebelum menjawab pertanyaan pria tersebut. Begitu tubuhnya sudah berdiri menghadap Key, dia pun berkata, "Kau menutup mulut dan hidungku! Kau tidak perlu melakukan itu, Tuan! Kalau aku mati bagaimana?"Key mengernyit emosi kemudian melangkah semakin dekat dengan Djuwira sampai wanita itu mundur dan bersandar ke dinding. "Ini hari pertunanganku, ponselku jatuh karena kau dan aku tidak bisa menghubungi tunanganku," balasnya.Sinar amarah di mata Djuwira sedikit meredup karena Key menyinggung masalah ponsel yang jatuh. "Apa karena ponselmu kau tidak bisa menghubungi tunanganmu, Tuan?" tanyanya dengan nada lebih rendah. Meragukan jawaban pria di depannya."Ya, salah satunya karena itu." Key berdecak kesal mengingat Sayuri yang sejujurnya memang sudah bermasalah sebelum ponselnya rusak. Djuwira malah menyudutkannya dengan pertanyaan dengan makna interogasi."Oke, sebagai gantinya pakai aja ponselku," tawar Djuwira sebagai bentuk rasa bersalah. Dia mencoba mencari cara agar pria itu menemukan tunangannya.Key berpaling dengan embusan napas keras. Satu tangannya berada di pinggang sementara satu lagi memijat kening. "Kau tidak perlu berbaik hati. Pergi ambil uangmu dan tinggalkan kamar ini," jawabnya.Djuwira menggeleng cepat. "Tidak, Tuan. Aku merasa ini salahku. Sebelum aku pergi, kumohon katakan apa yang harus kulakukan agar masalah ponsel Tuan selesai. Tuan membuat keadaan ini seperti semuanya salahku," sambarnya lagi, menolak pergi meski sudah diberikan izin.Key memejam mata saat menarik napas dalam. Dia tidak mungkin mengatakan kalau tunangannya berniat membatalkan acara yang dianggap penting ini. Langkahnya semakin jauh dari Djuwira hingga menuju jendela."Jika benar karena ponsel itu rusak dan Tuan tidak bisa menghubunginya, maka pakai aja ini," ulangnya lagi menawarkan alat komunikasi miliknya sambil mengikuti dari belakang.Begitu sampai ke dekat jendela, Key berbalik arah secara mendadak dan membuat Djuwira terkejut. Jarak yang terlalu dekat menjadi alasan Djuwira tidak siap mengelak saat Key memutar tubuh. Sontak saja wanita itu terjatuh ke menarik tubuhnya ke belakang dengan keseimbangan yang buruk.Dalam hitungan detik, Djuwira akan jatuh.Beruntung Key sigap membaca situasi kemudian menangkap tubuh Djuwira dengan menarik sisi depan kemejanya dengan tangan kiri. Tak hanya itu saja, tangan kanan Key juga spontan melingkar ke pinggangnya. Membawa tubuh wanita itu menyatu dengannya agar tidak bersentuhan dengan lantai.Adrenalin Djuwira terpacu amat kencang. Dia sudah pasrah dengan kenyataan akan jatuhnya dia ke lantai, tapi gerakan Key menangkapnya justru membuat gadis itu terkejut. Sebagai balasan sikap spontan Key, tangannya pun mencengkram erat kemeja putih tersebut."Ah," lirihnya saat tubuh mereka berbenturan akibat tarikan Key ke dalam pelukan.Sepasang mata Djuwira terpaku menatap Key dengan segala ketampanannya. Tak disangka kalau Key masih peduli meski sejak tadi dirasa begitu dingin juga tidak manusiawi karena sudah membekap mulutnya.Napasnya tertahan karena jarak mereka tak lagi jauh. Pandangan itu tidak sepihak. Key juga menatap erat Djuwira tanpa bergeming."Terimakasih, Tuan," kata Djuwira bernada rendah. Perlahan gelombang aliran darahnya yang naik turun mulai tenang.Key masih memandangi dia penuh rasa kagum. Mengagumi keindahan mata dan juga aroma tubuh dari perempuan dalam pelukan. Pun Djuwira tidak merasa ingin buru-buru lepas dari pelukan yang menjadikannya nyaman.Djuwira terlalu mudah jatuh hati akibat tidak pernah berhadapan terlalu intens dengan lelaki selama hidupnya."Apa kau bisa membantuku?" tanya Key tiba-tiba. Kedua matanya pelan-pelan menyempit.Terhenyak seketika Djuwira mendengar pertanyaan dari Key."Mem-bantu, Tuan?" tanya balik Djuwira, sambil mengerutkan keningnya."Ya, bantu aku menyelesaikan masalah ini," jawab Key dengan ekspresi dinginnya. Bisa-bisanya dia melihat wanita cantik di depannya dengan perasaan canggung."M-masalah apa maksudnya, Tuan?" Djuwira pun terbata-bata menjawabnya."Jadi lah tunanganku malam ini," jawabnya dengan arah pandangan sedikit melenceng ke kanan. Bukan jawaban itu yang seharusnya keluar. Key malah menimpali dengan permintaan bukan penjelasan akan masalahnya. Djuwira dipaksa memahami hal yang tidak dia pahami."Tuan," sahutnya meminta Key melepaskan tubuhnya. Permintaan jadi tunangan bukanlah permintaan yang sepele. Masa depan bisa berubah kalau dia menerimanya.Key mengabulkan permintaan lepas dari Djuwira kemudian menantikan jawaban atas pertanyaan tadi. Pikiran kusut yang melanda membuat Key memilih cara ini."Maaf, Tuan. Aku tidak bisa mengikuti kemauan Tuan. Aku tidak mau menerima t
Bulir air mata jatuh dengan sendirinya akibat mendapatkan kabar buruk di tengah cuaca yang sama buruknya dengan nasib pagi ini. Petir menggelegar tak lagi mengejutkan Djuwira karena kabar pemecatannya mengalahkan ketakutan halilintar.Jemarinya menyeka sudut mata, berusaha menghentikan air mata yang terus jatuh. Namun, semakin ingin berhenti semakin deras pula ia jatuh. Sayangnya, tangisan dalam diam itu terasa sangat menyakitkan. Sakit sekali seperti disayat-sayat.Djuwira tidak mau ayah dan adiknya tahu kalau dia sudah tidak bekerja. Mereka bisa sedih dan ikut frustasi. Biar ia saja yang menanggung sedih serta berusaha mencari jalan keluar atas permasalahannya ini.Sekitar satu jam berlalu. Djuwira keluar kamar setelah memastikan bahwa muka serta matanya bebas dari jejak tangisan. Senyuman ditarik paksa, mengubah ekspresi sedihnya menjadi gembira. Ia membawa tas selempang berbahan denim dari kamarnya, lalu berpamitan."Ayah, aku keluar dulu," katanya.Rinaldi yang sedang sarapan lan
"Fitnah?" Ekspresi Key terlihat tidak senang. Lirikan tajamnya menusuk hingga membuat Djuwira mengerutkan kening.Sekretaris Key pun ikut kelimpungan dengan situasi yang sama sekali tidak dia pahami. Secara bergantian wanita itu melihat bos dan juga tamunya itu."Ya, Tuan memfitnahku dan sudah melayangkan pernyataan bohong pada pemilik toko roti Diamond dan itu semua tidak benar!" jelasnya lagi dengan nada meninggi.Suara Djuwira bisa terdengar hingga ke sisi ruangan para karyawan. Gea langsung mengawasi mereka, memastikan kalau mata-mata penasaran dari ruang karyawan yang mendengar obrolan panas itu tidak membuang waktu kerja mereka hanya demi mencari informasi.Saat dia hendak memberi solusi untuk bicara empat mata dalam ruangan, bosnya justru sudah beranjak pergi sambil mencengkram balik tangan Djuwira dan membawa paksa ke ruangan pribadinya.Djuwira dilepas paksa dari cengkraman Key hingga membuat gadis itu hampir tersungkur. Beruntung Ia menemukan credenza kemudian menahan diri ag
Percakapan serius antara Key dan seseorang yang dimaksud adalah Riena, pelayan kepercayaan keluarga. Dia yang telah memberi laporan palsu pada pemilik toko roti karena marah pada Djuwira yang dianggap tidak mau membantu Key untuk berpura-pura menjadi tunangannya malam itu.Key tampak mendidih hati ketika mengetahui bahwa seorang wanita berstatus 'pelayan' sudah berani melakukan hal di luar persetujuannya. Ia menutup panggilan tersebut dengan satu ancaman."Semoga Bibi ingat pada kejadian masa lalu tentang sekretaris pribadiku yang sudah lancang menyetujui perjanjian bisnis atas namaku. Kupastikan Bibi juga akan menerima hukuman yang sama," tekannya pada wanita yang sudah gemetar mendengar setiap balasan dari Key."Key, saya minta maaf! Saya melakukan itu karena tahu betapa pentingnya pertunanganmu dengan Nona Sayuri demi memperluas bisnis keluarga Matsumoto," sahutnya mengharap ampunan."Bibi tahu hal yang aku benci, bukan? Memaafkan sesuatu yang tidak bisa kumaafkan." Key memutus pan
Key tidak sanggup tetap berada di ruangan bersama Djuwira yang telah membangkitkan trauma masa kecilnya. "Tolong awasi dan tunggu dokter datang, saya mau keluar dulu," katanya.Gea tercekat mendengar perintah bosnya yang di luar nalar. Key meninggalkan dua beban pada sekretarisnya. Pertama, muntah yang berceceran di lantai dan kedua, wanita asing yang pingsan di sofa.Key melangkah tergesa-gesa tanpa menoleh sedikit pun pada Djuwira. Dia ingin mencari udara segar untuk menghilangkan mual yang masih dirasanya hingga sekarang.Sisi atap perusahaan adalah tempat terbaik bagi Key menjernihkan pikiran yang membawanya mengingat momen tak terlupakan. Momen ketika lahirnya seorang adik perempuan bernama Sasha.Flashback."Papa, adiknya laki-laki atau perempuan?" tanya Key kecil pada Matsumoto, ayahnya."Adik kamu perempuan, Key. Dia sangat cantik seperti mamamu," jawab Matsumoto penuh perasaan bahagia.Mereka belum diperbolehkan masuk setelah proses lahiran karena si ibu dan bayinya sedang dib
"Aku sudah sedikit lebih sehat, Tuan. Terima kasih sudah membantuku sadar," jawab Djuwira.Alis kiri Key menanjak sebentar karena memikirkan ucapan dokter di luar ruangan. "Bukan aku yang melakukannya, tapi dokter Vino," sahutnya."Ya, itu maksudku, Tuan. Hanya saja dokternya sudah pergi, jadi aku sampaikan pada Tuan," balas Djuwira bernada lemah.Key mengangguk. "Dokter menyarankan kau istirahat dan makan makanan yang bergizi karena tekanan darahmu sedang menurun," paparnya meneruskan ucapan Vino.Djuwira menganga terkejut saat mengetahui kalau dirinya kurang gizi. "Maaf, Tuan, tapi saya hanya kelelahan saja, bukan kurang gizi," tepisnya membela diri.Key tersenyum tipis kemudian menaikkan kedua alisnya. "Aku tidak peduli dengan itu. Aku hanya menyampaikan pesan dokter saja. Bayangkan kalau kau pingsan di jalanan, pasti akan merepotkan lebih banyak orang lagi," sanggahnya pula.Djuwira malu sekali karena pesan dokter yang sejujurnya ada benarnya itu. Hanya saja Djuwira takut kalau Ke
Djuwira mengatur napas normal karena sejak beberapa waktu lalu dia bahkan hampir lupa bernapas. Lirikan yang menerkamnya dari arah kanan menyadarkan Djuwira kalau dia harus mengucapkan terima kasih pada preman tersebut."Kak, aku mau ngucapin terima kasih karena udah bantu aku lolos dari mereka," katanya.Pria itu melipat kedua tangan dengan sombong. "Gua heran ngeliat Lu. Baru aja kerja di toko roti, sekarang udah dipecat. Apa Lu gak paham caranya bekerja?" sahutnya menghardik."Bukan begitu, Kak. Ada kesalahpahaman aja sama bos. Jadi, aku kena getahnya." Djuwira tersenyum meringis. "Eh, tahu dari mana aku kerja di toko roti, Kak?" tanyanya heran."Lu kira Gua gak keliling kota ini? Gua pernah lah ngeliat Lu keluar pake seragam toko roti Diamond." Preman itu melengos kesal."Oh, gitu. Ya udah, aku permisi, ya!" Djuwira menunduk sebentar saat melewati pria yang sudah menolongnya itu. Namun, saat dia sudah melangkah hampir 10 meter, pria itu mengatakan sesuatu padanya."Mereka itu anak
"Karena aku mau mencari pengalaman lain, Ayah," jawab Djuwira sambil berjalan menuju dapur untuk membersihkan gelas juga piring kotor yang tersisa. Ia terus menutupi sebisanya agar ayahnya tidak kepikiran.Rinaldi tersenyum. Dia sangat mengagumi putrinya yang sudah memiliki banyak pengalaman, tapi tetap saja ingin mencari lagi. Di mata Rinaldi seperti itu lah Djuwira. Padahal putrinya sedang putar otak keras demi mendapatkan uang lebih."Paman Anto meninggalkan motornya untukmu, Djuwira," ujar sang ayah mengejutkan anaknya."Huh?!" Djuwira langsung menghentikan aktivitas mencuci piring, lalu menyahut ucapan ayahnya. "Paman Anto baik banget, Yah!""Ya, dia pulang kampung dan malas membawa motornya. Lagi pula pamanmu itu banyak uang. Nanti kau ucapkan terima kasih padanya," ujar Rinaldi.Djuwira bersyukur sekali karena dikasih rezeki tak terduga di tengah-tengah keputusasaannya kemarin. Kebaikan paman Anto akan selalu dikenang.Di dalam kamar sebelum tidur.Djuwira menatap kartu nama di