Elang memerhatikan kembali perempuan tersebut dan menyadari bahwa dia bukanlah Vivian. Tanpa sadar, dia akhirnya memaki dalam gumaman kecil, "Brengsek! Siapa yang berani menempatkan perempuan ini dalam tendaku?"
Kondisi gelap membuat Elang benar-benar tidak bisa mengenali siapa yang sedang lelap di sampingnya. Untuk menyalakan penerangan, Elang juga merasa enggan. Selain pusing dan mengantuk, Elang justru berpikir sesuatu yang mungkin menguntungkannya."Aku bahkan tidak mengingat siapa yang biasa memakai parfum sialan ini, padahal rasanya aku sering mencium baunya. Benar-benar membuat otakku makin sinting!" Pemuda setengah mabuk itu mengeluh dalam dilema.Bau wangi dari perempuan yang tidur di sampingnya terasa tidak asing, tapi Elang tidak yakin dengan isi kepalanya sekarang. Akhirnya Elang memilih untuk tidak peduli. Dia melakukannya karena dia mulai kesulitan mengendalikan diri dari hasrat yang mulai membakar, dan tentu saja hal itu jauh lebih penting daripada sekedar mengetahui identitas pemilik bau-bauan yang menggelitik hidungnya.Dengan setengah hati, Elang menyentuh bahu dari tubuh kecil yang ada di sampingnya. "Mbak … please jangan tidur di sini, ini tenda cowok!"Merasa beberapa kali guncangannya tidak dihiraukan, Elang mempererat pelukannya. Sebenarnya sih bukan tidak dihiraukan, tapi Elang memang tidak serius membangunkan perempuan tersebut, sentuhannya terlalu lembut tanpa membuat guncangan sedikitpun. Tapi, Elang yang sudah kepanasan tidak mau salah apalagi pusing dengan siapa dia tidur malam ini."Emang gue pikirin … yang penting anget!" gumam Elang dengan seringai mesum.Menurut Elang, tidak ada yang salah dengan kelakuannya, dia sudah benar dengan tidak memasuki tenda orang lain secara sembarangan. Elang masih sedikit punya kewarasan untuk mengingat dimana dia harus tidur malam ini. Terbukti tas dan sleeping bagnya ada di dalam tenda tersebut, malahan sedang dipakai sebagai selimut oleh perempuan yang tidurnya sangat lelap, seperti orang mati.Elang yang sudah on fire, akhirnya memeluk lebih erat dan nekat memasukkan tangannya ke dalam jaket perempuan di sampingnya. Dia ingin menyentuh lebih banyak kulit yang terasa lembut di tangannya. Makin menghimpit dan sedikit menindih perempuan yang seenaknya lelap di dalam tendanya. Elang jelas sedang mencari sesuatu yang lebih dari sekedar kata hangat."Bukan salah gue!" serapahnya pada bisikan hati yang melarangnya bertindak lebih jauh. Elang masih sempat berpikir logis tapi jengkel, kenapa masih saja ada kebaikan yang diingatnya lebih dulu sebelum melakukan sesuatu yang seharusnya terlarang?"Iya … gini udah bener, siapa suruh tidur di tenda orang tanpa permisi!" Elang bermonolog lirih pada bisikan kotor yang memenuhi kepalanya. Membela diri agar tidak merasa bersalah saat melakukan kenakalannya.Sepertinya wanita di tendanya ini sadar keberadaan dirinya dan berusaha menghindar. Namun, Elang tidak membiarkan hal tersebut terjadi. Salah satu tangannya menelusup dan menahan kepala bagian belakang si perempuan, sehingga bibir mereka tetap menyatu.Darah muda Elang yang sudah panas sulit dihentikan, mengalir lebih cepat dari perkiraan. Bahkan, tubuhnya kini benar-benar mendekap erat wanita tersebut."Arrgghh tolo …!" Suara perempuan itu hanya keluar sebentar karena Elang kembali membungkamnya dengan cepat."Sssssstttt …!" bisik Elang singkat di sela-sela ciumannya, tidak memberi kesempatan sedikitpun pada wanita yang membuatnya panas dingin untuk menjawab. Saat kesadarannya mulai penuh, perempuan bernama Nindya itu berusaha mengenali orang yang sedang berada di satu tenda bersamanya kini.Perempuan itu hanya mampu berpikir bahwa pria ini adalah tunangannya. Salah satu dosen muda di kampus yang sama tempatnya mengajar. Nindya tadi memang meminta tolong pada Daniel untuk mengantar ke acara makrab mahasiswa baru karena tidak enak jika harus berangkat bersama ketua jurusan dan bagian kemahasiswaan. Selain faktor jarak usia, Nindya juga tidak mau satu mobil dengan dua pria beristri.Nindya masih berusaha melepaskan diri, mendorong lembut bahu pemuda yang menghimpitnya. "Daniel, stop! Mulutmu bau alkohol, mabuk kamu itu!"Elang menulikan telinganya. Tidak peduli pada kalimat lirih Nindya. Kewarasan Elang bukan hanya diambil alkohol yang baru beberapa waktu lalu diminumnya, tapi dikuasai oleh birahi yang menggelegak di seluruh nadi. Bayangan tubuh Vivian mendadak mengaburkan semua sudut pandangnya.Elang yang sedang kesurupan hasratnya semakin menjadi-jadi. Bahkan, suara memelas Nindya tidak digubris oleh Elang. Dalam pikiran Elang, Vivian tidak mungkin menolaknya. Dia hanya perlu berusaha sedikit lagi untuk mendapatkan semuanya. Pemuda itu mulai berpikir bahwa dia sedang bersama Nindya.Elang pun bersiap pada proses penyatuan mereka. Dia tidak ingin mundur karena istilah kentang alias kena tanggung, bukanlah bagian dasar dari seorang Elang!Sementara itu, Nindya mengeluh dalam hati. Daniel jarang sekali mabuk dan berbuat seliar ini padanya. Tapi, jika dia menolak dan membuat keributan, bukan mustahil semua orang akan tahu kelakuan mereka. Nindya tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri dan juga tunangannya. Maka dari itu, secara perlahan Nindya memasrahkan dirinya pada pria yang bersama dalam tenda bersamanya kini. Toh, tunangannya akan menikahinya, kan?
Hanya saja, mengapa wangi parfum Daniel di indera penciumannya serasa bukan yang biasanya?***Dalam situasi panas dan intim seperti itu, yang dipikirkan Elang hanya bagaimana caranya dia cepat mencapai puncak kenikmatan dan meredakan ketegangannya."Sayang …!" Desis pelan tidak berdaya kembali menghampiri pendengaran Elang. Elang bangga karena berpikir Vivian bergumam dengan panggilan mesra. Sebenarnya, tidak bisa dibilang mesra, suara perempuan itu lebih ke nada protes dengan nafas tertahan menghadapi hasrat liarnya.Nafas Elang memburu, peluhnya jatuh menetes pada wajah di bawahnya, lalu erangannya keluar bersama dengan gigitan pelan pada bibir bawah Nindya yang tak berkutik melawan pelukan posesifnya. "I got it, thanks ya, Vi!" Tanpa merasa bersalah, Elang turun dari tubuh yang sudah membantu mengurangi kram otaknya. Elang lalu mengelap bekas basah bagian bawahnya dengan kaos yang baru saja ditanggalkan. Dengan pikiran rumit, Elang berusaha mengembalikan setengah otaknya yang tadi menghilang dalam kegilaan. Elang membuka tas dan mengambil pakaian ganti, mengenakannya den
Elang ikut gusar melihat wajah sendu Nindya. Meski terlihat tenang tapi mata Nindya menyimpan luka saat menatapnya."Bu Nindya kok bisa-bisanya tidur di tenda saya?" tanya Elang terkena serangan panik setelah matanya bersirobok dengan dosennya. Dia takut Nindya menangis dan histeris karena merasa dilecehkan oleh mahasiswa yang sedang dibimbingnya.Dosen muda cantik di depan Elang menaikkan alisnya tinggi, menjawab dengan galak pertanyaan konyol dari Elang yang tidak masuk akal didengar telinganya. "Ketua panitia yang menempatkan saya di sini!"Well, Elang sekarang merasa jadi orang paling tolol sejagad mapala, kenapa dia tidak bertanya pada ketua jurusan yang tadi mengobrol dengannya? Karena harusnya beliau datang bersama istrinya yang menjabat sekretaris jurusan teknik kimia. Wanita pasangan kajur yang juga mendapatkan undangan untuk menghadiri malam keakraban penyambutan mahasiswa baru."Jadi Bu Nindya datang mewakili istri ketua jurusan? Bu Dewi nggak bisa datang ya?" Elang menela
Nindya duduk termenung dengan kepala tak kalah pusing, tangannya terulur menerima sereal dari Elang. "Kamu mau kemana?""Saya tidak kemana-mana, berjaga di luar tenda," jawab Elang lembut."Sepertinya aku butuh udara segar! Aku mau duduk di luar juga!""Tapi tidak enak dilihat orang kalau ibu juga ikut duduk di luar," tolak Elang halus. Dia tidak mau kepergok Vivian yang ada di tenda sebelah saat berduaan dengan dosen pembimbingnya. Ups … entahlah!"Di dalam tenda sendirian lebih berbahaya, apalagi kamu tidak jauh dari tempat saya tidur! Otakmu sedang setengah sinting, dan aku takut yang tadi itu kamu ulangi lagi!" gerutu Nindya dengan wajah cemberut.Elang menahan gerakan Nindya, "Tetap di sini dan segera istirahat, besok arung sungai akan melelahkan. Butuh kondisi sehat untuk rafting selama tiga jam! Apalagi ibu baru saja ehm ehm sama saya dan kehilangan keperawanan!""Apa? Jangan ngacau kamu, tidak ada orang kehilangan keperawanan jatuh sakit dan kejang-kejang, Elang! Yang ada jatu
Sebelum semua rafter naik ke atas perahu karet, Elang kembali mengecek satu persatu anggota tim yang akan dibawanya menyusuri sungai. Mulai dari perlengkapan wajib seperti helm dan pelampung sampai ke perlengkapan pribadi.Elang melihat sekilas pada Vivian yang ikut dalam perahunya sesuai rencana. Penampilannya yang seksi sangat mengundang tatapan semua laki-laki yang ada di lokasi. Pahanya yang putih mulus menyilaukan mata, dan dadanya yang membusung padat membuat para pemuda pusing kepala, tidak terkecuali Elang.Namun, Elang segera mengalihkan pandangan. Matanya menatap kasihan pada dosen pembimbing yang juga diikutkan oleh panitia dalam perahunya. Wanita itu masih terlihat tertekan dan kesal padanya."Pakai lengan panjang, Bu! Tiga jam di atas sungai bisa bikin kulit ibu hitam nanti," tegur Elang sebelum menuju titik kumpul. Elang bahkan mengulurkan topinya untuk dipakai Nindya. "Jangan lupa pakai sunblock wajah juga!"Nindya jelas lebih beruntung dari semua peserta wanita, karena
Sungai mulai berkelok-kelok, dan Elang pun memainkan dayungnya dengan lihai. Memberi aba-aba seperlunya namun jelas terdengar semua rafter dalam perahu agar tidak ada yang bingung saat mendayung.Suara teriakan Elang mulai membelah aliran sungai yang sangat deras. Dia berteriak keras menyaingi suara debur air sungai, "Depan siap … pancung kanan kuat!"Perahu karet berbelok ke arah kiri sebelum menabrak bebatuan. "Maju … lurus!"Elang berdiri sebentar untuk mengamati aliran sungai, "Sebentar lagi kita akan masuk ke aliran utama sungai yang lebih deras!""Whoa takut!" teriak Vivian diikuti rafter perempuan yang ada di sampingnya."Rodeo ya?!" Elang mengambil jangkauan kanan besar dengan dayungnya dan memberi perintah dengan suara keras, "Pancung kanan terus … kanan kuat, kanan lagi! Ayo tambah power lagi!" Perahu karet Elang menyusuri aliran deras sungai dengan posisi berputar. Elang sudah memilih jalur paling aman untuk bermain perahu ala rodeo, membuat mereka yang berada di perahu be
Tiga jam mengarungi sungai bersama Elang rampung dengan melelahkan. Antrian di kamar mandi umum di base camp utama arung jeram mengular panjang. Nindya berdecak senang melihat jajaran tenda di tepi sungai berwarna warni, indah sekali jika dilihat dari lokasi Nindya berdiri."Ibu duluan deh!" bisik Vivian yang sudah mendapatkan giliran masuk kamar mandi. Dia tidak tega melihat dosen pembimbing Elang pucat kedinginan.Nindya tersenyum sebagai jawaban. Masuk ke dalam dan menyelesaikan mandinya secepat kilat, rasa dingin akhirnya memudar oleh baju kering dan syal yang dikenakannya. "Makasih ya, Vi!" kata Nindya ramah sebelum melangkahkan kaki ke arah tenda. Nindya ingin segera kembali ke rumah. Menenggelamkan dirinya dalam selimut dan tidur nyenyak. Dia sungguh masih malu dan gugup jika harus bertemu Elang. Nindya tidak tahu harus berbuat apa di lokasi kegiatan keakraban untuk mahasiswa baru tersebut, dia hanya bisa menunggu ketua jurusan dan bagian kemahasiswaan mengajaknya pulang.
Nindya masuk ke dalam tenda, menyisir rambut yang masih basah dan memoles make up tipis pada wajah. Tangannya cekatan memasukkan semua barang pribadinya ke dalam tas tanpa merapikan terlebih dahulu."Perlu bantuan?" tanya Elang yang ternyata belum beranjak dari depan tenda, tempatnya berdiri sedari tadi. Mengawasi wanita yang sedang rumit dengan pikirannya, juga dengan barang-barang yang sedang disusun ke dalam tas secara asal-asalan."Tidak! Sudah selesai semua," jawab Nindya ketus. "Apa ada masalah? Ibu terlihat banyak pikiran!" tanya Elang konyol. Menghembuskan nafas berat, Nindya menjawab, "Apa aku perlu mengungkapkan semua kekesalanku lagi?"Elang menyeringai jenaka, "Jika itu bisa membuat Bu Nindya bahagia … luapkan saja semua, El terima dengan hati lapang!""Begini El, aku rasa tidak ada yang perlu kita bahas atau kamu risaukan, aku ingin kita seperti orang tidak kenal saja mulai saat ini!" ungkap Nindya sarkas."Hah? Bu Nindya serius?" Elang menyusul masuk ke dalam tenda dan
Ketua mapala selalu menekan semua anggota dengan kalimat, 'Bekerjalah secara profesional saat mengantar tamu di lapangan!'. Kalimat sakti yang membius semua anggotanya untuk lebih memperdalam skill, tujuannya adalah mendapatkan keamanan dan kenyamanan saat mereka kerja menjual jasa petualangan.Tidak terkecuali Elang, dia juga berusaha menjaga nama baik organisasi yang menaunginya baik sebagai anggota aktif di bawah mapala maupun sebagai salah satu atlet panjang dinding yang membawa nama kampus.Minggu lalu saat rafting, Elang sukses tidak mencampuradukkan urusan pribadinya bersama Nindya dengan profesionalisme di lapangan. Elang tampil sebaik mungkin sebagai penyedia layanan jasa kegiatan outdoor bersama teman-temannya.Namun, hal itu hanya terjadi pada saat kegiatan penyambutan mahasiswa baru jurusan teknik kimia berlangsung di lapangan. Saat kuliah reguler sudah dimulai, Elang juga memulai kehidupannya yang berubah jadi tak biasa.Setelah hari dimana Elang menjadi orang asing bagi