Share

Salah Sasaran

Dalam situasi panas dan intim seperti itu, yang dipikirkan Elang hanya bagaimana caranya dia cepat mencapai puncak kenikmatan dan meredakan ketegangannya.

"Sayang …!" Desis pelan tidak berdaya kembali menghampiri pendengaran Elang. 

Elang bangga karena berpikir Vivian bergumam dengan panggilan mesra. Sebenarnya, tidak bisa dibilang mesra, suara perempuan itu lebih ke nada protes dengan nafas tertahan menghadapi hasrat liarnya.

Nafas Elang memburu, peluhnya jatuh menetes pada wajah di bawahnya, lalu erangannya keluar bersama dengan gigitan pelan pada bibir bawah Nindya yang tak berkutik melawan pelukan posesifnya.

"I got it, thanks ya, Vi!" Tanpa merasa bersalah, Elang turun dari tubuh yang sudah membantu mengurangi kram otaknya. Elang lalu mengelap bekas basah bagian bawahnya dengan kaos yang baru saja ditanggalkan.

Dengan pikiran rumit, Elang berusaha mengembalikan setengah otaknya yang tadi menghilang dalam kegilaan. Elang membuka tas dan mengambil pakaian ganti, mengenakannya dengan cepat sambil melirik perempuan yang masih terkapar tak berdaya.

"Siapa kamu?" tanya Nindya gelagapan. Siapa yang dimaksud Vi oleh pasangan bercintanya?

Suara itu tak asing, tapi bukan milik tunangannya. Hal ini membuat Nindya bergerak cepat menutupi bagian tubuhnya yang masih terbuka.

Elang tercekat mendengar pertanyaan perempuan yang baru ditidurinya. Dia spontan mengamati wajah yang sekarang membuatnya penasaran. Sedikit gentar saat menebak suara perempuan yang hampir setiap hari didengarnya di laboratorium penelitian.

Namun, Elang masih terkesima dengan rasa yang baru saja didapatkan dengan tidak menjawab pertanyaan Nindya dan menjelaskan siapa dirinya. Elang justru melamunkan petualangan ranjangnya bersama pacar-pacarnya.

Sejauh dalam ingatan Elang, dia belum pernah merasakan kedalaman yang sangat menghanyutkan seperti yang baru saja diselaminya.

Semua wanita yang pernah bercinta dengannya memiliki rasa yang hampir sama, hanya menyenangkan saat gairahnya meledak, lalu rasanya hilang tanpa sedikit pun meninggalkan desiran aneh di dadanya.

Beberapa saat kemudian Elang menyadari kesalahannya. Elang kembali ingat kalau dia tahu itu bukan Vivian. Tapi sialnya, pesona Afrodit dalam tubuh Vivian sangat mempengaruhi pikiran Elang yang sedang mabuk, hingga dia menganggap fantasi bercinta dengan Vivian adalah nyata.

"Ini salah paham, Bu Nindya!" ujar Elang pucat dan penuh sesal sesaat setelah menyalakan ponsel dan mengamati wajah cantik di depannya.

Satu tangan Elang reflek menutup wajah, mengintip wajah Nindya di antara jari telunjuk dan tengah. Elang lalu menggeleng dengan berat, tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya pada Nindya. Mulutnya bersuara sesal, berdecak dengan nada putus asa.

Nindya melebarkan mata, menaikkan kedua alis dan menyahut galak,"Ini bukan salah paham namanya, El! Ini murni salah paha!"

Dosen muda yang jadi pembimbing tugas penelitian Elang terus saja melotot tajam sambil memegangi pusat tubuhnya yang nyeri, lengket dan berdarah. Dia mengumpat kasar karena mengira pria yang menyentuhnya adalah sang tunangan. "Brengsek!"

Kalau saja tidak dalam situasi serius, Elang pasti sudah tergelak mendengar kalimat ketus Nindya. Dosennya memang benar, Elang benar-benar sedang salah sasaran. Alih-alih paha Vivian, dia justru salah paha dengan dosen pembimbingnya, Nindya.

"Maaf," lirih Elang dengan ekspresi bersalah, tiba-tiba saja Elang ingin menangis seperti anak kecil yang dimarahi ibunya.

PLAK!!!

Satu tamparan keras mendarat pada pipi Elang. "Bajingan kamu!"

PLAK!!!

Satu kali lagi Elang mendapatkan tambahan dari rasa sakit hati perempuan yang menatapnya dengan geram. "Mahasiswa sialan!"

"Sekali lagi maaf, tadi itu benar-benar tidak sengaja!" kata Elang berusaha mengajak Nindya bicara baik-baik.

PLAK!!!

Tapi sekali lagi tangan halus Nindya menyentuh pipi Elang dengan kasar, tidak sudi mendengar permintaan maaf dari pemuda yang memasang wajah seperti kucing kehilangan induknya.

Elang menangkap tangan yang mendarat di pipinya, bukan sakit yang dirasa tapi sejenis dengan harga dirinya yang terinjak saat wanita itu terus saja melayangkan tangan tanpa mau diajak bicara.

“Please …!” pinta Elang sekali lagi dengan sangat memelas. Dia menggenggam tangan Nindya erat, menariknya perlahan dan mengarahkan pada bibirnya.

"Never!" Nindya berusaha menarik tangannya tapi tidak berhasil.

Elang mencium telapak tangan yang baru saja menamparnya dengan penuh kelembutan. “Aku hanya ingin bicara, Nindya!”

Panggilan langsung ke namanya membuat Nindya semakin melebarkan mata tak percaya. “Kamu panggil saya Nindya saja? Nggak pake lagi? Jaga bicaramu, El! Aku bukan pacarmu!”

"Ibu bisa menampar saya lagi kalau memang belum puas," ujar Elang melepaskan tangan Nindya dengan kesal. "Tapi, itu tidak menyelesaikan permasalahan!"

Nindya hanya diam dalam sendu, apa yang dilakukannya pada Elang barusan memang tidak akan mengembalikan apa yang sudah hilang dari dirinya. Keperawanan. Entah itu penting atau tidak, tapi Nindya memang menjaganya dengan baik selama ini. Dia pikir itu Daniel. Walau awalnya menolak, tetapi gairah dan prasangka bahwa itu Daniel, sang tunangan  ... membuatnya terlena.

"Sekali lagi saya minta maaf!" Elang tidak tahu bahwa kelakuannya yang hanya satu kali itu akan membawa dampak dan cerita panjang bersama perempuan yang berprofesi sebagai dosen muda di kampusnya. Perempuan yang sedang membimbing tugas penelitiannya agar segera selesai dan bisa diseminarkan.

Nindya melengos menahan air mata, bagaimana jika tunangannya tahu kalau dia salah mengenali orang yang masuk ke tendanya?

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
🇳 🇱 🇿
wkwkwk salpah yg bikin ketagihan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status