Elang mampir ke warung yang tidak jauh dari kampus, kios kecil yang menjadi langganannya saat kepala pusing karena kebanyakan beban pikiran.
Dua botol minuman beralkohol dibelinya dari sana sebelum pulang ke kontrakan. Apa yang baru saja dialaminya bersama Nindya di dalam lift tak urung membuat kepalanya menjadi berat.Elang sedang tidak ingin melampiaskan kekacauan dirinya bersama Vivian atau perempuan lain. Elang lebih memilih mabuk demi melupakan siksaan Nindya dalam nadi lelakinya.Mampir ke mesin pengambil uang di jalan, Elang menggerutu sambil memukul pelan pada layar penunjuk rupiah yang sangat tidak menyenangkan hatinya."Mak lampir ini … selalu saja telat transfer uang bulanan," geram Elang lirih. Dia jelas tak mau uang simpanannya yang lain berkurang.Kekesalan hati membuat Elang batal pulang ke kontrakan, dia melajukan kendaraannya ke arah Malioboro dan akhirnya masuk ke dalam salah satu penginapan di daerah Pajeksan.Bukan hanya rindu pada kenangan, tapi Elang yang sekarang merasa sangat kesepian dari kasih sayang. Hubungannya dengan sang ayah benar-benar memburuk sejak laki-laki paruh baya itu menikah dengan Bu Anita. Janda anak satu yang menggantikan posisi mamanya.Elang masih sulit menerima keadaan tersebut, sulit menerima kehadiran wanita lain yang minta dipanggil ibu olehnya. Alih-alih memanggil istri ayahnya dengan sebutan ibu atau tante, Elang justru dengan tidak sopan memanggil dengan sebutan Mak Lampir.Sebenarnya Elang tidak pernah diperlakukan buruk oleh ibu tirinya, tapi tetap saja Elang tidak sudi membangun hubungan baik dengan wanita yang sudah mengambil cinta ayahnya. Elang memiliki pandangan tersendiri mengenai cinta.Satu-satunya yang bisa mengajak bicara saat Elang di rumah adalah Dewa, anak laki-laki dari Mak Lampir yang terpaut empat tahun lebih muda darinya. Dewa bisa diterima Elang karena tidak pernah sedikitpun ikut campur urusannya. Tidak mende
Sore di Jalan kaliurang terasa dingin meskipun langit cerah. Nindya membersihkan tempat tinggalnya ala kadar karena sudah merasa lelah. Mbok Sumi yang biasa menemaninya di rumah meminta izin untuk pulang kampung menjenguk cucu.Hidup sendiri di kota Yogyakarta tidak menyurutkan nyali, Nindya senang mengajar, dia senang mendedikasikan hidupnya untuk berbagi ilmu, Nindya mencintai profesinya sebagai dosen. Seharusnya, hari ini Nindya pulang ke Semarang tempat ibunya. Karena begitulah rutinitas setiap Sabtu setelah selesai mengajar. Namun, karena besok siang ada janji dengan salah satu dosen yang tergabung dalam grup penelitian ekologi mengenai kunjungan lapangan berikutnya, Nindya menunda untuk bertemu ibunya sampai Sabtu berikutnya.Hari mulai gelap, Nindya menyeduh teh dan berniat menghabiskan malam minggunya dengan membaca. Tunangannya memiliki kesibukan sendiri di akhir pekan, dan Nindya tidak pernah menuntut untuk kencan malam mingguan. Dia bukan abg l
Elang meraih dua botol yang baru saja diletakkannya di atas meja. Dia berjalan santai ke ruang televisi, menyalakannya dan duduk di karpet tanpa mempedulikan Nindya. Elang sedang tidak ingin diganggu, dinasehati apalagi dimarahi.Satu tegukan kecil dan terus berulang membuat wajah Elang semakin memerah, matanya juga terlihat lebih sayu dari sebelumnya. Elang tidak berhenti menenggak minumannya, sesekali mendongak menatap langit-langit ruangan dengan pikiran rumit. Nindya hanya duduk mengawasi sambil membaca di perpustakan. Dia tidak pernah melihat ekspresi kesedihan sedalam itu dari seorang Elang. Bukankah menatap ke atas hanya dilakukan jika mungkin ada air mata yang akan tumpah? Nindya sangsi dengan penilaiannya meskipun isi kepalanya berkata demikian."Bu Nindya … apakah salah jika seorang anak merindukan ibunya yang telah tiada?" Mata Elang berwarna merah, menyorot tajam pada Nindya untuk mencari jawaban.Nindya menggeleng ringan dengan ekspr
Nindya tidak tidur nyenyak semalaman demi menjaga Elang, dia khawatir kalau pemuda yang tidur gelisah di dalam rumahnya membutuhkan sesuatu. Setidaknya dengan tidak lelap, Nindya juga secara otomatis sudah menjaga dirinya sendiri dari keusilan Elang yang mungkin terjadi seperti kejadian rafting beberapa waktu lalu.Dosen muda itu sedang memasak di dapur untuk membuat sarapan saat Elang terbangun. Dia melirik dan memperhatikan sekilas Elang yang sedang duduk sambil termenung.Tak lama, Elang pergi ke arahnya, tersenyum hambar lalu masuk ke kamar mandi setelah Nindya mengulurkan handuk bersih dan sikat gigi yang masih bersegel tanpa berbicara. Harus Nindya akui, pemandangan dada lebar Elang dan wajah yang baru bangun tidurnya benar-benar menunjukkan pesona Elang. Born to be awesome, istilahnya.Menit berikutnya suara air shower mengalir deras, menandakan yang ada di dalam kamar mandi mulai membersihkan diri. Nindya terpekur sejenak membayangkan tubuh telanja
Nindya cemburu saat mendengar pengetahuan Elang tentang urusan yang biasanya dibicarakan oleh pasutri tersebut. Kepalanya dipenuhi bayangan Elang berada di kamar bersama perempuan-perempuan seperti Vivian. Kenapa hal seperti itu jadi begitu sulit diterima Nindya? Bukankah gaya pacaran anak muda sekarang memang demikian?"Ya, sepertinya begitu. Aku sedang tidak subur waktu itu, jadi kamu nggak perlu khawatir!" Nindya membalas tatapan Elang dengan ekspresi datar lagi. "Kita makan sekarang saja, keburu dingin semua nanti!""Aku berharap kamu hamil,” kata Elang cuek. Menyembunyikan keterkejutan karena ucapannya sendiri. Elang bahkan tidak menyangka kalau kata-kata yang terucap spontan itu mampu membuat hatinya berdesir. Bukankah Elang cukup tolol dengan harapannya? Karena jika Nindya hamil, Elang sudah pasti menikahinya. Dan menjadi seorang ayah di usia muda? “No! Never!” timpal Nindya sarkas.“Jadi kamu memang tidak ingin aku bertanggung j
"Biar aku yang bereskan," kata Elang setelah mereka selesai sarapan. Menyingkirkan semua peralatan kotor dari meja makan, membawanya ke tempat cuci piring. Ketika kembali lagi, Elang langsung menghampiri Nindya yang sudah pindah duduk ke perpustakaan. "Ini bukan waktu untuk membaca, ini waktumu istirahat!""El, apaan sih?" Nindya memaksa melepaskan diri dari kungkungan di punggungnya. Niat membaca buku untuk menghindari kontak dengan Elang sepertinya tidak akan berhasil. "Aku sedang menunggu orang laundry."Bertepatan dengan itu, laundry langganan Nindya datang untuk mengambil karpet kotornya. Nindya membuka pintu, dan menutupnya kembali setelah pegawai laundry meninggalkan rumahnya.Suasana menjadi canggung untuk Nindya. Tapi Elang mana mau peduli, dia mendekati Nindya dan membalikkan tubuh dosennya dengan cepat, membungkuk rendah lalu mengangkat Nindya dalam gendongan, tangan kirinya menyelip dibawah bahu dan tangan kanan di belakang lutut Nindya.
Makrab bersama teman-teman mapala menjadi pilihan Elang sepulang dari rumah Nindya. Dia memborong berbotol-botol minuman keras dan camilan untuk berpesta sebelum menuju basecamp mapala. Makrab atau mabuk akrab alias mabuk bersama teman adalah acara spontan yang terjadi karena ada anggota mapala yang mendadak stres karena kebanyakan beban pikiran. Saling mendengar keluh kesah sambil minum merupakan cara cepat mengalihkan masalah, versi mereka. Meskipun setelah acara makrab selesai tidak ada satupun yang mengingat apa yang dikeluhkan temannya, tapi mereka menikmati kebersamaan itu. Apalagi setelah ritual mereka benar-benar mabuk dan tidur nyenyak. Mereka mendapatkan kepuasan karena sudah melepas beban di hati dengan berbagi cerita pada teman sehobi yang bisa dipercaya.Mulai dari masalah cinta sampai tugas kuliah, mulai dari ribut dengan orang tua sampai jatah jajan bulanan yang habis lebih cepat karena dipakai untuk kegiatan petualangan alam. Ya, meski se
Ya, Nindya memang sedang duduk di coffee shop bersama tunangannya, Daniel. Berhadapan, tidak seperti sepasang kekasih yang memiliki hubungan cinta, tapi lebih seperti rekan kantor yang sedang membahas pekerjaan.Daniel fokus pada laptop, sibuk dengan jarinya yang berada di atas tuts dan layar yang menampilkan struktur batuan. Sementara Nindya memegang gelas kopi sambil menatap ke luar kafe. Merenung.Alih-alih membicarakan pernikahan seperti yang disampaikan Nindya pada Elang pagi tadi, pasangan dosen muda itu hanya membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan kerja, pendidikan, penelitian, jadwal mengajar lalu diam dengan urusan masing-masing.Nindya melamunkan Elang, jika dia keluar bersama playboy kampus, yang usianya lebih muda darinya itu … tempat seperti apa yang akan dipilih Elang untuk menghabiskan waktu berdua? Hanya ngopi seperti sekarang atau mengajaknya menatap matahari terbenam sambil berpelukan?! Nindya tersenyum samar, Elang menjanjikan senj