Share

152. Kamu Tidak Sendiri

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-07-12 14:45:09

Ariella sedang di dapur, mengiris buah untuk camilan sore. Lagu klasik mengalun pelan dari speaker, dan untuk pertama kalinya setelah beberapa hari… wajahnya agak tenang.

Tubuhnya masih mudah lelah, tapi dokter bilang perkembangan janin tetap sehat sejauh ini. Dan itu cukup untuk membuatnya bertahan.

Suara pintu depan terbuka. Rigen pulang.

Ariella menoleh sambil tersenyum. Tapi senyum itu perlahan memudar saat ia melihat ekspresi suaminya.

Bukan marah. Bukan sedih.

Tapi… penuh beban. Seolah baru saja melepaskan sesuatu yang berat dari dadanya.

Rigen berjalan mendekat. Tidak bicara. Ia hanya memeluk Ariella dari belakang—erat, dalam, dan tanpa jeda.

Ariella menggenggam tangan suaminya yang melingkar di perutnya. “Kamu ke mana, Rigen?” bisiknya.

Rigen menjawab dengan nada serak yang lembut, “Ke rumah Ibu.”

Ariella langsung diam.

Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Tangan yang tadi memegang mangkuk buah gemetar sedikit.

“Kamu… bicara soal itu?”

Rigen meletakkan daguny
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
onm m
lanjut thor............ kapan ya rigen junior lahir
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   152. Kamu Tidak Sendiri

    Ariella sedang di dapur, mengiris buah untuk camilan sore. Lagu klasik mengalun pelan dari speaker, dan untuk pertama kalinya setelah beberapa hari… wajahnya agak tenang. Tubuhnya masih mudah lelah, tapi dokter bilang perkembangan janin tetap sehat sejauh ini. Dan itu cukup untuk membuatnya bertahan. Suara pintu depan terbuka. Rigen pulang. Ariella menoleh sambil tersenyum. Tapi senyum itu perlahan memudar saat ia melihat ekspresi suaminya. Bukan marah. Bukan sedih. Tapi… penuh beban. Seolah baru saja melepaskan sesuatu yang berat dari dadanya. Rigen berjalan mendekat. Tidak bicara. Ia hanya memeluk Ariella dari belakang—erat, dalam, dan tanpa jeda. Ariella menggenggam tangan suaminya yang melingkar di perutnya. “Kamu ke mana, Rigen?” bisiknya. Rigen menjawab dengan nada serak yang lembut, “Ke rumah Ibu.” Ariella langsung diam. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Tangan yang tadi memegang mangkuk buah gemetar sedikit. “Kamu… bicara soal itu?” Rigen meletakkan daguny

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   152. Konfrontasi

    Langit sore itu mendung, dan di dalam mobilnya, Rigen menatap setir tanpa benar-benar melihatnya. Ia tidak langsung bicara setelah Ariella mengaku. Ia tidak mengamuk, tidak mengangkat suara, tidak langsung menelpon siapa pun. Namun, malam itu ia tidak tidur. Matanya menatap langit-langit, dan dadanya terasa penuh sesak oleh sesuatu yang selama ini ia pendam, yang akhirnya pecah melalui pengakuan perempuan yang paling ia cintai. Dan hari ini, ia tidak akan diam lagi. --- Rumah ibunya tetap seperti yang ia ingat—besar, mewah, dingin. Tak ada boneka atau lukisan kekeluargaan. Hanya lukisan-lukisan mahal dan ketenangan yang terlalu rapi untuk disebut “rumah”. Ibu membuka pintu sendiri. Wajahnya kaku begitu melihat siapa yang berdiri di ambang. “Rigen?” tanyanya, alis terangkat. “Kamu tidak bilang mau ke sini.” “Memang sengaja,” jawab Rigen, tenang. Ia masuk tanpa diminta. Langsung duduk di ruang tamu. Ibu menyusulnya, duduk perlahan dengan postur tetap tegak. Seperti akan mengha

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   151. Kamu Harus Cerita!

    "HAHH, HAHH!?" Ariella terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat membasahi pelipis, punggungnya lengket meski AC kamar menyala. Ia mendongak, butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa ia masih di tempat tidur. Bahwa lampu tidur di sisi ranjang masih menyala lembut. Bahwa Rigen masih tertidur di sebelah, lengannya terentang mencari posisi memeluk, tapi tak menemukan tubuh istrinya. Satu tangan Ariella memegangi perutnya. Perasaan kosong membuncah tiba-tiba. Mimpi itu datang lagi. Bukan mimpi biasa. Tapi mimpi yang membuat tubuhnya dingin dan jiwanya beku. Dalam mimpi itu, ia berdiri sendirian di koridor rumah sakit yang panjang dan gelap. Ia mendengar suara detak jantung—cepat, lalu melambat. Melambat. Melambat. Hingga senyap. Ia berlari menyusuri lorong, membuka pintu-pintu satu per satu. Tapi tak ada siapa-siapa. Tidak ada dokter. Tidak ada Rigen. Tidak ada suara. Sampai ia melihat… sebuah inkubator. Kosong. Lalu suara ibunya berkata pelan dari belakang, “Kamu tidak

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   150. Tidak Bisa Bercerita

    Tiga hari sudah berlalu sejak kedatangan itu. Tiga hari sejak amplop putih yang berisi uang dan permintaan kejam itu diletakkan di meja tamu—dan Ariella, seperti perempuan yang baru kehilangan suara, memilih diam. Ia membuang amplop itu malam hari, diam-diam. Membakarnya di halaman belakang setelah memastikan Rigen sudah tertidur. Ia menatap api kecil yang melahap lembar demi lembar uang seperti orang yang sedang mengantar pengkhianatan ke liang kubur. Dan sejak itu, ia tersenyum... terlalu sering. Rigen tidak curiga. Ia tetap menjadi suami yang lembut, penuh perhatian. Ia masih mencium keningnya setiap pagi, masih menyiapkan sarapan sederhana dan memijat punggungnya setiap malam. Dan Ariella membalas semua itu dengan sebaik mungkin. Ia tertawa pada candaan kecil, menyambut pelukan, dan mengangguk setiap kali ditanya, “Kamu baik-baik aja?” Tapi tubuhnya tahu. Jiwanya tahu. Ariella mulai sulit tidur. Tiap malam, detak jantung bayinya yang dulu terasa menggetarkan hati, kini membu

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   149. Gugurkan Kandungan Itu!

    Sore itu seharusnya menjadi waktu tenang. Langit sedang mendung tipis, angin membawa aroma tanah yang hangat, dan Ariella baru saja selesai meminum jus alpukat yang Rigen siapkan sendiri sebelum rapat daring. Ia duduk di ruang tamu, satu tangan memegang buku kehamilan, tangan lainnya sesekali mengusap perutnya yang belum menunjukkan tonjolan apa-apa, tapi baginya, sudah menjadi dunia kecil yang berharga. Bel pintu berbunyi. Sekali. Tenang. Tapi nadanya membuat Ariella langsung waspada. Ia membuka pintu. Dan di sana, berdiri seorang wanita yang tidak ia harapkan sama sekali hari ini. Ibu Rigen. Dengan blouse putih yang licin tanpa kerut, kacamata hitam bertengger di kepala, dan tas tangan mewah yang mencolok di bawah lengannya, wanita itu berdiri seperti patung—anggun tapi dingin. “Ibu?” Ariella berusaha terdengar netral. “Kenapa tidak kalau bilang mau datang?” Ibu Rigen hanya menjawab pendek, “Sengaja.” Nada suaranya sudah cukup memberi tahu bahwa ini bukan kunjungan kekeluar

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   148. USG Pertama

    Hari itu, udara pagi terasa lebih ringan dari biasanya. Namun di dalam mobil yang melaju menuju klinik, keheningan justru menguasai. Bukan karena suasana yang tegang, melainkan karena ada terlalu banyak hal yang ingin diungkapkan—dan tidak seorang pun tahu harus memulainya dari mana. Rigen melirik ke arah Ariella, yang duduk di kursi penumpang dengan tenang. Tangan istrinya tidak henti-hentinya menyentuh perutnya yang masih tampak rata, namun kini terasa seolah menyimpan semesta kecil di dalamnya. “Apakah kamu merasa gugup, Sayang?” tanya Rigen dengan suara rendah. Ariella mengangguk pelan. “Sangat. Gugup, bahagia, khawatir... semuanya bercampur. Aku hanya takut... bagaimana jika ternyata tidak ada apa pun di dalam sana?” Rigen meraih jemari Ariella dan menggenggamnya dengan erat. “Kita datang justru untuk mengetahui hal itu. Dan apa pun hasilnya nanti, kita akan menghadapinya bersama. Kamu tidak sendiri, ada aku suamimu, Sayang." Ariella tersenyum tipis, meskipun matanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status