Share

393.

Penulis: Lil Seven
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-02 10:54:25

Pagi itu, kantor terasa lebih panas dari biasanya. Matahari Jakarta menembus jendela kaca besar, tapi udara panas itu kalah dengan ketegangan yang memenuhi ruang kerja Giovanni. Cia duduk di mejanya, mencoba menata dokumen, tapi tangannya gemetar sedikit.

Giovanni masuk tanpa mengetuk, langkahnya tegas, suara sepatu haknya di lantai kayu seakan mengumumkan kepemilikannya. Matanya langsung menatap Cia.

“Cia,” ucapnya rendah, nada suara yang bikin seluruh tubuhnya merinding.

Cia menoleh cepat. “Ya, Bos?”

Giovanni mencondongkan tubuh ke arah meja, jarak mereka beberapa senti saja. “Aku dengar Raisa terus nanya soal jadwal kamu. Dan aku nggak suka.”

Cia menelan ludah. “Dia cuma sopan, Gio. Nggak ada maksud apa-apa.”

Gio tersenyum tipis, tapi matanya tetap tajam. “Sopan? Jangan bohong. Aku bisa lihat caranya menatapmu, caranya tersenyum. Aku nggak suka. Aku nggak akan biarkan dia masuk ke wilayahmu.”

Cia menatapnya, kesal tapi tak mampu menahan debar di dadanya. “Gio… kamu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   394.

    Giovanni mencondongkan kepala, napasnya menyentuh pipi Cia. “Akhirnya kamu bilang, Cia. Akhirnya… kamu ngerti.” Raisa menatap mereka, ragu, tapi tetap berusaha tersenyum. Namun Cia tahu, Giovanni kini sudah mengambil langkah ekstrem: jelas bahwa tak ada ruang bagi siapapun selain dirinya. Dia melangkah lebih dekat, mencondongkan tubuh ke arahnya, suara rendahnya menggetarkan. “Kalau Raisa atau siapapun coba dekat sama kamu lagi… aku bakal pastikan mereka tahu siapa yang punya kamu. Aku nggak main-main.” Cia terdiam, menahan debar di dadanya. “Gio… kamu serius banget.” “Tapi kamu tetap di sini,” jawab Giovanni. “Masih di sampingku, masih merhatiin aku… itu namanya takut kehilangan, dan aku nggak akan biarkan kamu pergi.” Cia menunduk, menahan gemetar. Giovanni mencondongkan kepala lagi, menyentuh pipi Cia. Napasnya hangat di telinga. “Aku nggak bisa nahan diri. Aku nggak akan biarkan siapapun menggantikan tempatku di hatimu. Aku yang tentuin batasmu, Cia… dan aku serius.”

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   393.

    Pagi itu, kantor terasa lebih panas dari biasanya. Matahari Jakarta menembus jendela kaca besar, tapi udara panas itu kalah dengan ketegangan yang memenuhi ruang kerja Giovanni. Cia duduk di mejanya, mencoba menata dokumen, tapi tangannya gemetar sedikit. Giovanni masuk tanpa mengetuk, langkahnya tegas, suara sepatu haknya di lantai kayu seakan mengumumkan kepemilikannya. Matanya langsung menatap Cia. “Cia,” ucapnya rendah, nada suara yang bikin seluruh tubuhnya merinding. Cia menoleh cepat. “Ya, Bos?” Giovanni mencondongkan tubuh ke arah meja, jarak mereka beberapa senti saja. “Aku dengar Raisa terus nanya soal jadwal kamu. Dan aku nggak suka.” Cia menelan ludah. “Dia cuma sopan, Gio. Nggak ada maksud apa-apa.” Gio tersenyum tipis, tapi matanya tetap tajam. “Sopan? Jangan bohong. Aku bisa lihat caranya menatapmu, caranya tersenyum. Aku nggak suka. Aku nggak akan biarkan dia masuk ke wilayahmu.” Cia menatapnya, kesal tapi tak mampu menahan debar di dadanya. “Gio… kamu

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   392.

    Suasana kantor terasa berbeda hari itu. Hawa panas dari insiden Raisa kemarin seakan masih menempel di setiap sudut ruang kerja. Cia duduk di meja, mencoba fokus pada laptopnya, tapi setiap gerakan Giovanni membuatnya teringat—setiap tatapan, setiap senyum tipis, bahkan desah kecilnya saat berbicara di telepon. Giovanni berdiri di dekat jendela, menatap kota Jakarta dari lantai atas gedung, tapi matanya selalu kembali ke arah Cia. Ada sesuatu di wajahnya hari itu—lebih tajam, lebih posesif, dan jelas lebih cemburu. “Cia,” suaranya rendah, memanggil dengan nada yang membuat seluruh tubuh Cia menegang. Cia menoleh cepat. “Ya, Bos?” Giovanni melangkah ke arahnya, jarak antara mereka semakin dekat. “Aku dengar Raisa udah mulai sering nanya-nanya tentang jadwal kamu.” Cia menelan ludah. “Dia cuma… sopan aja, Gio. Nggak ada maksud apa-apa.” Gio menatapnya tajam. “Sopan? Jangan bohong sama aku. Aku bisa lihat cara matanya nempel sama kamu. Cara dia tersenyum, cara dia pura-pura ‘tersa

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   391

    Koridor kantor terasa lebih sempit dari biasanya. Suara langkah kaki Cia bergema pelan di lantai kayu, tapi rasanya setiap bunyi seperti gong yang menandai ketegangan. Matanya tak lepas dari pintu ruang kerja Giovanni yang baru saja ditutup. Raisa sudah pergi, tapi bayangan pelukan “tak sengaja” itu masih menempel di pikirannya. Giovanni berdiri di balik meja, punggung tegak, tangan terkepal di sisi tubuh. Tatapannya menusuk, tapi kali ini bukan tatapan CEO dingin yang biasa. Ada bara cemburu yang sulit disembunyikan. “Kamu tahu, Cia,” suaranya rendah, membuat jantungnya berdetak lebih cepat, “aku nggak suka orang lain deket kamu.” Cia menahan napas. “Aku nggak deket sama dia. Dia cuma… sopan aja.” Giovanni melangkah mendekat, jarak mereka semakin sempit. “Sopan? Oh, tolong. Kamu ketawa sama dia, dan itu cukup buat aku kehilangan kendali.” Cia menahan tawa pahit. “Kehilangan kendali? Serius, Gio… kamu terlalu dramatis.” “Dramatis?” Giovanni menyentuh dagunya, mencondongkan tubu

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   390.

    Suara tumit sepatu Raisa terdengar memecah kesunyian koridor kantor yang baru saja sepi setelah rapat besar selesai. Dia melangkah anggun, dengan senyum kecil yang selalu tampak manis… kalau saja tidak ada niat tersembunyi di baliknya. Di sisi lain, Giovanni berdiri sambil merapikan jasnya, masih berbicara dengan salah satu klien lewat telepon. Nada suaranya dingin dan dalam, seperti biasa — sampai Raisa berpura-pura kehilangan keseimbangan tepat di hadapannya. Tubuhnya oleng. Satu tangan Giovanni refleks terulur, menangkap bahu Raisa. Dan di saat itulah— Pintu ruang rapat terbuka. Alicia keluar dengan tumpukan berkas di tangan, wajah masih fokus… sebelum pandangannya membeku. Raisa ada di pelukan Giovanni. Tepat di depan matanya. Beberapa detik sunyi menggantung. Terlalu sunyi. Cia bahkan lupa bagaimana caranya bernapas. “Ups,” suara Raisa pelan tapi sengaja terdengar manja. “Aku—aku hampir jatuh. Untung ada kamu, Mas Gio.” Giovanni refleks melepaskan genggamannya, tapi

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   389.

    Pagi itu, kantor Jakarta terasa lebih hangat dari biasanya. Lampu natural menembus jendela besar, menyorot lantai kayu dan meja-meja modern yang tertata rapi. Cia sedang menyiapkan dokumen proyek di meja kerjanya, fokus, tapi matanya sesekali melirik Giovanni yang berdiri di pojok ruang, tampak menunggu sesuatu. Ada aura yang berbeda—tekanan yang halus tapi mematikan. Raisa masuk dengan senyum manis, langkah ringan. “Selamat pagi, Pak Giovanni,” ucapnya, sedikit menunduk sopan. Cia menegakkan punggung, menahan napas. Giovanni menatap Raisa sebentar, lalu matanya langsung ke Cia. Dan itu… cukup untuk membuat Cia menegang. Matanya seperti berkata: “Jangan coba-coba dekat dengan siapa pun selain aku.” Raisa pura-pura tersandung, jatuh hampir ke arah Giovanni, tapi cepat-cepat menahan diri. “Ups… maaf,” bisiknya manja, tanpa sadar senyumnya terlalu dekat dengan wajah Giovanni. Cia menelan ludah, menatap pemandangan itu seolah ingin lari dari ruangan. Tapi Giovanni, untuk per

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status