Home / Romansa / Gairah Cinta Kakakku / 124. Tetap wangi apel

Share

124. Tetap wangi apel

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2025-10-14 18:04:29

(21+)

"Eemmm... Kakak, tapi ini di rumah sakit," bisik Silvi, suaranya tercekat di antara desahan napasnya yang memburu.

Ada nada penolakan, namun sejujurnya, sentuhan Juna barusan sempat membuatnya melayang. Dengan gerakan pelan, dia mendorong dada Juna, mencoba menciptakan jarak yang terasa begitu tipis di antara tubuh mereka. Wajahnya memerah, bukan hanya karena gairah, tapi juga karena rasa malu dan khawatir.

Juna menatapnya, senyum menggoda masih terukir di bibirnya. "Memangnya kenapa kalau di rumah sakit? Kita 'kan suami istri, Dek," balasnya lembut, namun tatapannya penuh hasrat. "Di ruangan ini juga hanya kita berdua."

"Tapi bagaimana kalau ada yang tiba-tiba masuk?" Silvi tampak khawatir, jantungnya berdebar kencang seperti genderang di dadanya. Dia merasa tegang, membayangkan skenario terburuk. "Selain itu... pintunya juga kaca, Kak. Kelihatan dari luar." Dia menunjuk ke arah pintu dengan dagunya, berharap Juna melihat betapa berisikonya situasi mereka. Cahaya dari luar kori
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gairah Cinta Kakakku   133. CCTV rusak

    "Silakan cek saja," ucap Opa Angga, nada suaranya datar dan tenang, seolah tak terusik sedikit pun. "Tapi... kebetulan CCTV di rumahku rusak sejak seminggu yang lalu.""Rusak??" Kedua polisi itu berujar bersamaan, nada suara mereka mencerminkan kekecewaan. Mereka saling memandang, seolah sedang berkomunikasi tanpa kata.Padahal, rekaman CCTV di rumah itu adalah satu-satunya bukti yang bisa mereka dapatkan untuk memastikan apakah laporan Melati bisa dipercaya atau tidak, mengingat CCTV di rumah Papi Tian pun mengalami kerusakan misterius."Apa Opa sengaja merusak CCTV?" tuduh Melati, tatapannya tajam menusuk Opa Angga."Pertanyaan macam apa itu? Kamu ini ada-ada saja, untuk apa Opa merusak CCTV," jawab Opa Angga, sambil terkekeh pelan, merasa lucu dengan tuduhan Melati yang menurutnya tak berdasar."Bisa saja Opa memang sengaja menutupinya, karena takut kedua anak Opa masuk penjara," balas Melati, suaranya meninggi."Mel, jaga bicaramu!" tegas Mami Nissa menyela, suaranya bergetar. Dia

  • Gairah Cinta Kakakku   132. Ikut bersekongkol

    Mami Nissa mengangguk lesu. Dia menjatuhkan diri di sofa, di sisi sang papa. "Sudah, Pa," jawabnya lirih. Ada jeda sebelum dia melanjutkan, mencoba mengalihkan perhatian dari masalahnya sendiri. "Oh ya, bagaimana si Juna dan Silvi? Rumah yang aku belikan mereka suka nggak, Pa?"Rumah itu adalah bentuk penebusan dosa Mami Nissa.Dia bersikeras pada Opa Angga untuk mengizinkannya membelikan rumah untuk Juna dan Silvi. Namun, dia meminta dengan sangat agar sang Papa merahasiakan keterlibatannya. Dia ingin Juna percaya bahwa rumah itu adalah pemberian dari Opa Angga, khawatir putranya akan menolak jika tahu itu darinya."Kalau Juna sih suka, memang sesuai yang dia inginkan, nggak terlalu besar. Tapi dia menolak kalau Papa memberikannya secara cuma-cuma, Nis. Dia maunya dicicil," jawab Opa Angga, sedikit kesal."Lho, kok gitu sih, Pa?" Mami Nissa mengerutkan keningnya, heran."Juna memang sekarang begitu, Nis. Bahkan sebelum Silvi ketahuan ham

  • Gairah Cinta Kakakku   131. Asalkan bersama Kakak

    "Rumah ini Kakak beli secara nyicil sama Opa, Dek. Sebenarnya... Opa pengennya ngasih, cuma Kakak yang nolak. Kakak juga sengaja milih rumah yang nggak terlalu gede, karena selain lebih murah... rumah terlalu besar juga mengkhawatirkan, apalagi kalau cuma kita berdua yang tinggal di sini," jawab Juna, menjelaskan dengan sabar sambil menggenggam tangan Silvi erat. Dia ingin Silvi tahu bahwa keputusan ini diambil dengan pertimbangan matang. "Mengkhawatirkan kenapa, Kak?" Dahi Silvi tampak berkerut, merasa bingung dengan jawaban Juna. Dia mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan suaminya. Perlahan, dia mengusap perutnya yang masih rata. "Bukankah sebentar lagi rumah ini akan ada anggota baru? Calon anak kita?" tanyanya dengan nada lembut, membayangkan kehadiran sang buah hati yang akan meramaikan rumah mereka. "Iya, sebentar lagi akan ada calon anak kita. Yang Kakak maksud mengkhawatirkan itu sekarang. Sekarang 'kan kamu dalam keadaan hamil, kalau rumah besar pasti bertingkat dan pa

  • Gairah Cinta Kakakku   130. Tempat tinggal baru

    "Papa tau luka yang Papa dan Mama torehkan padamu terlalu dalam untuk disembuhkan dalam waktu singkat. Tapi Papa mohon ...." Suaranya tercekat, air mata mulai menggenang di pelupuk mata. "Berikan kami kesempatan untuk membuktikan bahwa kami pantas mendapatkan maafmu. Biarkan kami menebus semua kesalahan kami, dan membuatmu bahagia kembali." Papa Dono kembali meraih tangan Silvi, menggenggamnya erat. "Katakan pada Papa, Sayang... Apa yang harus Papa dan Mama lakukan supaya kamu bisa memaafkan kami? Sebutkan saja, apapun itu ...." Nada suaranya putus asa, air matanya kini mengalir deras membasahi pipi. "Apapun akan kami lakukan untukmu, asal kamu bisa memaafkan kami," pintanya, hatinya hancur berkeping-keping melihat tatapan kosong putrinya. Dia rela melakukan apapun, bahkan jika itu berarti mengorbankan harga dirinya, asalkan bisa mendapatkan maaf dari Silvi. Silvi diam membisu, tubuhnya terasa kaku. Pikirannya kosong, hampa.

  • Gairah Cinta Kakakku   129. satu kali kesempatan

    "Sebenarnya... aku ingin memberikan apel ini untuk Pap—eh, maksudku, untuk Pak Tian," koreksi Juna dengan sedikit gagap, rona merah muda menjalar di pipinya. "Tapi, aku merasa lebih nyaman kalau Suster yang memberikannya."Suster itu mengangkat alis, tatapannya menyelidik, seolah berusaha membaca pikiran Juna. "Memangnya kenapa kalau Mas sendiri yang memberikan? Apa ada masalah tersembunyi?" tanyanya dengan nada lembut namun menusuk, mencoba mengorek lebih dalam alasan di balik permintaan aneh Juna. Juna menggeleng cepat, kedua tangannya bergerak gelisah. "Nggak ada masalah apa-apa kok, Sus. Sungguh! Cuma ... aku nggak berani, soalnya Pak Tian ini orangnya agak galak."Suster itu menghela napas pelan, menimbang-nimbang sejenak. Di wajahnya tergambar keraguan, namun kemudian luluh melihat Juna yang menatapnya penuh permohonan. "Ya sudah, saya bersedia membantu. Mana buahnya? Biar saya berikan langsung ke dalam," ujarnya sambil mengulurkan tangannya, senyum tipis menghiasi bibirnya."I

  • Gairah Cinta Kakakku   128. Nggak perlu ikut campur

    "Anak durhaka?" ulang Juna dengan raut bingung yang kentara. Sentuhan tangannya pada pipi yang terasa nyeri seolah membangkitkan kesadarannya akan realita yang pahit.Kedua polisi dan Om Ahmad, yang menyaksikan kejadian itu dengan mata terbelalak, segera bereaksi. Mereka bergerak cepat, berdiri di depan Melati, membentuk barikade pelindung demi menghalangi Juna, khawatir amarah Melati akan meledak dan berujung pada tindakan yang lebih dari sekadar tamparan."Iya. Kakak adalah anak durhaka! Gara-gara Kakak, hidup Papi menderita! Kakak harus membayar itu semua!""Menderita?" Dahi Juna berkerut semakin dalam, mencoba mencerna setiap kata yang terlontar dari bibir adiknya. "Apa Papi bercerita sesuatu padamu? Apa saja yang dia ceritakan?""Semuanya! Semuanya aku sudah tau dari Papi! Pokoknya... aku nggak akan pernah mengampuni Kakak dan Mbak Silvi! Aku pastikan hidup kalian nggak akan bahagia!" serunya dengan penuh kebencian. Matanya melotot tajam.Mata Juna membulat terkejut mendengar anc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status