Share

BAB 2 # Sebuah Rasa

"Bagaimana semalam, Tuan? Anda menikmatinya?" tanya Venn, seorang tawanan lain yang ada di mansion Leon. Bedanya, tawanan itu kini menyebut dirinya sebagai selir kesayangan sang tuan. Berbeda dengan Arren yang masih belum mendapatkan pengakuan.

"Lumayan. Dia sangat manis dan beraroma mawar," ucap Leon sambil menikmati pijatan Venn. Pria itu merasa lelah, setelah menghabiskan malam dan bertempur bersama di kamar wanita barunya.

“Baik ….”

Seolah memahami perasaan kekasihnya yang membuncah, Venn berpura-pura bahagia. Separuh hatinya luka, meski tak mengeluarkan darah. Venn tidak terima ketika Leon begitu memuja gadis baru di wilayah kekuasaannya.

"Apakah anda ingin ronde kedua? Tuan?" goda Venn sambil menanggalkan seluruh pakaiannya. Venn yang berusia matang, tentu saja memiliki keahlian lain ketimbang Arren yang masih perawan. Mereka berdua adalah wanita dengan level yang berbeda.

"Tidak. Pijat saja aku, lelah sekali semalam, bertempur dengan kucing hutan," tolak Leon sambil tersenyum simpul, tidak seperti biasanya.

Venn terperanjat. Ia tidak biasa menerima penolakan, apalagi, kemarin sore, Venn baru saja melakukan perawatan area vital sebagai hadiah di hari ulang tahun Leon. Siapa yang menyangka, Leon memiliki rencana lain di luar pengetahuannya.

Venn batal melancarkan aksi menggairahkan yang sudah disusunnya sedemikian rupa.

"Ba—baiklah," ucap Venn sambil memakai lagi gaunnya yang tadi tertanggal. Ia kembali memijat bagian tubuh Leon dengan terampil agar kekasihnya itu lepas dari rasa lelah. Pijatannya kali ini lebih keras, seiring amarah yang membuncah di dalam dadanya. 

'Arren, aku belum menemuimu, tapi aku sudah sangat membencimu. Tunggulah! Kau tidak akan lepas dari cengkeramanku!'

***

Malam berikutnya datang. Arren yang baru saja mendapat perawatan, terbaring lemah di tempat tidurnya.

"Bagaimana dia? Apakah dia mati?" tanya Leon pada dokter pribadinya.

"Tidak, Tuan. Dia baik-baik saja, hanya …." sang dokter memutus ucapannya.

"Katakan. Ada apa?" tanya Leon penasaran, sambil mengamati wajah Arren yang tertidur seperti bayi.

"Saya menemukan beberapa luka lebam yang sudah lama. Sepertinya, gadis itu sering dipukuli," lanjut sang dokter, meneruskan ucapannya.

Leon terkejut. Padahal ia juga telah melukai Arren. Namun, ada rasa di hati kecilnya yang terusik ketika mendengar kata yang dilontarkan oleh sang dokter. 

“Apakah Arren selama ini dianiaya ayahnya? Ataukah, ia sering dipukuli oleh bosnya?” Leon menggumam, meski tidak memiliki jawaban. 

Pria itu mengacak rambutnya sambil menatap Arren dalam-dalam. Ada rasa simpati yang tiba-tiba menusuk ke dalam hati. Namun, Leon hanya menganggap itu sebagai rasa kasihan atas nasib gadis yang dibuang oleh ayahnya sendiri.

"Tingkatkan perawatannya, Dokter. Berapapun harga obatnya, aku tak peduli. Aku ingin wanita ini sembuh,” tegas Leon sambil menatap lurus ke arah sang dokter.

"Baik, Tuan. Akan saya usahakan. Esok hari, saya akan membeli salep mujarab dari tabib terkenal untuk menghilangkan luka memarnya," sahut sang dokter.

"Ya."

"Bila perlu dilakukan prosedur operasi, akan saya informasikan kepada anda," lanjut dokter itu kemudian.

"Baiklah, lakukan seperti itu," ucap Leon terlihat penuh perhatian. Ia tidak menyangka, tawanan yang dibawanya sungguh merepotkan. 

Apakah, baru saja, Leon sedang bersimpati padanya? Ataukah, itu hanya bentuk rasa dominasi yang obsesif? Entahlah. Leon pun tidak memahaminya.

Leon sudah lama hidup tanpa emosi dan yang ada di dalam hatinya hanyalah kekejaman. Prinsip hidupnya sangat sederhana: membantai atau dibantai. Sejak ibunya meninggal, Leon hidup tanpa memiliki belas kasihan.

Leon kecil dididik dengan penuh intrik dan kekejaman, sehingga, ketika dewasa, ia berubah menjadi monster yang bahkan tega menghabisi nyawa ayahnya sendiri. Namun, itu semua bukan tanpa alasan. Keluarga Leon begitu rumit dan penuh dendam.

“Hm … mengapa dia tak kunjung sadar?”

Setelah membiarkan Arren beristirahat seharian, Leon kembali lagi ke kamar. Penampakannya benar-benar berubah. Arren yang tadinya kumuh, kusam dan tak terawat, kini menjelma serupa malaikat. 

Dokter dan pelayan memberi perawatan maksimal. Wajah Arren yang semula tertutup debu jalanan kini putih bersih bak pualam. Leon baru menyadari bahwa … tawanan yang dibawanya begitu mulus tanpa cela. 

“Tidak sia-sia aku menebusnya dengan harga mahal.”

Meski begitu, Leon merasa ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang asing, menyelusup tubuhnya. Apa ini? Mengapa aura dominasinya berubah menjadi … simpati?

“Eum ….”

Suara Arren memecah kebingungannya. Leon berdehem, berpura-pura tak memperhatikannya.

Gadis itu membuka mata. Kali ini, silaunya cahaya menyakiti iris birunya. Lagi-lagi, Arren menyipitkan pandangan dan memindai sekitar. Ruangan yang sama. Tapi … siapa pria tampan yang ada di hadapannya?

“K–kau?!”

De Lilah

Ayo kirimkan Gem untuk mendukung karya ini naik peringkat! Follow juga agar terus update cerita terbaru dari Madam, xoxo.

| 2
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Evita Maria
keren kak ceritanya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status