Share

BAB 4 # Rencana Jahat Selir

“Katakan! Apa yang terjadi semalam?” Venn, selir Leon, mendesak mata-mata yang ada di rumah utama untuk menceritakan segalanya. Sudah beberapa hari ini, Leon tidak tampak mengunjunginya di Paviliun Barat. Pria itu sibuk dengan tikus jalanan yang baru saja dipungutnya, Arren.

“Nona muda itu sakit, Nyonya. Jadi … tuan merawatnya,” ucap pelayan itu dengan gemetar. Ia takut salah bicara.

Rahang Venn mengeras. Bangunan ini begitu sepi tanpa malam panas dengan sang pujaan hati. “Untuk apa kau memberiku rumah seperti ini jika tanpa kita tinggali, Tuan?” Venn menggumam. 

Hatinya begitu sakit mendengar bahwa Leon seolah melupakan segala hal tentangnya. Awalnya, Leon adalah miliknya seorang. Sekarang? Venn harus rela berbagi kekasih dengan gadis asing yang bahkan tak dikenalnya.

“Besok! Besok undang dia untuk pesta teh. Kau harus menyampaikannya pada si pelayan pribadi. Mengerti?” 

“Pe–pesta teh?” Pelayan itu terkesiap. Keringat dingin segera mengucur dari dahinya.

“Ya! Kau mengerti, kan, maksudku?”

“Ba–baik, Nyonya!” Pelayan itu mengangguk sambil memohon untuk undur diri. Ia sangat mengetahui jika ada undangan pesta teh … itu berarti … salah seorang dari mereka akan mati.

***

Keesokan paginya, rencana Venn benar-benar akan dilaksanakan. 

Mata-mata itu telah menyampaikan amanat sang selir kepada pelayan pribadi tamu tuannya. Dengan gugup, pelayan itu mengiyakan. Para pelayan tidak memiliki hak untuk memutuskan sesuatu. Mereka hanya harus tunduk dan patuh terhadap segala perintah sang tuan.

"Selamat pagi, Nona. Mari, saya akan membantu Anda mandi," ucap Poppy–seorang pelayan pribadi yang ditugaskan khusus untuk merawat Arren. Salah satu hal yang baik yang ada pada mansion ini adalah … makanan dan pelayannya.

Mungkin, pada masa kecilnya, Arren memiliki pelayan, tetapi ia tidak begitu mengingatnya. Arren terlalu muda saat itu, sehingga yang ia ingat hanyalah kejadian-kejadian dari hidup dewasanya yang penuh perjuangan setelah kematian ibunya.

“Baiklah ….”

Setelah mendapatkan persetujuan Arren, Poppy langsung memapahnya dengan lembut ke kamar mandi. Poppy mulai memandikannya dengan teliti, dan membantunya untuk berhias.

"Poppy, ya? Namamu?”

“Benar, Nona.”

“Ehm … mengapa aku harus berhias?”

 “E–eh. Itu … Anda diundang untuk jamuan teh oleh Nyonya Vennina, Nona,” ucap Poppy dengan pelan.

“Siapa?” tanya Arren kikuk, ia merasa tidak mengenal Nyonya Vennina dan tidak ada hubungan dengannya.

 “Nyonya Vennina, selir Tuan Leon. Wanita paling berkuasa di mansion ini setelah Tuan Leon,” jawab Poppy agak canggung, takut Arren menjadi ketakutan.

“Aku tidak tahu bahwa Leon memiliki wanita lain di sini,” ucap Arren sedikit heran, karena pria itu selalu saja mencarinya. Mungkin, bagi Leon, Arren adalah mainan baru yang menarik perhatiannya.

“Tenanglah, Nona. Ini hanya seperti uji kelayakan untuk wanita yang dipilih oleh tuan," jelas Poppy mencoba menenangkannya.

Kecemasan mulai melanda pikiran Arren. Ia tidak pernah menduga bahwa Vennina, selir Leon, akan memanggilnya untuk evaluasi semacam itu. Seketika, dia merasa khawatir dengan apa yang akan dia hadapi.

"Hmm... Apakah ini wajib, Poppy?" tanya Arren dengan rasa ragu.

 "Maafkan saya, Nona, tapi itu adalah permintaan langsung dari Nyonya Vennina. Saya khawatir ada konsekuensi yang tidak menyenangkan jika Anda menolak.”

"Baiklah. Aku akan pergi," ucap Arren pada akhirnya.

Dengan hati yang berdebar, Arren meninggalkan kamarnya dan berjalan menuju pertemuan dengan Vennina. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi Arren bertekad untuk tetap tegar dan tidak membiarkan siapapun merendahkan martabatnya.

***

"Katakan dengan jujur, bagaimana penampilan wanita itu?" tanya Venn pada si mata-mata.

"Cantik, Nyonya. Dan, dia adalah seorang gadis muda. Kulitnya sangat putih dan bersinar. Jika didandani sedikit, ia pasti terlihat sangat menawan," cerita si mata-mata dengan menggebu-gebu tanpa mengetahui bahwa pertanyaan itu hanyalah pancingan.

CTAS!

Sebuah cambuk dilayangkan pada punggung si mata-mata yang terlihat sangat menyukai wanita baru milik sang tuan.

"Kau bodoh atau buta? Beraninya memuji wanita kotor dari jalanan seperti itu!"

CTAS!

Ayunan lainnya merobek pakaian sang pelayan yang kini terhuyung pingsan.

"A--ampun, Nyonya!!" pinta sang pelayan dengan bergetar. "Sa-saya salah bicara," ucapnya sambil terisak. Venn tampak menggenggam erat cambuknya dengan amarah.

'Arren! Gadis seperti apa kau itu!' batin Venn geram. “Sudah kau siapkan segala sesuatu yang kuminta?” tanya Venn pada salah seorang pelayannya.

“Su–sudah, Nyonya,” jawabnya patuh.

“Bagus. Mari kita pergi ke rumah kaca, sekarang!”

De Lilah

Ayo kirimkan Gem untuk mendukung karya ini naik peringkat! Follow juga agar terus update cerita terbaru dari Madam, xoxo.

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status