Beranda / Romansa / Gairah Cinta Tuan Mafia / bab5 badai belum datang

Share

bab5 badai belum datang

Penulis: Rentya Karin
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-19 21:49:33

Hening. Hanya suara daun-daun bergesekan dan burung liar yang terdengar di tengah belantara. Rumah kayu di kaki gunung itu seperti terisolasi dari dunia, dan bagi Clarissa… ini seperti berada di ambang dua kutub, pelindung dan penculik, ketenangan dan bahaya.

Pagi itu, Leonardo pergi sebentar untuk mengurus seseorang, yang entah artinya menginterogasi, menyuap, atau membunuh. Clarissa ditinggalkan dengan pesan pendek, "Jangan pergi ke mana pun. Aku akan tahu." Itu bukan hanya sekedar pesan biasa, melainkan sebuah ancaman. Tapi itu semua demi kebaikan dan keselamatan gadis itu.

Di ruang tamu kecil yang hangat, Clarissa duduk sendiri dengan secangkir teh dan rasa gelisah yang tak kunjung reda. Matanya tertuju pada tas kecil miliknya yang sempat ia bawa dari kantor saat kejadian penembakan. Ia baru ingat satu hal, ia masih menyimpan ponsel milik korban, ponsel yang Leonardo pikir sudah hilang.

Dengan tangan gemetar, Clarissa mengeluarkan ponsel itu dari saku rahasia tasnya. Layarnya sudah retak, tapi masih menyala. Ia menahan napas, lalu membuka galeri dan file yang ada di dalamnya.

Satu folder tersembunyi ditemukan. "DL - INTERNAL BLACKMAIL"

Clarissa membeku. Dalam folder itu terdapat lusinan video pendek, rekaman suara, dan foto. Ia mengetuk salah satu video. Isinya, rapat rahasia para bos mafia dari berbagai negara. Salah satunya adalah Leonardo De Luca, sedang berbicara tentang pengiriman senjata ilegal dari Italia ke Asia Tenggara.

Wajahnya Clarissa langsung pucat, ia membekap mulutnya dengan kedua mata membulat.

"Ya Tuhan…" Ucapnya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

Clarissa kembali menelusuri lebih dalam video-video di dalam ponsel itu. Di sana ada rekaman suara lain, yang lebih mencengangkan.

(Jika file ini sampai ke tangan FBI, kita tamat. Tapi jika kita singkirkan De Luca, kekuasaan bisa kita ambil.)

Clarissa kembali menutup mulutnya dengan kedua tangan. Korban yang terbunuh malam itu… ternyata adalah mata-mata internal yang berencana menjatuhkan Leonardo dan gengnya dengan menyebarkan bukti ini ke FBI.

Dan sekarang, file itu ada di tangan Clarissa.

***

Pintu depan berderit pelan. Leonardo masuk dengan wajah gelap dan langkah berat. Darah menodai lengan bajunya, meskipun ia tampak tenang.

"Kau masih di sini. Bagus," ucapnya singkat sambil menatap Clarissa yang duduk di kursi sofa.

Mendengar suara laki-laki dingin itu, Clarissa segera menyembunyikan ponsel di balik bantal sofa. "Kau terluka?" tanyanya sedikit khawatir.

"Bukan darahku." Jawab Leo singkat.

Clarissa bangkit dari tempat duduknya dengan tatapan mata tertuju pada laki-laki itu. "Kau membunuh orang lagi?"

Leonardo menatapnya dengan tajam, lalu berkata dingin. "Aku melindungi wilayahku. Sama seperti aku melindungimu."

Clarissa ingin memuntahkan semua kemarahan dan kebenaran yang baru saja ia temukan. Tapi hatinya masih ragu. Ia tahu, satu kalimat saja bisa membuatnya diikat dan dibuang ke jurang belakang rumah ini.

Namun Leonardo seolah bisa membaca pikirannya. Ia mendekat, mempersempit jarak mereka lagi.

"Kau menyembunyikan sesuatu." Suaranya rendah dan mencurigai, jangan lupa tatapan mata penuh selidik.

Clarissa menegakkan bahu, dia membuang rasa gugupnya, lalu berkata. "Sama seperti kau."

Mata mereka saling menantang. Tapi sebelum salah satu dari mereka bicara, ponsel milik korban, yang tersembunyi bergetar. Clarissa langsung memejamkan kedua matanya. "Sial! Disaat seperti ini, kenapa ponsel itu malah bergetar, matilah aku," batin Clarissa mulai merasa cemas.

Leonardo melangkah cepat ke arah sofa, dia membalik bantal, dan menemukan ponsel yang sudah mati lampu. Ia memungutnya, dan menatap layar, kemudian ia menoleh ke arah Clarissa.

"Sejak kapan kau menyimpan ini?" tanyanya sangat dingin membuat tubuh Clarissa bergetar dengan lidah kelu. Tidak tahu, harus menjawab apa.

Leonardo memijit pelipisnya, lalu tertawa kecil. Tapi tawanya terdengar getir.

"Aku seharusnya tahu. Kau bukan hanya gadis polos yang ketakutan, bukan?" suaranya masih dingin dan menusuk, matanya yang tajam tertuju pada gadis itu.

"Aku juga tidak minta dilibatkan!" Clarissa akhirnya bersuara, penuh emosi. "Aku cuma mau hidupku normal lagi! Tapi semua orang,kau, Triad, mereka semua, menarikku ke neraka ini!"

Leonardo melempar ponsel ke meja, lalu melangkah cepat ke arah Clarissa. Ia menggenggam kedua pundak gadis itu, tatapan matanya semakin tajam tapi bergetar.

"Aku bisa saja membunuhmu sekarang, Clarissa." Katanya penuh amarah.

"Tapi kau tidak melakukannya," bisik Clarissa. "Kenapa? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk membunuhku?"

Leo terdiam. Suasana dalam ruangan itu mendadak tegang. Nafas mereka menyatu dalam jarak yang nyaris saling menyentuh.

"Karena aku bodoh," jawab Leonardo setelah beberapa saat ia terdiam. "Dan mungkin... karena aku mulai menginginkanmu, ingin memilikimu bukan hanya karena rasa ingin tahu." Lanjut Leo lagi.

Clarissa menatapnya, antara takut dan lelah. Ia ingin memeluk seseorang. Tapi kenapa malah musuh yang paling mematikan yang membuat hatinya merasa hidup?

Leonardo menyentuh pipi Clarissa, lalu berkata. "Aku akan simpan file ini. Aku akan lindungi kamu. Tapi mulai sekarang, kau harus jujur sepenuhnya padaku."

Clarissa menghela nafas panjang, sesaat ia terdiam, memikirkan ucapan laki-laki itu, lalu sesaat kemudian ia pun berbicara dengan pelan. "Baiklah, begitupun juga denganmu," ucapannya terjeda sejenak, kemudian ia berkata lagi. "Buka topengmu. Berhenti bermain sebagai dewa."

Leonardo terdiam lama. Lalu mengangguk perlahan. "Baik. Tapi itu berarti... kau harus siap masuk lebih dalam. Ke dalam dunia kelamku." Ucapannya sangat serius, namun itu tidak membuat Clarissa merasa takut lagi.

***

Malam harinya...

Clarissa berdiri di balkon, menatap bintang yang mulai muncul atas langit. Di balik segala ketakutan, dia tahu, rasa yang tumbuh di antara dirinya dengan Leo bukan hanya sekadar permainan saja.

Dan ketika ia fokus menatap bintang-bintang kecil itu, Leonardo datang dan berdiri di belakangnya. Laki-laki itu melepaskan jaket kulit miliknya, lalu menyelimuti tubuh Clarissa, membuat Clarissa melirik ke arahnya.

"Malam ini sangat tenang," kata Clarissa diiringi dengan helaan nafas.

Leonardo mengangguk dan menatap gadis itu dari samping. "Tapi badai yang sebenarnya... belum datang." Ucapnya membuat Clarissa langsung meneguk salivanya dengan kasar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Cinta Tuan Mafia   bab6. Untuk pertama kalinya

    Clarissa berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya dalam gaun malam hitam sederhana namun elegan. Gaun itu tak terlalu terbuka, tapi tetap menonjolkan siluet tubuhnya dengan anggun. Rambutnya digerai, dan sepatu hak tinggi yang diberikan Leonardo terasa agak asing di kaki, seperti dunia tempat ia akan melangkah malam ini."Kau terlihat sangat cantik."Suara itu datang dari belakang. Leonardo muncul dalam setelan jas hitam rapi, dasi merah gelap, dan ekspresi penuh kekuasaan. Satu tatapannya cukup membuat siapa pun bertekuk lutut, termasuk Clarissa, jika ia tidak menguatkan hatinya."Jangan pikir pujianmu akan membuatku lupa siapa dirimu sebenarnya," sindir Clarissa datar.Leonardo hanya menyeringai kecil. "Aku tidak berharap kau lupa. Aku hanya ingin kau tahu bahwa mulai malam ini… dunia yang kau lihat bukan lagi dunia biasa." Tekan Leo yang hanya mendapat deheman pelan dari gadis itu. "Kita berangkat sekarang," ajak Leo sambil sambil menghentikan langkah kakinya. Clarissa me

  • Gairah Cinta Tuan Mafia   bab5 badai belum datang

    Hening. Hanya suara daun-daun bergesekan dan burung liar yang terdengar di tengah belantara. Rumah kayu di kaki gunung itu seperti terisolasi dari dunia, dan bagi Clarissa… ini seperti berada di ambang dua kutub, pelindung dan penculik, ketenangan dan bahaya.Pagi itu, Leonardo pergi sebentar untuk mengurus seseorang, yang entah artinya menginterogasi, menyuap, atau membunuh. Clarissa ditinggalkan dengan pesan pendek, "Jangan pergi ke mana pun. Aku akan tahu." Itu bukan hanya sekedar pesan biasa, melainkan sebuah ancaman. Tapi itu semua demi kebaikan dan keselamatan gadis itu. Di ruang tamu kecil yang hangat, Clarissa duduk sendiri dengan secangkir teh dan rasa gelisah yang tak kunjung reda. Matanya tertuju pada tas kecil miliknya yang sempat ia bawa dari kantor saat kejadian penembakan. Ia baru ingat satu hal, ia masih menyimpan ponsel milik korban, ponsel yang Leonardo pikir sudah hilang.Dengan tangan gemetar, Clarissa mengeluarkan ponsel itu dari saku rahasia tasnya. Layarnya sud

  • Gairah Cinta Tuan Mafia   bab4 cinta dan kehancuran

    Ledakan pertama terdengar begitu keras hingga kaca jendela vila retak. Clarissa menjerit kecil dan menunduk, tubuhnya gemetar hebat. Dia tak tahu siapa yang menyerang atau berapa banyak orang yang datang. Tapi dia tahu satu hal, Leonardo berada di luar sana, melawan sesuatu yang jauh lebih besar dari apa pun yang pernah Clarissa hadapi dalam hidupnya.Tembakan demi tembakan menggema di halaman depan vila. Raungan senapan mesin dan jeritan menyayat membuat udara pagi berubah jadi medan perang. Asap dan bau mesiu menyeruak lewat celah-celah pintu dan jendela.Clarissa merayap ke balik sofa, mencoba mengatur napasnya. Matanya menatap ke sekeliling ruangan, berharap menemukan sesuatu yang bisa ia gunakan untuk bertahan. Tapi tak ada. Yang ada hanya dirinya dan rasa takut yang membara.Tiba-tiba, suara pintu dibuka paksa dari luar. Seorang pria berbadan besar dengan wajah penuh tato masuk membawa pistol."Mereka bilang gadis itu harus di tangkap hidup-hidup!" serunya pada dua pria lain di

  • Gairah Cinta Tuan Mafia   bab3. Satu hal

    Pagi menyingsing pelan di langit Jakarta. Langit masih kelabu, seolah ikut menyimpan kegelisahan yang tersisa sejak malam tadi. Clarissa terbangun dari tidur yang tak nyenyak, tubuhnya menggigil meski selimut tebal sudah membungkusnya semalam. Di luar jendela vila, kabut menggantung rendah di antara pepohonan.Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar mewah yang asing, dengan dinding-dinding putih bersih, aroma kayu manis samar, dan cahaya matahari yang mulai menembus tirai. Seharusnya ini seperti hotel bintang lima, tapi tidak, ini adalah penjara emas.Clarissa duduk dan memeluk lututnya. Perasaannya kacau. Ia masih belum bisa mencerna semuanya. Bagaimana hidupnya berubah dalam hitungan jam. Dari sekadar sekretaris kantor ke dunia yang dipenuhi peluru, rahasia, dan pria seperti Leonardo De Luca.Pria itu… terlalu dingin. Terlalu berbahaya. Tapi kenapa justru wajahnya yang pertama kali muncul di benak Clarissa saat membuka mata?BRAK.Pintu terbuka tiba-tiba. Clarissa tersentak da

  • Gairah Cinta Tuan Mafia   bab2 ingin memilikimu

    𝘿𝙤𝙤𝙧.... 𝙙𝙤𝙤𝙧..... 𝙙𝙤𝙤𝙧𝙧.... Suara tembakan itu terdengar sangat jelas di luar gudang. Leonardo langsung berdiri. Wajahnya berubah dingin. Aura membunuh langsung menyelimuti seluruh ruangan itu. Leo menoleh pada anak buahnya yang muncul dari pintu samping. "Orang-orang Bos Lin datang. Mereka mengejar si saksi juga. Mereka tahu dia ada di sini," lapor pria itu cepat.Clarissa langsung menatap Leonardo dengan panik. "Siapa Bos Lin? Apa maksudnya mereka juga mengejarku?" tanya Clarissa dengan raut wajah yang terlihat khawatir, sekaligus takut. Belum juga selesai berurusan dengan Leo, malah muncul lagi orang yang mengejarnya. Sungguh sial sekali nasib wanita ini. Leo menarik pistol dari balik jaket kulitnya, lalu menoleh sebentar ke arah Clarissa. "Itu artinya... hidupmu sekarang lebih bergantung padaku daripada yang kau kira." Ucapnya sekilas memperlihatkan seringai kecil dari sudut bibirnya. Tanpa berpikir panjang, Leo menarik tangan Clarissa. "Ikut aku. Sekarang." Pin

  • Gairah Cinta Tuan Mafia   Bab1. Di culik

    Hujan mengguyur kota dengan deras saat Clarissa berjalan cepat menyusuri trotoar. Jaket tipis yang membalut tubuhnya tak cukup untuk menahan dinginnya malam. Sepatu haknya terendam genangan air, dan tas kecilnya terayun di bahunya. Namun, tak satu pun itu membuat langkahnya goyah. Ia harus kabur. Sebelum orang-orang itu menemukannya.Di balik kaca jendela mobil hitam yang berhenti tak jauh dari sana, seorang pria bertubuh tegap dan wajah dingin mengawasi setiap gerak Clarissa. Matanya tajam, penuh kuasa. Tak ada emosi terpancar di sana, selain rasa tertarik yang samar namun dalam."Temukan dia. Sekarang." Suaranya rendah dan dalam, cukup membuat seluruh anak buahnya langsung bergerak. Ia adalah Leonardo De Luca, pria berdarah campuran Italia-Indonesia, pemimpin keluarga mafia De Luca yang ditakuti dari Palermo hingga ke Jakarta.Clarissa baru saja menyaksikan pembunuhan yang tidak seharusnya ia lihat, dan sayangnya, yang dibunuh adalah klien besar dari De Luca Group. Ia hanya seorang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status