Share

Maafkan Aku Mas!

"Ah, sayang nikmat sekali." Kata sayang tanpa sengaja keluar dari mulut Dion, dia lupa kalau dirinya telah bercinta dengan wanita lain bukan dengan istrinya.

Tak hanya Dion, Renata pun sama. Cara bercinta Dion yang hampir sama dengan Andika sang suami membuatnya memanggil Dion sang atasan dengan sebutan mas, tangannya juga menarik rambut Dion yang sedari tadi menyerangnya tanpa ampun.

"Terus mas," ucapnya dengan diiringi desa-han yang terus keluar begitu saja dari mulutnya, Renata meminta Dion untuk memompa lebih cepat.

Beberapa saat kemudian tubuh Renata dan Dion sama-sama menegang yang artinya mereka telah sampai di puncak kenikmatan.

"Besok pergilah ke dokter dan lakukan pencegahan supaya kamu tidak hamil karena kalau kamu hamil aku tidak akan tanggung jawab atas anak yang kamu kandung," kata Dion.

"Iya Pak," sahut Renata.

Tak hanya Dion, Renata juga nggak mau tumbuh anak Dion di rahimnya, dia hanya menginginkan anak dari benih Andika sang suami.

Entah berapa ronde mereka bergulat panas hingga saat matahari keluar dari persembunyiannya meraka masih terkapar tak berdaya tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh mereka.

"Mas Andika," teriak Renata setalah beberapa waktu kemudian.

Bola mata Renata memutar tak sengaja dia mendapati Dion yang masih memejamkan mata.

Air matanya lolos begitu saja, dia mengingat kembali percintaan panas antara dia dan atasannya semalam.

"Meski terpaksa namun aku menikmatinya, mas Dika maafkan aku," gumam Renata.

Pikirannya kalut, seharusnya dia tidak menikmati sentuhan Dion tapi entah mengapa Renata malah menikmatinya, sentuhan Dion membuat tubuhnya berkhianat dengan mudah hingga tanpa terasa dia terus meminta atasannya untuk terus mengerjainya.

"Tuhan, maafkan aku yang telah mengkhianati suami aku." Renata bermonolog dengan dirinya sendiri sambil menangis sehingga membuat Dion terbangun.

"Kamu kenapa menangis?" tanya Dion sembari menguap.

"Tidak apa-apa Pak," jawab Renata lalu menghapus air matanya.

Dion meraih ponsel miliknya, dia meminta asistennya untuk mentransfer uang sebesar satu milyar pada Renata.

"Aku sudah mentransfer uang padamu, ingat kamu masih berhutang sembilan kali bercinta denganku." Sekali lagi dia mengingatkan Renata akan kewajiban membayar hutangnya.

"Baik pak," sahut Renata.

Baik Renata maupun Dion teringat pergulatan panas mereka, Dion yang awalnya meminta Renata untuk tidak baper kini malah dirinya lah terngiang percintaan panas semalam.

Setalah membersihkan diri, Renata pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Andika. Nampak Andika tak berdaya di atas bed pasien, dengan langkah pelan Renata mendekati sang suami yang masih memejamkan mata.

"Mas, bagaimana keadaan kamu? apa masih sakit?" Renata bermonolog dengan dirinya sendiri.

Tak kuasa melihat keadaan suami tercinta, Renata menangis di samping sang suami dan suara tangisannya membuat Andika terbangun.

"Jangan menangis, aku baik-baik saja." Suara lirih Andika seketika menghentikan tangisan Renata.

"Mas Dika, kamu bangun," kata Renata.

"Iya, bagaimana aku bisa istirahat kalau istriku ini menangis mengkhawatirkan aku," sahut Andika.

"Hari ini kamu akan dioperasi mas, aku sudah mendapatkan pinjaman uang dari kantor," ucap Renata yang membuat Andika manatap Renata dengan sayu.

"Maafkan aku sayang karena penyakit aku ini kamu jadi susah," timpal Andika dengan raut wajah yang sedih.

Renata menyilangkan telunjuknya di bibir Andika, dia tidak ingin sang suami memiliki pikiran seperti itu, yang dia harapkan adalah kesembuhan Andika.

"Kamu ngomong apa, kita itu suami istri bagaimana mungkin aku merasa susah," sahut Renata.

Andika mengangguk sedih, dia tau dan paham pasti istrinya bekerja keras untuk mendapatkan uang demi kesembuhannya.

"Oh ya semalam kamu nggak kesini?" tanya Andika.

Pertanyaan Andika seketika membuat tubuh Renata mematung, dia teringat kembali akan percintaan panasnya dengan Dion atasannya. Semalaman dia dan Dion bergulat panas sedangkan Andika mungkin menunggu kedatangannya.

"Iya maaf mas, semalam aku lembur sampa larut jadi langsung pulang," jawab Renata berbohong.

Baik Renata maupun Andika sama-sama terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, pikiran mereka kalut tak menentu.

"Mas aku berangkat kerja dulu ya, ini aku sudah telat," kata Renata yang membawa Andika keluar dari lamunannya.

"Baru kesini dan sekarang sudah mau pergi lagi?" protes Andika.

"Iya mas maafkan aku." Renata meminta maaf.

Meski ingin sang istri menemaninya namun Andika tidak ingin egois, Renata sudah banyak berkorban untuk dirinya jadi tak sepatutnya dia membuat istrinya serba bingung.

"Baiklah hati-hati di jalan ya."

Sebelum pergi tak lupa Renata mengecup kening dan mencium punggung tangan Andika.

"Berjuanglah sembuh demi aku mas, aku mohon," kata Renata dengan lirih.

Dengan hati sedih Renata keluar dari kamar inap sang suami, matanya terus mengeluarkan air mata, ketakutan kehilangan sang suami membuatnya menjual harga dirinya pada Dion, sakit rasanya apalagi tubuhnya turut mengkhianati dirinya.

"Maafkan aku mas Dika tapi apapun akan aku lakukan untuk kesembuhan kamu," batinnya lalu segera pergi ke kantor.

Setibanya di kantor, Renata mendapatkan teguran karena datang terlambat. Dia diperingatkan supaya tidak terlambat lagi atau dirinya akan dipecat tanpa pesangon.

"Bagaimana tidak telat semalam aku digempur habis-habisan oleh bos kamu," batin Renata.

Di meja kerjanya, Renata melamun pikirannya melayang kemana-mana, di sisi lain dia memikirkan sang suami di sisi lain dia terus saja terngiang pergulatan panas antara dia dan Dion semalam.

"Astaga kalau seperti ini mana bisa aku konsentrasi? mas Dika, pak Dion. Aarggggg." Renata mengusap rambutnya kasar.

Tak terasa jam makan siang telah datang, Renata yang kacau enggan untuk makan siang dia memutuskan untuk tetap di mejanya sambil memantau keadaan Andika lewat suster yang menjaganya.

"Renata." Seseorang memanggil dirinya.

Renata menoleh. Dia mendapati Jerry asisten Dion memanggilnya.

"Eh pak Jerry, ada apa pak?" tanya Renata.

"Kamu dipanggil pak Dion," jawab Jerry.

"Baik pak, saya akan kesana," sahut Renata.

Renata memberesi meja kerjanya lalu berjalan mengikuti Jerry menuju ruangan Dion, di dalam nampak Dion duduk di sofa sembari memainkan ponselnya.

Jerry segera mendekat untuk melaporkan kalau Renata sudah datang.

"Suruh masuk lalu kamu keluar," titah Dion.

Setelah Jerry keluar, Dion meletakan ponselnya lalu menatap wanita yang berdiri di depannya.

"Pulang kerja nanti kamu harus membayar hutang kamu," kata Dion.

Renata membolakan matanya dengan lebar, bagaiamana bisa Dion memintanya lagi? paling tidak ada jeda bukannya setiap hari lagipula nanti sore adalah jadwal Andika operasi.

"Tapi pak, nanti jadwal suami saya operasi jadi saya harus menemaninya," tukas Renata.

"Aku nggak mau tau Renata, lagipula bukan kamu kan yang mengoperasi suami kamu toh disana ada Dokter dan juga perawat yang akan menjaga suami kamu," kata Dion yang membuat Renata melemas.

Renata menatap Dion dengan tatapan mengiba, berharap Dion mau berbaik hati padanya dan mengijinkannya untuk menemani sang suami operasi namun begitulah Dion yang nggak mau tau apapun karena yang terpenting hasrat birahinya terpenuhi.

"Pergilah! setelah pulang kerja kamu tunggu aku di hotel kemarin, mintalah kartu akses ke resepsionis." Alih-alih mendapatkan iba dari Dion, Renata malah diusir dan disuruh pergi oleh atasannya tersebut.

"Pak saya mohon pak." Renata mengiba.

"Kamu punya telinga kan Renata." Tatapan tajam Dion mengisyaratkan kalau dirinya tidak mau dibantah.

"Baiklah pak," sahut Renata dengan pasrah.

Dengan langkah pelan dirinya keluar dari ruangan Dion, air matanya merembes keluar. Dirinya sungguh tak habis pikir dengan Dion, tapi bagiamana lagi memang yang memiliki kekuasaan serta uang lah yang menentukan segalanya.

"Mas Dika maafkan aku," batin Renata.

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Indah Syi
itu raakus apa doyan Pakk
goodnovel comment avatar
Ari
ini mah ketagihan tiap mlm
goodnovel comment avatar
Puspita Adi Pratiwi
lhaa PakBoss ketagihan ngk mau ditunda
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status