"Ah, sayang nikmat sekali." Kata sayang tanpa sengaja keluar dari mulut Dion, dia lupa kalau dirinya telah bercinta dengan wanita lain bukan dengan istrinya.
Tak hanya Dion, Renata pun sama. Cara bercinta Dion yang hampir sama dengan Andika sang suami membuatnya memanggil Dion sang atasan dengan sebutan mas, tangannya juga menarik rambut Dion yang sedari tadi menyerangnya tanpa ampun."Terus mas," ucapnya dengan diiringi desa-han yang terus keluar begitu saja dari mulutnya, Renata meminta Dion untuk memompa lebih cepat.Beberapa saat kemudian tubuh Renata dan Dion sama-sama menegang yang artinya mereka telah sampai di puncak kenikmatan."Besok pergilah ke dokter dan lakukan pencegahan supaya kamu tidak hamil karena kalau kamu hamil aku tidak akan tanggung jawab atas anak yang kamu kandung," kata Dion."Iya Pak," sahut Renata.Tak hanya Dion, Renata juga nggak mau tumbuh anak Dion di rahimnya, dia hanya menginginkan anak dari benih Andika sang suami.Entah berapa ronde mereka bergulat panas hingga saat matahari keluar dari persembunyiannya meraka masih terkapar tak berdaya tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh mereka."Mas Andika," teriak Renata setalah beberapa waktu kemudian.Bola mata Renata memutar tak sengaja dia mendapati Dion yang masih memejamkan mata.Air matanya lolos begitu saja, dia mengingat kembali percintaan panas antara dia dan atasannya semalam."Meski terpaksa namun aku menikmatinya, mas Dika maafkan aku," gumam Renata.Pikirannya kalut, seharusnya dia tidak menikmati sentuhan Dion tapi entah mengapa Renata malah menikmatinya, sentuhan Dion membuat tubuhnya berkhianat dengan mudah hingga tanpa terasa dia terus meminta atasannya untuk terus mengerjainya."Tuhan, maafkan aku yang telah mengkhianati suami aku." Renata bermonolog dengan dirinya sendiri sambil menangis sehingga membuat Dion terbangun."Kamu kenapa menangis?" tanya Dion sembari menguap."Tidak apa-apa Pak," jawab Renata lalu menghapus air matanya.Dion meraih ponsel miliknya, dia meminta asistennya untuk mentransfer uang sebesar satu milyar pada Renata."Aku sudah mentransfer uang padamu, ingat kamu masih berhutang sembilan kali bercinta denganku." Sekali lagi dia mengingatkan Renata akan kewajiban membayar hutangnya."Baik pak," sahut Renata.Baik Renata maupun Dion teringat pergulatan panas mereka, Dion yang awalnya meminta Renata untuk tidak baper kini malah dirinya lah terngiang percintaan panas semalam.Setalah membersihkan diri, Renata pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Andika. Nampak Andika tak berdaya di atas bed pasien, dengan langkah pelan Renata mendekati sang suami yang masih memejamkan mata."Mas, bagaimana keadaan kamu? apa masih sakit?" Renata bermonolog dengan dirinya sendiri.Tak kuasa melihat keadaan suami tercinta, Renata menangis di samping sang suami dan suara tangisannya membuat Andika terbangun."Jangan menangis, aku baik-baik saja." Suara lirih Andika seketika menghentikan tangisan Renata."Mas Dika, kamu bangun," kata Renata."Iya, bagaimana aku bisa istirahat kalau istriku ini menangis mengkhawatirkan aku," sahut Andika."Hari ini kamu akan dioperasi mas, aku sudah mendapatkan pinjaman uang dari kantor," ucap Renata yang membuat Andika manatap Renata dengan sayu."Maafkan aku sayang karena penyakit aku ini kamu jadi susah," timpal Andika dengan raut wajah yang sedih.Renata menyilangkan telunjuknya di bibir Andika, dia tidak ingin sang suami memiliki pikiran seperti itu, yang dia harapkan adalah kesembuhan Andika."Kamu ngomong apa, kita itu suami istri bagaimana mungkin aku merasa susah," sahut Renata.Andika mengangguk sedih, dia tau dan paham pasti istrinya bekerja keras untuk mendapatkan uang demi kesembuhannya."Oh ya semalam kamu nggak kesini?" tanya Andika.Pertanyaan Andika seketika membuat tubuh Renata mematung, dia teringat kembali akan percintaan panasnya dengan Dion atasannya. Semalaman dia dan Dion bergulat panas sedangkan Andika mungkin menunggu kedatangannya."Iya maaf mas, semalam aku lembur sampa larut jadi langsung pulang," jawab Renata berbohong.Baik Renata maupun Andika sama-sama terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, pikiran mereka kalut tak menentu."Mas aku berangkat kerja dulu ya, ini aku sudah telat," kata Renata yang membawa Andika keluar dari lamunannya."Baru kesini dan sekarang sudah mau pergi lagi?" protes Andika."Iya mas maafkan aku." Renata meminta maaf.Meski ingin sang istri menemaninya namun Andika tidak ingin egois, Renata sudah banyak berkorban untuk dirinya jadi tak sepatutnya dia membuat istrinya serba bingung."Baiklah hati-hati di jalan ya."Sebelum pergi tak lupa Renata mengecup kening dan mencium punggung tangan Andika."Berjuanglah sembuh demi aku mas, aku mohon," kata Renata dengan lirih.Dengan hati sedih Renata keluar dari kamar inap sang suami, matanya terus mengeluarkan air mata, ketakutan kehilangan sang suami membuatnya menjual harga dirinya pada Dion, sakit rasanya apalagi tubuhnya turut mengkhianati dirinya."Maafkan aku mas Dika tapi apapun akan aku lakukan untuk kesembuhan kamu," batinnya lalu segera pergi ke kantor.Setibanya di kantor, Renata mendapatkan teguran karena datang terlambat. Dia diperingatkan supaya tidak terlambat lagi atau dirinya akan dipecat tanpa pesangon."Bagaimana tidak telat semalam aku digempur habis-habisan oleh bos kamu," batin Renata.Di meja kerjanya, Renata melamun pikirannya melayang kemana-mana, di sisi lain dia memikirkan sang suami di sisi lain dia terus saja terngiang pergulatan panas antara dia dan Dion semalam."Astaga kalau seperti ini mana bisa aku konsentrasi? mas Dika, pak Dion. Aarggggg." Renata mengusap rambutnya kasar.Tak terasa jam makan siang telah datang, Renata yang kacau enggan untuk makan siang dia memutuskan untuk tetap di mejanya sambil memantau keadaan Andika lewat suster yang menjaganya."Renata." Seseorang memanggil dirinya.Renata menoleh. Dia mendapati Jerry asisten Dion memanggilnya."Eh pak Jerry, ada apa pak?" tanya Renata."Kamu dipanggil pak Dion," jawab Jerry."Baik pak, saya akan kesana," sahut Renata.Renata memberesi meja kerjanya lalu berjalan mengikuti Jerry menuju ruangan Dion, di dalam nampak Dion duduk di sofa sembari memainkan ponselnya.Jerry segera mendekat untuk melaporkan kalau Renata sudah datang."Suruh masuk lalu kamu keluar," titah Dion. Setelah Jerry keluar, Dion meletakan ponselnya lalu menatap wanita yang berdiri di depannya."Pulang kerja nanti kamu harus membayar hutang kamu," kata Dion.Renata membolakan matanya dengan lebar, bagaiamana bisa Dion memintanya lagi? paling tidak ada jeda bukannya setiap hari lagipula nanti sore adalah jadwal Andika operasi."Tapi pak, nanti jadwal suami saya operasi jadi saya harus menemaninya," tukas Renata."Aku nggak mau tau Renata, lagipula bukan kamu kan yang mengoperasi suami kamu toh disana ada Dokter dan juga perawat yang akan menjaga suami kamu," kata Dion yang membuat Renata melemas.Renata menatap Dion dengan tatapan mengiba, berharap Dion mau berbaik hati padanya dan mengijinkannya untuk menemani sang suami operasi namun begitulah Dion yang nggak mau tau apapun karena yang terpenting hasrat birahinya terpenuhi."Pergilah! setelah pulang kerja kamu tunggu aku di hotel kemarin, mintalah kartu akses ke resepsionis." Alih-alih mendapatkan iba dari Dion, Renata malah diusir dan disuruh pergi oleh atasannya tersebut."Pak saya mohon pak." Renata mengiba."Kamu punya telinga kan Renata." Tatapan tajam Dion mengisyaratkan kalau dirinya tidak mau dibantah."Baiklah pak," sahut Renata dengan pasrah.Dengan langkah pelan dirinya keluar dari ruangan Dion, air matanya merembes keluar. Dirinya sungguh tak habis pikir dengan Dion, tapi bagiamana lagi memang yang memiliki kekuasaan serta uang lah yang menentukan segalanya."Mas Dika maafkan aku," batin Renata.Sepulang dari kantor, Renata pergi ke hotel tak lupa dia meminta kartu akses untuk masuk ke dalam kamar, setibanya di kamar dia berkali-kali menghubungi rumah sakit untuk bertanya mengenai operasi sang suami. "Operasinya akan segera dimulai ibu, Pak Andika sudah masuk ke ruangan operasi bersama tim dokter yang menanganinya." Suster yang berjaga di sana memberikan laporannya. "Baiklah terima kasih suster," sahut Renata dalam sambungan telponnya. Usai mendapatkan jawaban, Renata mengakhiri panggilannya, tak bisa dipungkiri kecemasannya membesar membuat wanita itu was-was.Dia memainkan ponsel mencoba menetralisir kecemasannya. Berkali-kali Renata melihat jam tangannya, dia juga melihat ke arah pintu, bimbang antara pergi atau tetap tinggal menunggu atasanya datang.Pikirannya terus melayang ke rumah sakit bahkan kini dia mondar-mandir memikirkan sang suami yang akan di operasi. "Apa aku kesana saja ya, bodoh amat dengan pak Dion" gumam Renata. Saat bersamaan atasannya masuk, suara b
Air mata Renata terus meleleh, bagaimana bisa Dion sekejam ini padanya padahal sepuluh kali seharusnya sudah cukup kenapa ini malah ditambah tiga puluh hari lagi? lantas jika setiap malam dirinya selalu melayani Dion bagaimana dengan Andika suaminya?Renata mulai terisak dan ini membuat hati kecil Dion tak tega juga. "Diam lah, kamu ini seperti anak kecil saja," omel Dion lalu mengambil tisu dan memberikannya pada Renata. "Bagiamana saya tidak menangis Pak, kan anda tau dan paham kalau saya ini wanita bersuami, bagaimana bisa anda bersikap seperti ini? meminta saya untuk selalu melayani anda? bagiamana dengan suami saya?" tukas Renata. Dion nampak berdiam, memang benar apa yang dikatakan Renata bagaimana bisa dia meminta sesuatu yang terkesan memaksa, wanita di depannya adalah wanita bersuami, apa yang terjadi dengannya? apa dia mulai kecanduan tubuh bawahannya? Dion menghela nafas sembari menatap Renata yang terus saja menangis. "Baiklah, kamu bisa datang ke hotel setelah merawat
Entah siapa yang harus disalahkan dalam hal ini, apakah Renata, Dion, Andika atau Vera istri Dion? yang jelas apapun yang mereka lakukan tidak ada niatan untuk menyakiti pasangan masing-masing, terlebih Renata yang ingin menyelamatkan suami tercintanya.Mereka tidak mau terjebak dalam situasi yang seperti ini namun kembali lagi semua sudah digariskan untuk mereka, sebuah takdir yang mengharuskan seperti ini.Pagi sekali Renata sudah bangun, bola matanya memutar menatap Dion yang masih memejamkan mata di sampingnya. "Anda begitu sempurna pak Dion, saya takut kalau terus terusan bercinta dengan anda, saya akan memiliki perasaan lebih," gumam Renata. Hatinya mulai bimbang, meski selama ini dia selalu membayangkan Andika saat bercinta dengan Dion namun belaian Dion tetap berbeda dengan Andika yang mana perlahan dia tidak bisa lagi mendatangkan bayangan Andika. Tak ingin terjebak dalam perasaannya, Renata beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dalam
Sepulang kerja Renata langsung datang ke rumah sakit namun sebelumya Renata membeli roti, susu serta buah untuk Andika. "Halo mas," senyuman terukir di bibir Renata karena hari ini dirinya bisa bebas dari Dion sejenak. "Halo sayang," balas Andika. Renata meletakkan makanan yang dibawa di atas nakas lalu dirinya mendekati sang suami yang duduk di atas bed sambil bersandar di kepala bed. "Gimana mas keadaan kamu hari ini?" tanya Renata. "Aku baik sayang, sangat baik malah," jawab Andika dengan tersenyum. "Syukurlah mas, Dokter bilang apa?" tanya Renata lagi. "Dokter bilang kalau sel kanker dalam tubuhku sudah hilang sehingga besok pagi aku sudah boleh pulang," jawab Andika. Renata yang sangat senang langsung memeluk Andika, dia bersyukur karena Tuhan menyembuhkan sang suami. Itu artinya pengorbanannya tidak sia-sia meski kini dirinya malah terjerat birahi Dion atasannya. "Terima kasih Tuhan," gumam Renata. Di sisi lain Renata sangat bahagia karena Andika telah sembuh namun di
Dion terjebak sendiri, alih-alih ingin menyalurkan hasrat tapi kini dia malah kecanduan dengan tubuh bawahannya sendiri. Lantas bagaimana dengan ucapannya dulu? yang melarang Renata untuk tidak baper? dia pun kini seperti menjilat ludahnya sendiri.Tak ingin Andika menunggu lama, Renata bergegas pergi ke rumah sakit, pikirannya bercabang kemana-mana antara Dion dan Andika yang membuatnya semakin tak menentu.Tak terasa motor sudah memasuki kawasan rumah sakit, Renata segera memarkir motornya lalu dia menuju resepsionis untuk melunasi sisa biaya administrasi perawatan Andika."Totalnya 225 juta." Suster memberikan daftar list pembayaran pada Renata.Melihat mahalnya biaya pengobatan penyakit kanker membuat Renata menghela nafas padahal sebelumnya dia juga mengeluarkan uang untuk biaya operasi dan lain-lain.Sederet tindakan tindakan untuk pasien yang banyak memakan biaya, mulai kemoterapi, radioterapi, terapi hormon hingga terapi target dan lain-lainnya ini membuat Renata menggelengkan
Dion hanya diam menahan makian Renata, tak bisa dipungkiri hati kecilnya membenarkan ucapan Renata. Dirinya memang keterlaluan tapi bagaimana lagi rasa ingin memiliki sudah tersirat di dalam pikiran Dion.Tanpa menjawab perkataan Renata Dion meminta Jerry untuk masuk dan melanjutkan perjalanan mereka kembali.Renata yang masih kesal duduk menjauh dari Dion, dia melemparkan tatapannya keluar jendela hingga mobil yang mereka tumpangi tiba di sebuah hotel yang sudah dibooking oleh Dion sebelumnya.Dion dan Renata saling diam sehingga suasana nampak canggung."Jerry kita meeting jam berapa?" tanya Dion."Dua jam lagi pak, mengingat klien kita juga ada jadwal meeting lain," jawab Jerry."Giring mereka ke sini saja," sahut Dion."Baik Pak," tukas Jerry.Sesampainya di kamar hotel, Renata pergi membersihkan diri dan ganti baju, dia memakai daster supaya tubuhnya lebih relax.Dion memandangi Renata yang baru keluar dari kamar mandi, hasratnya langsung keluar saat melihat Renata yang hanya mem
Renata yang habis digempur habis-habisan oleh Dion kesulitan untuk berjalan, bagian sensitifnya yang perih membuatnya berjalan dengan sangat pelan-pelan."Aaaauwww perih sekali." Renata merintih kesakitan saat bagian sensitifnya terkena air seninya."Milik pak Dion besar sekali sehingga goa milikku dedel duel tak karu-karuan," gerutunya lalu membuka keran shower.Dengan pelan-pelan Renata menggosok bagian sensitifnya menghilangkan sisa cairan miliknya dan milik Dion yang mungkin masih menempel.Setelah mandi, Renata keluar dengan handuk kecil yang menutupi tubuhnya. Lalu dirinya mengambil pakaian untuk dipakai.Saat hendak memakai pakaiannya sebuah tangan menyusup masuk dan memeluknya dari belakang."Pagi sayang," bisik Dion."Pagi pak Dion," balas Renata.Dion mengendus jenjang leher putih Renata, dia menghirup aroma sabun yang menempel di leher wanitanya."Segar sekali, kenapa mandi nggak bangunkan aku." Dion terus saja mengendus leher Renata."Mana saya berani pak membangunkan Anda
"Mas, kamu ngapain kesini?" tanya Renata setelah melerai pelukannya dengan Andika. "Aku kangen sayang dan ada yang ingin aku tanyakan," jawab Andika. Dion menatap Renata dan Andika dingin. Dia nampak tidak suka akan kedatangan Andika di kantornya. "Renata kalau temu kangennya sudah, segera masuk dan kembali bekerja, saya tidak mau permasalahan pribadi dibawa ke kantor," kata Dion dengan kesal. Vera mencoba menenangkan Dion dengan menepuk bahunya. "Biarin dong sayang bijaklah sedikit dengan bawahan," bujuknya. "Iya tapi ini jam kantor," sahut Dion. Mungkin yang tidak tau akan menganggap Dion kurang bijak pada bawahannya namun padahal yang terjadi adalah rasa cemburu yang mulai muncul dan menggerogoti hati Dion. "Aku beri waktu lima belas menit setelah itu kembali bekerja," kata Dion. Andika menatap Dion tidak suka, bagaimana bisa Renata bekerja dan meminjam uang pada bos seperti Dion? "Baik pak, saya akan mengobrol dengan suami saya dulu lima belas menit setelah itu baru saya