Sepulang dari kantor, Renata pergi ke hotel tak lupa dia meminta kartu akses untuk masuk ke dalam kamar, setibanya di kamar dia berkali-kali menghubungi rumah sakit untuk bertanya mengenai operasi sang suami.
"Operasinya akan segera dimulai ibu, Pak Andika sudah masuk ke ruangan operasi bersama tim dokter yang menanganinya." Suster yang berjaga di sana memberikan laporannya."Baiklah terima kasih suster," sahut Renata dalam sambungan telponnya.Usai mendapatkan jawaban, Renata mengakhiri panggilannya, tak bisa dipungkiri kecemasannya membesar membuat wanita itu was-was.Dia memainkan ponsel mencoba menetralisir kecemasannya. Berkali-kali Renata melihat jam tangannya, dia juga melihat ke arah pintu, bimbang antara pergi atau tetap tinggal menunggu atasanya datang.Pikirannya terus melayang ke rumah sakit bahkan kini dia mondar-mandir memikirkan sang suami yang akan di operasi."Apa aku kesana saja ya, bodoh amat dengan pak Dion" gumam Renata.Saat bersamaan atasannya masuk, suara bariton Dion membuat Renata yang hendak mengambil tas tersentak kaget. "Pak Dion." Spontan lisan Renata memanggil Dion.Renata mendekati Dion, mencoba berunding lagi supaya mengijinkannya pergi ke rumah sakit sebentar setidaknya sampai Andika selesai operasi."Nggak, sekali nggak tetap nggak," kata Dion yang membuat Renata menatap kesal atasannya tersebut."Saya mohon." Tatapan Renata mengiba, memohon pada Dion untuk mengijinkannya.Melihat tatapan mengiba Renata membuat Dion bingung hingga akhirnya dia mengijinkan Renata untuk ke rumah sakit."Baiklah, tapi kita main sebentar setelah itu kamu boleh pergi. Ingat! etelah urusanmu selesai kembali lagi kesini," ucap Dion."Baiklah," sahut Renata yang langsung menyetujui kemauan Dion.Mereka berdua mulai melakukan ritual cocok tanam mereka, lagi-lagi belaian Dion membuat Renata melayang, keduanya saling menyerang satu sama lain untuk memburu hasrat yang telah berapi-api.Lenguhan Renata membuat Dion bergairah, hingga semangat dalam dirinya membara yang kemudian memompa tubuh Renata dengan cepat."Lebih cepat mas," ucapnya dengan nafas yang memburu."Baik sayang," sahut Dion.Tak berselang lama keduanya sama-sama menegang dan keluarlah sesuatu yang hangat dari area sensitif mereka masing-masing.Dion yang lelah langsung saja menindih tubuh Renata sehingga Renata merasa sulit bernafas."Pak, saya tidak bisa bernafas," protes Renata.Dion tersenyum, lalu menyingkirkan tubuhnya dari tubuh mungil bawahannya tersebut.Setelah Dion menyingkir dari tubuhnya, Renata langsung beranjak dan segera memakai pakaiannya kembali."Saya harus segera ke rumah sakit pak," kata Renata"Ingat Renata ini hanya pembukaan saja belum ke inti dan penutup jadi kembalilah secepatnya," pesan Dion.Pria itu seolah tak puas dengan percintaannya hingga ingin lagi dan lagi."Baik pak," sahut Renata lalu pergi keluar.Renata berjalan dengan langkah cepat, dia mengambil motornya dan segera pergi ke rumah sakit.Setibanya di rumah sakit, Renata berlari menuju ruang operasi dan nampak lampu masih menyala yang artinya operasi masih berlangsung.Renata begitu cemas, pikirannya kemana-mana memikirkan Andika yang kini berada di ruang operasi."Mas kamu harus kuat, jangan sampai pengorbananku sia-sia," gumam Renata.Lama menunggu dan akhirnya lampu operasi telah mati, beberapa dokter keluar dengan wajah yang lelah."Bagiamana Dok?" tanya Renata."Operasinya berhasil, kita berdoa saja semoga pasien segera siuman dan pulih," jawab dokter.Renata nampak lega, dia sangat bahagia karena operasi suaminya telah berhasil yang bearti pengorbanannya menjadi budak ranjang CEOnya tidak sia-sia."Terima kasih ya Tuhan," ucap Renata dengan bahagia.Kini Andika telah dipindahkan ke ruang perawatan, Renata menunggui suaminya yang masih memejamkan mata hingga dia melupakan Dion yang sedari tadi menunggunya di hotel."Mas kamu kok nggak sadar sadar." Rasa khawatir perlahan hinggap ke dalam pikiran Renata.Renata menangis di samping Andika yang tak kunjung membuka matanya hingga dia ketiduran.Waktu menunjukkan pukul enam pagi, Andika yang sudah membuka matanya sengaja tidak membangunkan istrinya dia juga meminta dokter yang datang untuk pelan-pelan dalam berbicara."Baik dok," sahut Andika dengan lirih ketika dokter pamit keluar.Andika membelai rambut sang istri yang tidur dengan posisi duduk dengah kepala berada di tepi ranjangnya.Mata Andika berkaca melihat sang istri yang pasti kelelahan sehabis bekerja langsung menungguinya, apalagi pekerjaan Renata kini bertambah banyak untuk biaya pengobatannya."Terima kasih sayang, aku janji setelah aku sembuh aku akan kerja keras," ucap Andika.Air mata yang sudah menganak sungai akhirnya jatuh, dadanya sungguh sesak melihat sang istri susah karena dirinya, dia merasa kalau hanya jadi beban Renata saat ini.Waktu terus berlalu jam dinding telah menunjukkan pukul tujuh pagi namun Renata masih memejamkan matanya dan mau nggak mau Andika harus membangunkan istrinya."Sayang," panggil Andika dengan menggoyang tubuh Renata.Perlahan Renata membuka matanya, dia sungguh bahagia karena Andika telah siuman."Mas kamu sudah sadar? gimana? mana yang sakit?" Renata memberondong Andika dengan banyak pertanyaan."Sudah enakan sayang, ini udah jam tujuh kamu nggak ke kantor?" tanya Andika."Iya mas. Maaf ya nggak memiliki banyak waktu untuk merawat kamu, nanti aku usahakan pulang cepat kalau aku nggak ada lembur," jawab Renata.Sebelum pergi Renata meminta suster untuk menjaga suaminya. Dia takut kalau ada apa-apa dengan Andika."Mas aku pamit ya," pamit Renata.Sebelum ke kantor, Renata mampir rumah untuk membersihkan diri, saat dia membuka bajunya, aroma tubuh Dion yang tertinggal seketika membuatnya ingat akan janjinya semalam."Astaga pak Dion!" kata Renata sembari membolakan matanya.Renata segera menyelesaikan mandinya dan bergegas untuk ke kantor."Pasti dia marah padaku," gumamnya dengan takut.Renata melajukan motornya dengan kecepatan lumayan tinggi sehingga dia sampai di kantor lebih cepat.Tepat pukul delapan dia tiba di kantor, saat berjalan menuju meja kerjanya Renata berpapasan dengan Dion.Tatapan Dion begitu tajam membuat Renata takut setengah mati."Ikut ke ruangan aku," titahnya dengan dingin.Renata sungguh takut, dia yakin pasti Dion marah padanya, dengan sedikit gemetar Renata mengikuti Dion ke ruangannya.Setelah di ruangannya, Dion menyuruh Renata masuk.BrakDion menutup pintu ruangannya dengan keras, untung ruangan Dion berada di lantai paling atas yang mana di lantai tersebut hanya ada ruangnya dan ruangan Jerry serta ruang-ruang lainnya yang hanya pada saat tertentu digunakan sehingga tidak akan ada yang mendengar."Kamu pikir siapa dirimu hah! membuatku menunggu sampai pagi!" teriak Dion yang membuat Renata tersentak kaget."Maafkan saya pak," sahut Renata dengan takut."Cih, kamu pikir maaf kamu bisa mengobati kekesalanku menunggumu hingga pagi!" tukas Dion.Renata pasrah dengan apa yang akan Dion lakukan, dia semalam sungguh tidak ingat karena pikirannya tertuju pada Andika yang tidak kunjung sadar."Lantas apa yang harus saya lakukan pak?" tanya Renata.Dion menatap Renata dengan tatapan memangsa kekesalannya semalam membuatnya ingin memberi pelajaran pada Renata. "Kamu harus mengganti malam kemarin dengan tiga puluh malam," jawab Dion.Renata membolakan matanya menatap Dion, tiga puluh hari setiap malam? lalu bagaimana dengan Andika?"Pak saya mohon, saya bisa menggantinya sekarang tapi saya mohon jangan meminta tiga puluh hari pak, bagaimana dengan suami saya," Renata mengiba meminta belas kasihan Dion."Terserah kamu Renata, kalau kamu menolaknya kembalikan semua uang yang telah aku beri dan segera buat surat pengunduran diri," kata Dion.Lagi-lagi Renata dibuat membatu, bagaimana mungkin mengembalikan uang yang sudah dia gunakan untuk membayar biaya perawatan sang suami?"Ingat kalau kamu sampai lupa lagi, satu malam kamu harus menggantinya dengan tiga puluh malam," imbuh Dion. Tubuh Renata terhuyung ke belakang, kakinya terasa lemas, rasanya untuk menopang tubuhnya dia tidak memiliki kekuatan."Saya mohon pak, saya ini wanita bersuami," kata Renata dengan menangis.Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da