Air mata Renata terus meleleh, bagaimana bisa Dion sekejam ini padanya padahal sepuluh kali seharusnya sudah cukup kenapa ini malah ditambah tiga puluh hari lagi? lantas jika setiap malam dirinya selalu melayani Dion bagaimana dengan Andika suaminya?
Renata mulai terisak dan ini membuat hati kecil Dion tak tega juga."Diam lah, kamu ini seperti anak kecil saja," omel Dion lalu mengambil tisu dan memberikannya pada Renata."Bagiamana saya tidak menangis Pak, kan anda tau dan paham kalau saya ini wanita bersuami, bagaimana bisa anda bersikap seperti ini? meminta saya untuk selalu melayani anda? bagiamana dengan suami saya?" tukas Renata.Dion nampak berdiam, memang benar apa yang dikatakan Renata bagaimana bisa dia meminta sesuatu yang terkesan memaksa, wanita di depannya adalah wanita bersuami, apa yang terjadi dengannya? apa dia mulai kecanduan tubuh bawahannya?Dion menghela nafas sembari menatap Renata yang terus saja menangis."Baiklah, kamu bisa datang ke hotel setelah merawat suami kamu, antara pukul sembilan sampai pukul sepuluh, kamu boleh membayar hutang kamu dua hari sekali," kata Dion yang membuat Renata lega sejenak minimal Dion memberikan kelonggaran padanya.Karena harus bekerja Renata kembali ke mejanya, beberapa temanya nampak sinis karena tadi Renata diminta Dion sendiri untuk ikut ke ruangannya."Ada urusan apa bos memanggil kamu?" tanya Mira salah satu teman Renata."Urusan kerjaan," jawab Renata. Beberapa hari sudah berlalu keadaan Andika sudah membaik dan ini membuat Renata bahagia dan juga dilema, dia takut kalau Andika tau jika hampir setiap malam tubuhnya menjadi santapan atasannya sendiri."Kamu nanti kerja malam lagi?" tanya Andika."Iya mas, kamu nggak papa kan sama perawat lagi," jawab Renata."Iya nggak papa," sahut Andika yang sebenarnya merasa rindu pada sang istri, bagiamana tidak. Renata pulang pagi lalu pergi lagi berangkat ke kantor, hampir tidak ada waktu untuknya.Renata menatap Andika sendu, entah sudah berapa kali kebohongan yang diucapkannya. Tak hanya Renata Andika pun sama, dirinya sungguh iba dengan sang istri yang bekerja keras untuknya."Maafkan aku sayang, andai aku nggak sakit seperti ini mungkin kamu nggak usah bekerja keras. Tak hanya pagi sampai malam kamu juga bekerja malam sampai pagi lagi." Air mata Andika meleleh melihat sang istri yang hampir setiap malam bekerja lagi sampai pagi.Renata mengusap air mata Andika, dia melemparkan senyuman manisnya mencoba menenangkan hati sang suami."Lihatlah dalam mataku mas, apa kamu menemukan kelelahan dalamnya? aku ikhlas dan apapun akan aku lakukan untuk kesembuhan kamu jadi yang harus kamu pikirkan adalah kesembuhan kamu bukan diriku" kata Renata dengan tersenyum.Andika dan Renata berpelukan untuk saling menguatkan, karena mereka sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.Puas berpelukan Renata memutuskan untuk segera berangkat karena takut kalau Dion menunggunya.**********"Kenapa kamu lama sekali Renata?" tanya Dion saat Renata masuk ke dalam kamar hotel."Maafkan saya pak Dion," jawab Renata."Selalu saja kamu minta maaf, kamu pikir maaf kamu itu ada gunanya," sahut Dion.Renata hanya bisa menghela nafas, berurusan dengan Dion memang serba salah meskipun dirinya memang salah tapi bagaimana lagi, dia bukan wanita single yang selalu ada waktu untuk Dion."Kemari lah Renata," titah Dion sambil menepuk tempat di sampingnya.Renata mendekat lalu duduk di samping atasannya."Pak," panggil Renata."Iya," sahut Dion."Setiap hari anda meminta saya untuk melayani anda, apa istri anda tidak marah?" tanya Renata dengan menatap Dion.Senyuman tersungging di bibir Dion namun bukan senyuman manis melainkan senyuman yang penuh luka.Dion meletakkan ponselnya lalu menatap Renata sehingga kini pandangan mereka saling bertemu."Tentu dia marah kalau tahu, tapi aku begini juga bukan karena tanpa alasan. Dirinya terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, di pikirannya hanya karir dan karir tanpa memikirkan aku suaminya." Satu persatu Dion mengungkap apa yang dia pendam kepada Renata."Setiap bulan kita hanya bertemu lima belas hari, itu karena lima belas hari yang lain dia menghabiskannya di luar negeri, selama dia di rumah, lima belas hari juga bukan quality time, dia berangkat pagi pulang malam ya begitulah kamu bisa bayangan sendiri bagaimana kesepiannya aku," sambung Dion dengan raut wajah yang sedih."Maafkan saya pak, bukan maksud saya membuat anda sedih," sahut Renata.Dion tersenyum, lalu dia meminta Renata untuk duduk di pangkuannya.Renata nampak canggung, kalau duduk di pangkuan Andika mungkin sudah terbiasa namun kalau duduk di pangkuan Dion tentu membuat dirinya gugup dan takut."Sini," Dion menarik tangan Renata dan mau nggak mau Renata duduk tepat di atas paha Dion."Relax Renata," ucapnya dengan tersenyum.Renata mencoba tenang meski hatinya dag dig dug tak karuan.Kini pandangan mereka saling bertemu sehingga munculah hasrat mereka."Cium aku," titah Dion yang membuat Renata semakin kikuk dan canggung."Sa-saya...." Renata bingung mau bilang apa namun yang jelas dirinya enggan untuk mencium Dion."Aku sudah membelimu jadi kamu harus mengikuti semua kemauanku," kata Dion.Mendengar perkataan Dion hati Renata meradang, dia bak seorang jalang yang harus mematuhi keinginan pembelinya.CupRenata langsung saja mengecup bibir Dion, saat akan menjauhkan bibirnya, Dion segera mengunci bibir Renata dan melahapnya.Ciuman Dion membuat Renata terbuai sehingga dia larut dalam kenikmatan kecil yang Dion berikan.Satu persatu kancing terbuka nampak dua bukit kembar yang masih terbungkus.Dion menelan salivanya, dengan nafas yang memburu dia langsung saja melahap dua gunung kembar milik bawahannya tersebut.Merasa kurang leluasa, dia mengangkat tubuh Renata dan membawanya ke tempat tidur.Pergulatan panas terjadi lagi, baik Renata dan Dion saling serang untuk memuaskan hasrat mereka.Dion merubah posisi mereka, Renata di atas sedangkan dirinya di bawah."Mas, mas," kata Renata sambil memejamkan matanya, dia membayangkan pergulatan panas dengan Andika."Aaaahhhhh ,sayang," desahan Dion seketika membuyarkan fantasi Renata yang membayangkan dirinya bercinta dengan Andika sang suami.Renata terus melonjak untuk mencapai puncak kenikmatan begitu pula dengan Dion yang membantunya dari bawah."Aaahhhhhh," keduanya telah sampai di puncak kenikmatan dan Renata yang merasa sangat lelah terkulai lemah di atas Dion dengan benda Dion yang masih menancap di miliknya."Saya lelah pak," ucap Renata.Dion memeluk Renata yang menindih tubuhnya, satu kecupan mendarat di kening Renata."Terima kasih karena telah memuaskan aku," bisiknya.Mendengar ucapan Dion membuat Renata tersenyum dalam dekapan atasannya.Apakah rasa mulai hinggap diantara mereka? entahlah yang pasti jika mereka selalu bertemu untuk bercinta rasa itu pasti ada.Di sisi lain, Andika tidak bisa tidur entah mengapa hatinya terasa sangat sakit, sedari tadi Andika terus memikirkan Renata yang bekerja."Ada apa ini, kenapa hatiku sakit sekali? sayang kamu baik baik saja kan?" gumam Andika yang merasakan sesuatu.Entah siapa yang harus disalahkan dalam hal ini, apakah Renata, Dion, Andika atau Vera istri Dion? yang jelas apapun yang mereka lakukan tidak ada niatan untuk menyakiti pasangan masing-masing, terlebih Renata yang ingin menyelamatkan suami tercintanya.Mereka tidak mau terjebak dalam situasi yang seperti ini namun kembali lagi semua sudah digariskan untuk mereka, sebuah takdir yang mengharuskan seperti ini.Pagi sekali Renata sudah bangun, bola matanya memutar menatap Dion yang masih memejamkan mata di sampingnya. "Anda begitu sempurna pak Dion, saya takut kalau terus terusan bercinta dengan anda, saya akan memiliki perasaan lebih," gumam Renata. Hatinya mulai bimbang, meski selama ini dia selalu membayangkan Andika saat bercinta dengan Dion namun belaian Dion tetap berbeda dengan Andika yang mana perlahan dia tidak bisa lagi mendatangkan bayangan Andika. Tak ingin terjebak dalam perasaannya, Renata beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dalam
Sepulang kerja Renata langsung datang ke rumah sakit namun sebelumya Renata membeli roti, susu serta buah untuk Andika. "Halo mas," senyuman terukir di bibir Renata karena hari ini dirinya bisa bebas dari Dion sejenak. "Halo sayang," balas Andika. Renata meletakkan makanan yang dibawa di atas nakas lalu dirinya mendekati sang suami yang duduk di atas bed sambil bersandar di kepala bed. "Gimana mas keadaan kamu hari ini?" tanya Renata. "Aku baik sayang, sangat baik malah," jawab Andika dengan tersenyum. "Syukurlah mas, Dokter bilang apa?" tanya Renata lagi. "Dokter bilang kalau sel kanker dalam tubuhku sudah hilang sehingga besok pagi aku sudah boleh pulang," jawab Andika. Renata yang sangat senang langsung memeluk Andika, dia bersyukur karena Tuhan menyembuhkan sang suami. Itu artinya pengorbanannya tidak sia-sia meski kini dirinya malah terjerat birahi Dion atasannya. "Terima kasih Tuhan," gumam Renata. Di sisi lain Renata sangat bahagia karena Andika telah sembuh namun di
Dion terjebak sendiri, alih-alih ingin menyalurkan hasrat tapi kini dia malah kecanduan dengan tubuh bawahannya sendiri. Lantas bagaimana dengan ucapannya dulu? yang melarang Renata untuk tidak baper? dia pun kini seperti menjilat ludahnya sendiri.Tak ingin Andika menunggu lama, Renata bergegas pergi ke rumah sakit, pikirannya bercabang kemana-mana antara Dion dan Andika yang membuatnya semakin tak menentu.Tak terasa motor sudah memasuki kawasan rumah sakit, Renata segera memarkir motornya lalu dia menuju resepsionis untuk melunasi sisa biaya administrasi perawatan Andika."Totalnya 225 juta." Suster memberikan daftar list pembayaran pada Renata.Melihat mahalnya biaya pengobatan penyakit kanker membuat Renata menghela nafas padahal sebelumnya dia juga mengeluarkan uang untuk biaya operasi dan lain-lain.Sederet tindakan tindakan untuk pasien yang banyak memakan biaya, mulai kemoterapi, radioterapi, terapi hormon hingga terapi target dan lain-lainnya ini membuat Renata menggelengkan
Dion hanya diam menahan makian Renata, tak bisa dipungkiri hati kecilnya membenarkan ucapan Renata. Dirinya memang keterlaluan tapi bagaimana lagi rasa ingin memiliki sudah tersirat di dalam pikiran Dion.Tanpa menjawab perkataan Renata Dion meminta Jerry untuk masuk dan melanjutkan perjalanan mereka kembali.Renata yang masih kesal duduk menjauh dari Dion, dia melemparkan tatapannya keluar jendela hingga mobil yang mereka tumpangi tiba di sebuah hotel yang sudah dibooking oleh Dion sebelumnya.Dion dan Renata saling diam sehingga suasana nampak canggung."Jerry kita meeting jam berapa?" tanya Dion."Dua jam lagi pak, mengingat klien kita juga ada jadwal meeting lain," jawab Jerry."Giring mereka ke sini saja," sahut Dion."Baik Pak," tukas Jerry.Sesampainya di kamar hotel, Renata pergi membersihkan diri dan ganti baju, dia memakai daster supaya tubuhnya lebih relax.Dion memandangi Renata yang baru keluar dari kamar mandi, hasratnya langsung keluar saat melihat Renata yang hanya mem
Renata yang habis digempur habis-habisan oleh Dion kesulitan untuk berjalan, bagian sensitifnya yang perih membuatnya berjalan dengan sangat pelan-pelan."Aaaauwww perih sekali." Renata merintih kesakitan saat bagian sensitifnya terkena air seninya."Milik pak Dion besar sekali sehingga goa milikku dedel duel tak karu-karuan," gerutunya lalu membuka keran shower.Dengan pelan-pelan Renata menggosok bagian sensitifnya menghilangkan sisa cairan miliknya dan milik Dion yang mungkin masih menempel.Setelah mandi, Renata keluar dengan handuk kecil yang menutupi tubuhnya. Lalu dirinya mengambil pakaian untuk dipakai.Saat hendak memakai pakaiannya sebuah tangan menyusup masuk dan memeluknya dari belakang."Pagi sayang," bisik Dion."Pagi pak Dion," balas Renata.Dion mengendus jenjang leher putih Renata, dia menghirup aroma sabun yang menempel di leher wanitanya."Segar sekali, kenapa mandi nggak bangunkan aku." Dion terus saja mengendus leher Renata."Mana saya berani pak membangunkan Anda
"Mas, kamu ngapain kesini?" tanya Renata setelah melerai pelukannya dengan Andika. "Aku kangen sayang dan ada yang ingin aku tanyakan," jawab Andika. Dion menatap Renata dan Andika dingin. Dia nampak tidak suka akan kedatangan Andika di kantornya. "Renata kalau temu kangennya sudah, segera masuk dan kembali bekerja, saya tidak mau permasalahan pribadi dibawa ke kantor," kata Dion dengan kesal. Vera mencoba menenangkan Dion dengan menepuk bahunya. "Biarin dong sayang bijaklah sedikit dengan bawahan," bujuknya. "Iya tapi ini jam kantor," sahut Dion. Mungkin yang tidak tau akan menganggap Dion kurang bijak pada bawahannya namun padahal yang terjadi adalah rasa cemburu yang mulai muncul dan menggerogoti hati Dion. "Aku beri waktu lima belas menit setelah itu kembali bekerja," kata Dion. Andika menatap Dion tidak suka, bagaimana bisa Renata bekerja dan meminjam uang pada bos seperti Dion? "Baik pak, saya akan mengobrol dengan suami saya dulu lima belas menit setelah itu baru saya
Vera terdiam menatap Dion yang kini sudah kembali ke meja kerjanya, apa yang tengah terjadi dengan suaminya? biasanya Dion tidak seperti ini. Vera mulai merasa ada yang berbeda dengan sang suami.Dengan air mata yang mengalir Vera memakai pakaiannya kembali, hidup terkadang tidak sesuai ekspektasi, dia ingin pernikahannya dengan Dion baik-baik saja, dia ingin Dion setia padanya tanpa banyak menuntut namun kini sikap Dion telah berubah.Setelah memakai pakaiannya Vera duduk di seberang Dion sembari menatap sang suami yang menyibukkan diri di depan laptop miliknya."Kamu kan sudah berjanji untuk selalu setia sayang," kata Vera.Dion menghentikan jari jemarinya yang asik menari di atas keyboard lalu menatap Vera dengan tatapan yang sulit diartikan."Aku selalu setia padamu, selalu mencintai kamu dengan segenap jiwa ragaku sayang," sahut Dion."Bohong, aku tau kamu telah bercinta dengan wanita lain," tukas Vera.Dion menghela nafas lalu beranjak dari kursi kebesarannya."Jadi menurut kamu
Renata hanya mematung mendapati pelukan dari Dion, dia tidak menerima maupun menolak pelukan dari atasannya tersebut.Pertengkarannya semalam dengan Andika benar-benar membuat Renata takut. Bagi Renata Andika adalah segalanya namun jika Dion terus menerobos masuk dan menghancurkan dinding pertahanannya, Renata tak tau lagi harus bagaimana. Sudah pasti cinta akan hadir dalam hatinya."Kamu kenapa diam saja?" tanya Dion yang terus mengendus leher Renata.Renata yang bingung harus bagaimana memilih tidak menjawab pertanyaan Dion, meski kini dirinya telah meremang karena sentuhan Dion."Pak, kita sudahi saja permainan gila ini, saya takut kalau suami saya akan tau begitu pula dengan istri anda," kata Renata.Dion melepas pelukannya, dia tidak setuju kalau Renata ingin menyudahi permainan mereka karena menurut perjanjian Renata masih punya hutang kurang lebih dua puluh lima malam lagi."Kalau kamu ingin berhenti, bagaimana dengan hutang kamu dua puluh lima malam? semalam seratus juta, dua