Se connecterDisebuah toko bunga, Serena tengah memilih bunga kesukaannya. Bunga lili pink dan putih, Mawar merah dan sebagian berwarna kuning.
"Oh my god, Wangi sekali" ucapnya dengan mata terpejam. Seolah tak bisa berhenti mencium aroma bunga di hadapannya. "Apa Nyonya Serena datang sendiri? Dimana suamimu?" Serena segera menoleh ke samping, Seperti mendengar sebuah sindiran halus. Matanya terbuka lebih lebar, "Alex? sedang apa?" Serena menatap ke arah mobil yang terparkir, disana, tepat di kursi penumpang paling depan. Ada siluet wanita dengan rambut tergerai tengah duduk anggun menunggu Alex. "Mau beli bunga?" Lagi tanya Serena saat pertanyaannya tak kunjung dijawab. Alex mengangguk sebagai Jawaban, "Untuk pacarku" jawabnya singkat. "Oh!" Serena bergumam pelan. Sekali lagi matanya melirik ke arah mobil, tepat ke arah wanita itu. "Kasihan sekali nasibmu, Ruby" Serena berkata dalam hati, Gadis yang duduk di mobil Alex bukanlah Ruby, melainkan gadis lain. Serena masih ingat betul bagaimana Ruby dan Alex sering bermain Golf bersamanya. Mereka terkenal romantis dan penyayang, namun pagi ini Alex membawa wanita lain di mobilnya? sungguh mengheranoan. "Ngomong-ngomong, suamimu kemarin malam tidak pulang?" Tanya Alex tiba-tiba, suaranya mengandung bisikan rahasia. Wajah Serena seketika berubah pucat, matanya membulat penuh ketakutan yang berusaha disembunyikan. "Darimana kamu tahu kalau Nicklas tidak pulang? Apa dia pergi ke Club?" Alex dengan cepat menggeleng, "Bukan begitu, Aku hanya menebak" "Dia lembur di kantor," jawab Serena kesal, "Tapi dia tidak sendirian. Ada beberapa staf ahli, katanya, bahas proyek pembangunan Mall." Alex mengernyit, senyumnya tiba-tiba melebar seperti menyimpan petaka. Tangannya erat menggenggam sebatang mawar merah, seolah bunga itu menjadi senjata rahasia yang masih tersimpan rapat. "Staf ahli? yang benar? Apa Nicklas tidak membohongimu?" Alex mencondongkan badan mendekat, matanya menusuk Serena seolah ingin menggali rahasia lebih dalam. "Coba lihat sekelilingmu. Aku hanya merasa kasihan, itu saja." Serena terpaku, alisnya mengerut tajam, ada kilat kemarahan. “Apa maksudnya? Apa dia sok-sokan jadi cenayang?” pikirnya dengan getir. Serena memilih Diam, lanjut memilih bunga kesukaannya, sementara Alex melangkah ke kasir, senyum liciknya tak pernah surut di wajahnya. Sekian menit berlalu, Serena mendengar langkah Alex kembali mendekat jadi Ia segera mendongak, "Sudah mau pulang?" tanya Serena dengan senyum menawan. Akan Ia buktikan kepada Alex bahwa kehidupan nya baik-baik saja. "Nyonya Serena, Ini untukmu!" Serena menatap setangkai mawar yang sudah layu di tangan Alex, tak mengerti maksud dan tujuan pria itu memberinya setangkai mawar layu, "Ini untukmu," katanya kembali mengulang. "Tidak perlu!" "Ini sebagai tanda perkenalan kita, bukankah selama ini kamu cukup dekat dengan Ruby?" Serena menatap mawar layu itu dengan pandangan kesal, "Jangankan hanya setangkai mawar layu, Aku bisa membeli semua bunga yang ada di tempat ini bahkan tokonya sekalipun. Simpan saja mawar itu untuk selingkuhanmu," Jawab Serena dengan nada kesal. "Aku peringatkan sekali lagi, sebelum kau terluka lebih dalam nyonya Serena. Jaga kandunganmu sebaik mungkin, ya!" Alex dengan angkuh, mengenakan kacamata hitam yang menempel di hidung mancungnya dan meninggalkan Serena begitu saja. Hati Serena terbakar, Belum pernah ada pria yang memperlakukannya sejahat itu. Mengirimkan bunga layu, seperti menghinanya tanpa perlu berkata apapun. "Apa dia kira aku tidak mampu membeli bunga segar sendiri?" bisiknya penuh dendam, rahang mengeras menahan amarah yang menyala-nyala. “Ini belum berakhir, Alex. Tunggu saja balasanku.” **** **** Sinar matahari berusaha menerobos ruangan bernuansa Monocrom dengan Tirai yang menjuntai di sekelilingnya. Tapi ruangan itu terlalu gelap, Tirainya terlalu pekat. Tak ada suara ayam atau suara burung yang mampu menembus bangunan lantai atas di sebuah Hunian mewah tengah kota. Ruby membuka matanya perlahan, pandangannya masih buram oleh sisa kantuk selaman. Tubuhnya terasa remuk, Otot-otot kakinya kaku dan berat ketika mencoba di gerakkan, namun sesuatu yang hangat dan kuat membungkus pinggangnya, menahan setiap gerakan. "Arghh!" Ruby bergumam pelan, sakit itu seolah meremukkan seluruh tubuhnya Dia menoleh perlahan ke samping, dan di sana, Nicklas. Dengan wajah setengah tertidur namun penuh kepuasan, masih melingkarkan tangannya yang kekar di sekitar tubuhnya. Bau parfum yang khas dan hangat menyelimuti ruangan gelap tersebut, menguatkan kesadaran Ruby bahwa malam yang baru saja berlalu bukan sekadar mimpi. Jantung Ruby berdegup kencang, sedikit ketakutan menyelinap di dalam dadanya. Dia menelan ludah kasar, mencoba merangkai kembali ingatan yang samar-samar, tentang apa yang terjadi, tentang bagaimana dirinya bisa terjebak di kamar Penthouse yang mewah, dengan Nicklas yang tak pernah dia bayangkan akan sedekat ini. "Sudah bangun?" Nicklas membuka mata saat Ruby berusaha melepas pelukannya yang erat. "Aku mau ke kamar mandi," "Perlu aku antar?" "Aku bisa sendiri, lebih baik kamu lanjutkan tidur!" Ruby bergerak perlahan, Memaksa tubuhnya untuk turun dari ranjang tinggi itu. saat hendak berjalan, Ruby terdiam ketika Nicklas tampak enggan melepas genggaman tangannya. "Apapun yang terjadi setelah ini, Jangan ingkari Janjimu! Jangan berubah pikiran hanya karena Serena" Ruby mengangguk pelan, "Aku hanya menunggu janjimu kemarin," "Aku tidak akan pernah mengingkari itu" Nicklas melepas tangan Ruby dan membiarkan wanitanya pergi ke kamar mandi. Tapi....Cara berjalan Ruby membuatnya tersentak. Nicklas memeriksa tempat Ruby berbaring, Ada jejak kemerahan yang tertinggal disana. Mengering, bersama dengan sisa percintaan mereka semalam. Ini Gila.... "Jadi dia masih gadis?" Bahkan saat bercinta dengan Serena, Nicklas tak melihat jejak seperti itu, Dan seperti dugaannya, Serena sering gonta-ganti pacar selama ini. Nicklas terdiam sesaat, Masih gadis? Apa Ia baru saja merenggut kesucian cinta pertamanya? Apa Ruby selama ini begitu terjaga? Itu berarti, Alex tak pernah sekalipun menyentuhnya, Dan Ruby juga begitu menjaga dirinya dari pergaulan bebas. Drtttt Drtttt... Nicklas mengalihkan pandangan ke arah ponsel yang bergetar, Lagi-lagi panggilan dari Serena yang membuatnya terpaksa harus bangun dari tidurnya. "Kenapa?" "Sayang, kamu dimana? Apa kamu lupa hari ini ada Yoga hamil?" "Sekarang jam berapa?" "Jam 10" Mata Nicklas menutup perlahan, "Undur semua Jadwal hari ini, Aku harus segera menuju ke lokasi proyek untuk peletakan batu pertama" "Kamu bercanda? Aku sudah mengundur Jadwalnya dari seminggu yang lalu" jawab Serena kesal, "Aku sudah bersiap menuju ke kantor, Tunggu sebentar, aku bawakan Sarapan" "Tidak perlu!" Jawab Nicklas cepat, "Aku sudah bersiap untuk pergi" "Sayang tolonglah, sampai kapan kamu memperlakukan aku seperti ini?" Suara Serena terisak, Nicklas bisa mendengar dengan jelas istrinya itu menangis di seberang telepon. "Serena, Jangan seperti anak kecil!" "Ini anakmu, Nick!!" Jawab Serena kesal. Wajah Nicklas mengeras, Rahangnya mengatup rapat, "Sudah puas? bukankah malam itu, Kamu yang menjebakku dengan Minuman sialan itu?" * * * Bersambung....Dave berdiri tegak dengan setelan jas dan kemeja formal di lobi kantor, Pagi ini, wajah tampannya tampak tegang saat menyaksikan seorang wanita hamil turun dari mobil hitam bersama dua pengawal pribadinya. Suasana lobi terasa berubah saat Serena menatapnya tajam, Wanita itu berjalan anggun dengan dagu terangkat. "Selamat pagi nyonya, Serena!" Sapa pria itu dengan senyum ramah, badannya menunduk sedikit saat Serena berhenti di hadapannya. "Dimana suamiku?" Mata Serena menatap tajam, satu tangannya menaikkan tali tas dengan tergesa-gesa. Dave masih menundukkan kepala, "Tuan Nick sedang tidak ada di kantor, nyonya""Tutup mulutmu itu, Dave! Jangan pancing amarahku!""Saya berkata apa adanya" Dave mengangkat pandangan, "tuan Nicklas pagi ini ada jadwal meninjau proyek,"Alis Serena mengkerut tajam, nafasnya terasa kian berat. Entah mengapa, akhir-akhir ini Nicklas seolah sengaja menjauh darinya. Tapi bukannya pergi dari perusahaan, Serena menatap salah satu pengawal yang berdiri di b
Disebuah toko bunga, Serena tengah memilih bunga kesukaannya. Bunga lili pink dan putih, Mawar merah dan sebagian berwarna kuning."Oh my god, Wangi sekali" ucapnya dengan mata terpejam. Seolah tak bisa berhenti mencium aroma bunga di hadapannya."Apa Nyonya Serena datang sendiri? Dimana suamimu?"Serena segera menoleh ke samping, Seperti mendengar sebuah sindiran halus. Matanya terbuka lebih lebar, "Alex? sedang apa?"Serena menatap ke arah mobil yang terparkir, disana, tepat di kursi penumpang paling depan. Ada siluet wanita dengan rambut tergerai tengah duduk anggun menunggu Alex."Mau beli bunga?" Lagi tanya Serena saat pertanyaannya tak kunjung dijawab.Alex mengangguk sebagai Jawaban, "Untuk pacarku" jawabnya singkat."Oh!" Serena bergumam pelan. Sekali lagi matanya melirik ke arah mobil, tepat ke arah wanita itu. "Kasihan sekali nasibmu, Ruby" Serena berkata dalam hati, Gadis yang duduk di mobil Alex bukanlah Ruby, melainkan gadis lain.Serena masih ingat betul bagaimana Ruby
Jam kerja berjalan seperti biasa, Hari ini Nicklas menahan lapar karena Serena menyiapkan Steak dingin didalam kotak bekal."Sudah aku kira, Dia tidak berniat menjadi seorang istri. Steak dingin?" Alis Nicklas terangkat, dadanya bergemuruh kesal setiap mengingat makan siang yang disiapkan istrinya.Pria tampan itu duduk di kursi ruang Direktur, matanya terpaku pada layar laptop yang penuh dengan laporan dan email masuk. Jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme gelisah, menandakan beban kerja yang tak kunjung reda."Sialan Dave!!" Nicklas meraih telepon nirkabel dan menghubungkannya ke ruangan Aistennya."Sialan, Aku butuh makan siang!""Segera tuan!"Namun tak lama berselang, pintu ruangan terbuka, dan Dave masuk dengan ekspresi ragu. "Tuan maaf, ada seorang yang ingin bertemu, katanya penting," ucapnya pelan. Nicklas menatap Dave sebentar lalu mengangguk pelan, "Cepat pesankan aku makanan atau tantatangani surat pemecatan!" matanya tetap tertuju pada layar. "Baik! segera akan saya
"Aduh anak itu....Dasar bikin malu" "Tenang ma, Nick butuh sedikit hiburan untuk menghilangkan penat dari pekerjaannya yang menumpuk" Serena berusaha menenangkan ibu mertuanya yang nyaris murka."Apa dia berkata kurang ajar padamu? Apa Nick tadi melontarkan kata yang menyakitkan selama pesta?"Serena tersenyum sambil mengelus punggung mama mertuanya untuk memberi ketenangan, "Jangan khawatir ma, Nick sangat baik padaku hari ini, dia perhatian padaku saat pesta berlangsung""Harusnya setiap hari dia baik padamu, Serena. Bagaimana caranya kalian membesarkan anak, jika hubungan kalian tidak rukun layaknya suami-istri pada umumnya?""Mama lihat saja nanti, Anak ini akan tumbuh di keluarga harmonis. Mama harus percaya bahwa Nick akan berubah ketika nanti anak kami lahir"Perempuan paruh baya dengan Dress putih itu meringis, ada rasa kasihan, namun juga ada rasa bangga terhadap menantunya yang begitu penyabar, Serena benar-benar berhati luas di matanya. "Beruntung Nick memiliki istri sebai
"Nicklas Sialan, bisa-bisanya menciumku penuh nafsu seperti itu. Dimana letak kewarasannya?"Ruby melangkah cepat memasuki Ballroom hotel, sesaat setelah Nicklas melepaskannya dari dalam mobil. Namun baru saja beberapa langkah menapaki Lobi,"Baby!!"Ruby menoleh saat mendengar panggilan yang tak asing di kepalanya. Ya. Suara yang begitu familiar di Ingatan. Iapun menoleh dengan ragu-ragu,"A-Alex? kenapa kamu bisa ada disini?" Keningnya mengkerut tajam saat melihat kehadiran kekasihnya di tempat itu. "Kenapa nggak bilang mau kesini?""Hal mendesak Apa yang membuatmu datang dari arah parkiran, sayang?Bukankah seharusnya kamu ada didalam, hm?"sosok Pria berjas hitam mendekat ke arahnya, Mengelus kepala Ruby dengan lembut. Namun, ada ketegasan disetiap inci tatapannya.Pria itu berdiri tegap, posturnya yang tinggi dan badan kekar membuat Ruby harus mendongak ketika ingin menatapnya."Alex lepas dulu, kenapa kamu nggak bilang mau kesini? " Ruby melepas tangan Alex yang melingkar posesi
"Bisa kita mulai acaranya sekarang?" "Sebentar sayang, Teman-temanku belum sepenuhnya datang. Kita tunggu lima belas menit lagi, ya! Kamu boleh minum-minum dulu sama rekan bisnis." "Serena!" wajah Nicklas tampak dingin. "Aku tidak suka keramaian seperti ini" "Demi anak kamu sekalipun? nggak ikhlas banget sih" Serena berdecak kesal, lalu meninggalkan sang suami demi menyapa teman-temannya yang hadir di malam Pesta. Di sebuah Lobi hotel bintang lima, alunan musik klasik mengalun lembut, menciptakan suasana mewah di setiap sudut. Di tengah keramaian, Serena Thuyara berdiri anggun dengan gaun putih berlengan panjang yang menonjolkan perut bundarnya yang semakin membesar. Senyumnya mengembang saat para tamu datang menghampiri, memberikan ucapan selamat dan hadiah-hadiah indah saat pesta berlangsung. Malam ini merupakan perayaan kehamilannya yang memasuki trimester ketiga. Sebagai istri dari Pengusaha terkenal, Serena tentu bersemangat mengadakan perayaan mewah dan mengundang tema







