Se connecterDave berdiri tegak dengan setelan jas dan kemeja formal di lobi kantor, Pagi ini, wajah tampannya tampak tegang saat menyaksikan seorang wanita hamil turun dari mobil hitam bersama dua pengawal pribadinya.
Suasana lobi terasa berubah saat Serena menatapnya tajam, Wanita itu berjalan anggun dengan dagu terangkat. "Selamat pagi nyonya, Serena!" Sapa pria itu dengan senyum ramah, badannya menunduk sedikit saat Serena berhenti di hadapannya. "Dimana suamiku?" Mata Serena menatap tajam, satu tangannya menaikkan tali tas dengan tergesa-gesa. Dave masih menundukkan kepala, "Tuan Nick sedang tidak ada di kantor, nyonya" "Tutup mulutmu itu, Dave! Jangan pancing amarahku!" "Saya berkata apa adanya" Dave mengangkat pandangan, "tuan Nicklas pagi ini ada jadwal meninjau proyek," Alis Serena mengkerut tajam, nafasnya terasa kian berat. Entah mengapa, akhir-akhir ini Nicklas seolah sengaja menjauh darinya. Tapi bukannya pergi dari perusahaan, Serena menatap salah satu pengawal yang berdiri di belakangnya, "taruh bekalnya didalam mobil! Aku tidak butuh benda itu" "Baik nyonya!" Ucap sang pengawal, patuh. Sambil mengambil alih kotak bekal dari tangan Serena. "Dave, bawa aku masuk ke ruangan Nicklas" "Tapi tuan Nicklas sedang tidak ada di dalam" "Aku tidak peduli" "B-baiklah" Ucap Dave pasrah pada akhirnya. Dave mengekor di belakang Serena, wajahnya pucat dan beberapa bintik keringat mulai membanjiri dahi. Entah kekacauan apa lagi yang akan Serena ciptakan, dan berakhir Ialah yang harus berurusan dengan kemarahan Nicklas. Baru saja keduanya hendak masuk ke pintu lift.... "Astaga!" Dave hampir menabrak punggung Serena yang berhenti tanpa aba-aba. "Dengarkan aku, Dave. Detik ini, aku adalah atasanmu, tidak ada ruang bagimu untuk menolak perintahku, paham!" "Baik nyonya, sebisa mungkin saya akan patuhi perintah nyonya Serena" Serena melipat kedua tangan di depan dada, "Serahkan rekaman CCTV sekarang juga!" Dave tersentak kaget, bagaimana bisa Serena datang ke kantor secara tiba-tiba dan sekarang meminta rekaman CCTV? "Saya tidak bisa menyerahkan rekaman CCTV tanpa ijin dari tuan Nicklas" "Aku istrinya, Dave!" "Maaf nyonya" Dave menundukkan kepala sebagai sinyal bahwa permintaan Serena tidak bisa ia turuti. "Baiklah, aku telepon papa skarang juga, biar manusia sepertimu langsung berhadapan dengan papa" Arthur? Bagaimana bisa Dave melawan Arthur? Bahkan sejauh ini, Nicklas pun masih tunduk dibawah kendali Arthur, pria yang memegang penuh kekuasaan di perusahaan Creed. Jika sampai Serena mengadu kepada Arthur, bisa-bisa ia kehilangan pekerjaan detik ini juga. "Maaf nyonya, jangan lakukan itu. Baiklah, saya akan berikan rekaman CCTV yang nyonya inginkan" Serena tersenyum licik, ia kembali memasukkan ponsel kedalam tas kecil yang bertengger di lengannya, "berikan aku rekaman CCTV dari lobi sampai ruangan suamiku, selama Nicklas lembur" Dave menelan ludah kasar, kepalanya terasa berat untuk mengangguk, "baiklah, silahkan nyonya tunggu di ruangan Direktur, saya akan bawakan rekamannya kurang dari 20 menit" "Aku hanya sanggup menunggu 10 menit" "Baik nyonya" Dave membalikkan badan sambil menahan amarahnya,bagaimanapun ia tak pernah suka dengan Serena dan segala tingkah laku wanita itu yang menyebalkan. "Sialan" **** ***" Sore itu, sinar matahari mulai merunduk, menciptakan bayangan di atas rumput hijau yang terawat. Serena melangkah sendirian diantara luasnya lapangan Golf, mencari kumpulan sahabatnya yang biasa bermain Golf di tempat itu. Tak lama, Serena menangkap pemandangan Ruby bersama beberapa sahabatnya yang lain, tertawa ringan sambil menunggu giliran memukul bola. Namun, suasana hatinya berubah saat mengingat rekaman CCTV pemberian Dave, Serena ingat betul. Ruby masuk ke dalam ruangan suaminya, sebuah tindakan yang tak pernah Serena duga akan terjadi. Entah untuk urusan bisnis atau mungkin, urusan pribadi? Wajahnya yang biasanya tenang kini memerah oleh amarah yang sulit ia sembunyikan. Dengan langkah cepat, Serena mendekati Ruby yang sedang beristirahat di bangku kayu tak jauh dari sana. "Wah bumil, kangen main Golf?" "Hay Cia.... Gimana kabar kamu?" Serena menyapa salah satu sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu, mereka berpelukan sekias dan saling melempar senyuman. "Aku baik, beb. maaf kemarin acara pesta aku gak bisa datang, ibuku sakit dan dirawat di rumah sakit" "Sekarang sudah sembuh?" "Sudah, Ayo duduk sini! Sendirian aja?" "Hm.. " Serena tersenyum paksa, "aku datang sendirian, kebetulan mau bicara dengan Ruby sebentar" "Yaudah aku kesana ya, udah giliran nih" Serena menganggukkan kepala lalu duduk di sebelah Ruby yang sedari tadi seolah tak melihat kehadirannya di tempat itu. "Kamu masih marah dengan kejadian penamparan itu?" tanya Serena dengan nada dingin, suaranya bergetar menahan kesal yang membuncah. Matanya menatap tajam ke arah Ruby, "aku ingin meminta maaf atas apa yang ibu mertuaku lakukan padamu, Ruby. Tolong maafkan sifatnya yang sedikit keras" Ruby terlihat terkejut, raut wajahnya berubah bingung dan waspada. Ia mengalihkan pandangannya, mencoba menghindari tatapan Serena. "Hm, tidak. Lupakan saja, mungkin ibu mertuamu salah sasaran" "Bisakah kamu menjelaskan sedikit hubungan masa lalu dengan keluarga Creed? maksudku, kamu adalah sahabatku Ruby, dan sekarang aku adalah menantu di keluarga Creed, apa hubungan kalian sedekat itu, dulu?" Serena menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan amarahnya yang hampir meledak. "Jangan buat aku bertanya dua kali," desaknya, suaranya kini mengandung ancaman terselubung. Di dalam hati, ia berjuang menahan kekecewaan yang menggerogoti kepercayaan yang selama ini ia bangun. Namun, di luar, ia hanya bisa menunjukkan wajah dingin dan sikap tegas, menunggu jawaban dan kejujuran dari sahabatnya. "Aku tidak mengenal keluarga suamimu" jawab Ruby gelisah. Bagaimana tidak? bahkan setengah jam yang lalu, yang mengantarnya ke tempat Golf adalah Nicklas. Bahkan pria itu juga memberinya ATM prioritas dan memenuhi segala keperluannya hanya dalam waktu 24 jam. melihat kegelisahan di wajah Ruby, Serena jelas semakin percaya dengan segala bukti yang ada di depan mata. ia sangat percaya bahwa suaminya dan Ruby sudah saling mengenal, atau bahkan lebih dari itu? memnayangkannya membuat dadanya semakin terbakar api cemburu. "Tapi kenapa mama bilang kamulah penyebab papa lumpuh? Semuanya bukan sebuah kebetulan, Ruby. Aku hanya butuh kejujuranmu... Apa dulu, kamu punya hubungan dengan Nicklas?" Ruby secepat kilat memandang Serena, kepalanya menggeleng sebagai jawaban, "jangan salah paham dulu!" "Lalu bagaimana dengan rekaman CCTV yang aku punya? sepertinya, Pelakor sepertimu ingin mencoba masuk kembali dan merebut posisiku sebagai nyonya di keluarga Creed, apa benar begitu?" Kedua alis Ruby mengkerut dalam, tangannya saling meremas satu sama lain, "apa maksudmu, Serena?" "Jangan berpura-pura bodoh, Ruby! Apa yang dilakukan gadis gatal sepertimu dengan masuk ke ruangan suamiku saat jam kerja? Kamu bahkan berada di ruangan itu sampai sore, apa yang telah kalian lakukan didalam?" "Kapan?" Plak!!!! * * * Bersambung....Dave berdiri tegak dengan setelan jas dan kemeja formal di lobi kantor, Pagi ini, wajah tampannya tampak tegang saat menyaksikan seorang wanita hamil turun dari mobil hitam bersama dua pengawal pribadinya. Suasana lobi terasa berubah saat Serena menatapnya tajam, Wanita itu berjalan anggun dengan dagu terangkat. "Selamat pagi nyonya, Serena!" Sapa pria itu dengan senyum ramah, badannya menunduk sedikit saat Serena berhenti di hadapannya. "Dimana suamiku?" Mata Serena menatap tajam, satu tangannya menaikkan tali tas dengan tergesa-gesa. Dave masih menundukkan kepala, "Tuan Nick sedang tidak ada di kantor, nyonya""Tutup mulutmu itu, Dave! Jangan pancing amarahku!""Saya berkata apa adanya" Dave mengangkat pandangan, "tuan Nicklas pagi ini ada jadwal meninjau proyek,"Alis Serena mengkerut tajam, nafasnya terasa kian berat. Entah mengapa, akhir-akhir ini Nicklas seolah sengaja menjauh darinya. Tapi bukannya pergi dari perusahaan, Serena menatap salah satu pengawal yang berdiri di b
Disebuah toko bunga, Serena tengah memilih bunga kesukaannya. Bunga lili pink dan putih, Mawar merah dan sebagian berwarna kuning."Oh my god, Wangi sekali" ucapnya dengan mata terpejam. Seolah tak bisa berhenti mencium aroma bunga di hadapannya."Apa Nyonya Serena datang sendiri? Dimana suamimu?"Serena segera menoleh ke samping, Seperti mendengar sebuah sindiran halus. Matanya terbuka lebih lebar, "Alex? sedang apa?"Serena menatap ke arah mobil yang terparkir, disana, tepat di kursi penumpang paling depan. Ada siluet wanita dengan rambut tergerai tengah duduk anggun menunggu Alex."Mau beli bunga?" Lagi tanya Serena saat pertanyaannya tak kunjung dijawab.Alex mengangguk sebagai Jawaban, "Untuk pacarku" jawabnya singkat."Oh!" Serena bergumam pelan. Sekali lagi matanya melirik ke arah mobil, tepat ke arah wanita itu. "Kasihan sekali nasibmu, Ruby" Serena berkata dalam hati, Gadis yang duduk di mobil Alex bukanlah Ruby, melainkan gadis lain.Serena masih ingat betul bagaimana Ruby
Jam kerja berjalan seperti biasa, Hari ini Nicklas menahan lapar karena Serena menyiapkan Steak dingin didalam kotak bekal."Sudah aku kira, Dia tidak berniat menjadi seorang istri. Steak dingin?" Alis Nicklas terangkat, dadanya bergemuruh kesal setiap mengingat makan siang yang disiapkan istrinya.Pria tampan itu duduk di kursi ruang Direktur, matanya terpaku pada layar laptop yang penuh dengan laporan dan email masuk. Jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme gelisah, menandakan beban kerja yang tak kunjung reda."Sialan Dave!!" Nicklas meraih telepon nirkabel dan menghubungkannya ke ruangan Aistennya."Sialan, Aku butuh makan siang!""Segera tuan!"Namun tak lama berselang, pintu ruangan terbuka, dan Dave masuk dengan ekspresi ragu. "Tuan maaf, ada seorang yang ingin bertemu, katanya penting," ucapnya pelan. Nicklas menatap Dave sebentar lalu mengangguk pelan, "Cepat pesankan aku makanan atau tantatangani surat pemecatan!" matanya tetap tertuju pada layar. "Baik! segera akan saya
"Aduh anak itu....Dasar bikin malu" "Tenang ma, Nick butuh sedikit hiburan untuk menghilangkan penat dari pekerjaannya yang menumpuk" Serena berusaha menenangkan ibu mertuanya yang nyaris murka."Apa dia berkata kurang ajar padamu? Apa Nick tadi melontarkan kata yang menyakitkan selama pesta?"Serena tersenyum sambil mengelus punggung mama mertuanya untuk memberi ketenangan, "Jangan khawatir ma, Nick sangat baik padaku hari ini, dia perhatian padaku saat pesta berlangsung""Harusnya setiap hari dia baik padamu, Serena. Bagaimana caranya kalian membesarkan anak, jika hubungan kalian tidak rukun layaknya suami-istri pada umumnya?""Mama lihat saja nanti, Anak ini akan tumbuh di keluarga harmonis. Mama harus percaya bahwa Nick akan berubah ketika nanti anak kami lahir"Perempuan paruh baya dengan Dress putih itu meringis, ada rasa kasihan, namun juga ada rasa bangga terhadap menantunya yang begitu penyabar, Serena benar-benar berhati luas di matanya. "Beruntung Nick memiliki istri sebai
"Nicklas Sialan, bisa-bisanya menciumku penuh nafsu seperti itu. Dimana letak kewarasannya?"Ruby melangkah cepat memasuki Ballroom hotel, sesaat setelah Nicklas melepaskannya dari dalam mobil. Namun baru saja beberapa langkah menapaki Lobi,"Baby!!"Ruby menoleh saat mendengar panggilan yang tak asing di kepalanya. Ya. Suara yang begitu familiar di Ingatan. Iapun menoleh dengan ragu-ragu,"A-Alex? kenapa kamu bisa ada disini?" Keningnya mengkerut tajam saat melihat kehadiran kekasihnya di tempat itu. "Kenapa nggak bilang mau kesini?""Hal mendesak Apa yang membuatmu datang dari arah parkiran, sayang?Bukankah seharusnya kamu ada didalam, hm?"sosok Pria berjas hitam mendekat ke arahnya, Mengelus kepala Ruby dengan lembut. Namun, ada ketegasan disetiap inci tatapannya.Pria itu berdiri tegap, posturnya yang tinggi dan badan kekar membuat Ruby harus mendongak ketika ingin menatapnya."Alex lepas dulu, kenapa kamu nggak bilang mau kesini? " Ruby melepas tangan Alex yang melingkar posesi
"Bisa kita mulai acaranya sekarang?" "Sebentar sayang, Teman-temanku belum sepenuhnya datang. Kita tunggu lima belas menit lagi, ya! Kamu boleh minum-minum dulu sama rekan bisnis." "Serena!" wajah Nicklas tampak dingin. "Aku tidak suka keramaian seperti ini" "Demi anak kamu sekalipun? nggak ikhlas banget sih" Serena berdecak kesal, lalu meninggalkan sang suami demi menyapa teman-temannya yang hadir di malam Pesta. Di sebuah Lobi hotel bintang lima, alunan musik klasik mengalun lembut, menciptakan suasana mewah di setiap sudut. Di tengah keramaian, Serena Thuyara berdiri anggun dengan gaun putih berlengan panjang yang menonjolkan perut bundarnya yang semakin membesar. Senyumnya mengembang saat para tamu datang menghampiri, memberikan ucapan selamat dan hadiah-hadiah indah saat pesta berlangsung. Malam ini merupakan perayaan kehamilannya yang memasuki trimester ketiga. Sebagai istri dari Pengusaha terkenal, Serena tentu bersemangat mengadakan perayaan mewah dan mengundang tema







