Share

Siapa Kamu?

Author: Queen Mylea
last update Last Updated: 2025-10-02 19:57:36

Leon menyandarkan tubuhnya di kursi sambil memainkan bolpoin dengan santai.

“Cuman sepuluh soal? Halah, gampang banget. Gue bahkan bisa kerjain sambil merem,” ucapnya penuh kesombongan.

Silvi duduk anggun di kursi seberang, kaki jenjangnya tetap bersilang, menampakan belahan yang membuat Leon beberapa kali menelan ludah.

“Baiklah, Leon. Silakan dimulai,” ucap Silvi pelan, suaranya seolah berbisik namun tegas.

Leon meraih lembar soal dan langsung menunduk. Matanya menelusuri baris demi baris, lalu alisnya terangkat sedikit. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak semudah yang ia bayangkan. Ada soal Matematika dengan model logaritma, Fisika tentang gaya gesek, bahkan satu soal tentang sejarah dunia yang jelas tak pernah ia perhatikan di sekolah.

Memang hanya 10 soal, namun isinya benar-benar padat. Jika tidak membaca dengan jeli, tentu saja tidak akan bisa menjawab pertanyaan jebakan itu.

Namun, bukannya menyerah, Leon malah menampilkan senyum miring. “Ck, ini sih gampang. Lagian semuanya pilihan ganda, tentu saja hoki bakal bawa gue pada kenikmatan,” gumamnya penuh percaya diri, senyum miring terus tersungging di wajahnya.

Tangannya mulai menari di atas kertas. Setiap nomor ia isi dengan asal, tanpa berpikir lama. Bahkan yang lebih konyol, Silvi melihat sendiri jika pemuda itu menghitung kancing untuk bisa menjawab.

Lima belas menit berlalu. Leon meletakkan bolpoinnya dengan gaya sok keren, lalu menyandarkan tubuh ke kursi. “Tuh kan, kelar juga. Sekarang giliran lo yang buktiin omongan lo, Tante cantik,” ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya genit.

Silvi menerima kertas itu dengan tenang. Ia menelaah jawaban demi jawaban, bibirnya melengkung tipis.

“Jadi, gimana? Betul semua, 'kan?” tanya Leon, tertawa penuh percaya diri. “Udah gak usah terkesima gitu. Sekarang langsung aja, mau di mana? Di kamar gue atau di hotel? Dua-duanya juga oke," ucapnya dengan nada kurang ajar.

Silvi menarik sebelah sudut bibirnya ke atas lalu menggeleng pelan. “Sayang sekali, Leon. Dari sepuluh soal yang kuberikan, tidak ada satu pun jawabanmu yang benar.”

BRUK!

Leon hampir jatuh dari kursinya. Wajahnya memerah, matanya melotot tak percaya. “Apa?! Lo pasti bohong! Mana mungkin salah semua?!”

Silvi hanya meletakkan kertas itu di meja, menunjukkan hasil koreksi dengan tanda silang besar di setiap nomor. “Lihatlah sendiri.”

Pemuda itu menatap lembar jawabannya, dan benar saja—tak ada satu pun jawaban yang sesuai. Semua salah total.

“Astaga… ini nggak mungkin!” Leon menjambak rambutnya sendiri, tubuhnya bergetar menahan emosi. “Lo pasti yang salah. Ini cuman akal-akalan Tante doang, 'kan? Jawabannya pasti betul semua itu!"

Silvi berdiri anggun, lalu menunduk sedikit mendekati wajah Leon. Tatapannya tajam, senyumnya menggoda namun menusuk. 

“Kau terlalu meremehkan, Leon. Kau pikir hidup ini bisa dimenangkan dengan hitung kancing dan percaya diri yang kosong? Kau salah besar. Pantas saja kau sampai tak lulus dua kali. Ternyata kau benar-benar bodoh. Memalukan!"

“Aarghh!”

Leon yang kesal sekaligus malu, menendang kursinya hingga terguling. Tanpa basa-basi, Ia meraih kunci motor yang tergeletak di atas meja, lalu berjalan cepat ke arah pintu. 

“Gue nggak butuh guru sok bijak kayak lo! Dasar ani-ani murahan!"

Suara hentakan pintu bergema ketika ia keluar. Silvi hanya berdiri mematung sejenak, lalu tertawa kecil.

Pemuda itu meraih helm, lalu menyalakan motor sport hitam miliknya. Suara knalpot meraung keras, menandai betapa emosinya ia saat itu.

Brumm!

Leon melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, meninggalkan halaman megah rumah ayahnya. 

Masih di dalam ruangan khusus belajar di lantai dua itu, Silvi berjalan pelan menuju jendela. Jemarinya menyibakkan tirai, matanya mengikuti bayangan Leon yang kian menjauh. 

“Ya ampun, bocah tengil itu, benar-benar mirip denganmu," lirih Silvi sambil tersenyum namun sudut matanya berair.

Dengan langkah anggun, Silvi melangkah keluar dari rumah megah keluarga Wijaya. Suaranya hentakan high heels-nya menggema di rumah besar yang lebih dominan diisi oleh para pelayan.

Madam Jen—janda anak dua yang tak lain adalah kepala pelayan di rumah itu, menghampiri Silvi tergopoh-gopoh.

"Nona, kami minta maaf. Tuan muda Leon meninggalkan jam pelajaran pertama bersama anda. Saya harap anda tidak tersinggung."

"No problem. Aku bisa atasi ini. Jangan merasa tak enak hati," ucapnya sambil tersenyum.

Dengan langkah anggun, Silvi menuruni anak tangga menuju mobil Audi hitam mengilap yang terparkir di halaman. Kendaraan mewah itu tampak begitu kontras dengan statusnya sebagai guru privat.

Ia membuka pintu, masuk ke dalam, lalu menutupnya rapat. Begitu berada di balik kemudi, wajah lembutnya berubah menjadi dingin. 

Tangannya meraih sebuah perangkat kecil dari tas kulit di samping kursi—sebuah tablet dengan sistem pelacak. Layar menyala, memperlihatkan titik merah yang bergerak cepat di peta digital. Itu adalah Leon.

Wanita itu sudah tahu jika Leon akan langsung pergi, emosi pemuda itu labil, meledak akibat tak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Oleh karenanya, ia telah menyusun rencana. 

Saat Leon serius mengerjakan soal, diam-diam ia menaruh alat pelacak di jaket kulit pemuda itu.

Silvi menyandarkan punggung ke kursi, menghela napas panjang, lalu tersenyum miring. 

“Mau sejauh apa pun kau kabur, aku akan selalu menemukanmu, anak nakal.”

Ia meraih kacamata hitam dari dashboard, memasangnya perlahan. Bibir merahnya melengkung tipis, penuh tekad.

“Aku akan merubah tabiat buruk anak itu. Apa pun caranya.”

Audi hitam itu meraung pelan ketika Silvi menyalakan mesin. Dengan satu tarikan gas, mobil meluncur keluar dari gerbang rumah Wijaya.

Di tempat lain.

Roberto duduk dengan kaki naik ke atas di kursi kebesaran yang mencerminkan statusnya sebagai pemilik perusahaan properti ternama milik keluarga besar Wijaya—Lucas Corporation.

Di hadapannya, Jerry, asisten pribadinya yang setia, berdiri dengan postur tegas, menunggu instruksi lebih lanjut.

"Nona Silvi sudah mulai bekerja hari ini, Tuan. Dia pastikan jika Tuan Muda tidak bisa macam-macam di tangannya," ujar Jerry.

“Bagus, pantau terus mereka!” ucap Roberto tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen di tangannya. “Aku harap Silvi bisa merubah sikap buruk anak nakal itu."

Jerry mengangguk dengan penuh hormat. “Baik, Tuan. Saya akan pastikan Nona Silvi mengajarkan yang terbaik untuk Tuan Muda Leon. Meskipun penampilannya… ya, sedikit nyeleneh dan mencolok, tapi kecerdasannya tidak perlu diragukan lagi."

Roberto mendengus ringan, mengingat pertemuannya dengan Silvi beberapa hari yang lalu. 

Wanita itu, dengan penampilan dan gaya hidup yang sangat berbeda dari bayangan seorang guru, membuatnya ragu pada awalnya. Namun, Jerry bersikeras bahwa Silvi adalah pilihan terbaik untuk menghadapi Leon.

Roberto terdiam sejenak, bayangan wajah Silvi yang ia temui di club malam beberapa hari yang lalu hingga sebuah kesepakatan pun dibuat. Ia berani membayar sebesar 1 milyar jika wanita itu berhasil membuat Leon lulus. Dan tanpa diduga, Silvi malah menantang balik, dia berani membayar 2 kali lipat jika dirinya gagal.

Aneh tapi nyata. Hanya seorang guru privat, tapi berani menentangnya dengan membayar sejumlah uang yang sangat fantastis. 

Roberto terkekeh pelan membayangkan pertemuan pertama mereka waktu itu. Pertemuan yang cukup mengesankan dengan wanita yang begitu angkuh tapi juga sangat menggoda.

"Jerry, buatkan jadwal, saya ingin bertemu dengan Nona Silvi," titahnya pada asisten pribadinya.

"Baik, Tuan."

Roberto mengusap dagunya sambil tersenyum sinis. Ada sesuatu yang membuatnya begitu penasaran pada guru privat baru putranya itu. 

"Siapa kamu sebenarnya?"

***

Bersambung …

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Tante Silvi   Olahraga Malam

    Leon duduk di bangku belakang kelas dengan wajah masam. Sejak pagi, pikirannya dipenuhi rasa malu dan amarah karena ulah Silvi. “Sialan tante gila itu…” gumamnya, menghentakkan pulpen ke meja.“Bro, apa rencana lo setelah ini?"Leon menatap teman-temannya satu per satu. Senyumnya menyeringai, tatapannya licik. "Pulang sekolah, kita kumpul di basecamp!" Pria itu lalu mencondongkan tubuh, melanjutkan dengan berbicara pelan seolah konspirasi besar. Ia mengungkapkan rencananya untuk mengerjai Silvi sepulang sekolah nanti.3 jam kemudian.Bel sekolah berbunyi. Akhirnya jam pulang pun tiba. Mereka sudah siap dengan rencana yang telah disusun tadi.Silvi berdiri tak jauh dari kelas dengan tangan terlipat, menunggu Leon keluar. Seperti janjinya, siang ini dirinya menjemput Leon kembali. Karena dari informasi yang dia dapat, biasanya bocah itu sering keluyuran setelah pulang sekolah.Penampilannya sudah cukup membuat beberapa murid lain terheran-heran. Bahkan ada beberapa remaja laki-laki y

  • Gairah Liar Tante Silvi   Pengasuh Bayi Besar

    Setibanya, Leon langsung berjalan dengan wajah tak bersahabat masuk ke dalam rumahnya. Langkahnya terdengar kasar dan menghentak. Para pelayan tahu jika sang tuan muda sedang dirundung emosi.Madam Jen mendekat, dengan hati-hati berkata, "Tuan Muda ... makan malam sudah siap. Sebentar lagi Tuan Robert akan tiba, sebaiknya Tuan Muda membersihkan diri dan bersiap-siap."Leon tak menggubris perkataan kepala pelayan itu. Ia berjalan cepat menaiki tangga menuju kamarnya.Brak!Pintu kamar ditutup dengan keras, menimbulkan gema dan suara yang mengejutkan di rumah megah yang sepi senyap itu.Leon melemparkan tasnya ke sembarang arah. Ia lalu menjatuhkan tubuhnya di kasur empuk dengan bed cover abu-abu."Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia berani sekali?” Leon menggerutu. “Arghh, sial! Gara-gara dia, si Junior jadi bangun terus!"---Keesokan paginya.Byuuur!Seember air dingin mengguyur tubuh Leon yang sedang tertidur pulas di atas kasur empuknya. Lelaki berusia dua puluh tahun itu sontak ter

  • Gairah Liar Tante Silvi   Baru Permulaan

    "Oh, jadi bocah tengil itu ada di sini," ucapnya sambil menyeringai, menatap bangunan cukup megah di kawasan elite ibukota.Audi A4 brilliant black itu berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang lebih mirip rumah pribadi. Namun di kalangan tertentu, orang-orang tahu tempat tersebut adalah basecamp milik Leonardo Mahaputra Wijaya—remaja bad boy yang populer sekaligus ditakuti di sekolahnya.Pintu mobil terbuka. Seorang wanita cantik berpenampilan dewasa turun dengan langkah anggun namun penuh wibawa.Siapa lagi kalau bukan Silvi, guru privat yang baru beberapa jam lalu bertemu Leon. Dan kini, ia datang dengan satu tujuan: menjemput murid nakal itu.Beberapa remaja yang tengah nongkrong di teras basecamp sontak terdiam, pandangannya melekat pada sosok asing yang begitu memikat.“Eh, siapa tuh? Cantik banget,” bisik salah satunya.“Gila, body-nya kayak gitar Spanyol,” timpal yang lain dengan tatapan nakal.Namun senyum-senyum usil mereka seketika lenyap saat wanita itu membuka mulut.“

  • Gairah Liar Tante Silvi   Siapa Kamu?

    Leon menyandarkan tubuhnya di kursi sambil memainkan bolpoin dengan santai.“Cuman sepuluh soal? Halah, gampang banget. Gue bahkan bisa kerjain sambil merem,” ucapnya penuh kesombongan.Silvi duduk anggun di kursi seberang, kaki jenjangnya tetap bersilang, menampakan belahan yang membuat Leon beberapa kali menelan ludah.“Baiklah, Leon. Silakan dimulai,” ucap Silvi pelan, suaranya seolah berbisik namun tegas.Leon meraih lembar soal dan langsung menunduk. Matanya menelusuri baris demi baris, lalu alisnya terangkat sedikit. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak semudah yang ia bayangkan. Ada soal Matematika dengan model logaritma, Fisika tentang gaya gesek, bahkan satu soal tentang sejarah dunia yang jelas tak pernah ia perhatikan di sekolah.Memang hanya 10 soal, namun isinya benar-benar padat. Jika tidak membaca dengan jeli, tentu saja tidak akan bisa menjawab pertanyaan jebakan itu.Namun, bukannya menyerah, Leon malah menampilkan senyum miring. “Ck, ini sih gampang. Lagian semuanya pilih

  • Gairah Liar Tante Silvi   Tutor Hot

    Ketukan sepatu hak tinggi terdengar menggema di lantai marmer rumah mewah keluarga Wijaya. Seorang wanita dengan dress ketat berwarna merah marun melangkah anggun melewati para pelayan yang spontan menunduk sopan.Dialah Silvi Kimberly, guru les baru yang direkrut oleh kepala keluarga Wijaya. Setidaknya, itulah identitas yang ia tunjukkan pada keluarga kaya raya ini.Di balik kacamata hitamnya, Silvi menahan senyum sinis. 'Akhirnya, aku masuk juga ke rumah ini.'Pelayan membawanya menuju ruang belajar yang sudah disiapkan. Dari balik pintu kayu yang sedikit terbuka, Silvi melihat seorang pemuda duduk dengan kaki terangkat di atas meja. Seragam putih-abu itu tidak rapi, kancing kemeja terbuka dua, memperlihatkan dada bidangnya. Sebatang rokok elektrik terselip di tangannya.“Oh, jadi ini bocah tengil yang diceritakan Robert,” bisik Silvi lirih, sebelum mengetuk pintu. “Baiklah... mari kita mulai!”Tok, tok, tok!“Siapa? Jangan ganggu, gue lagi mabar!" Suara pemuda itu terdengar cuek.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status