Share

Merusak Sekaligus Menikahi

“Tidak mau. Apa untungnya aku menemui Vella?” Regha enggan menuruti perintah dari kakaknya.

Bagi Regha tap perlu lagi berhubungan dengan Vella. Pembalasan dendamnya cukup sampai di sini. Ia berhasil menghancurkan wanita itu. Sama seperti dulu Vella mempermalukannya di depan umum.

Jika tahu Regha tumbuh menjadi keras kepala. Alice seharusnyaa berdoa agar tidak mempunyai adik yang memalukan seperti ini. Harga dirinya seolah direndahkan. Bukan hal asing lagi jika seorang perempuan saling memberi dukungan.

Rasa sakit yang selama ini terpendam dibalas hanya dengan kata maaf rasanya tidak adil. Regha merasa dirinya paling benar dan merenggung kehormatan seorang wanita bukanlah masalah yang besar. Hati nuraninya sudah dibutakan oleh dendam yang begitu besar pada Vella.

“Bagaimana jika Vella hamil anakmu nanti? Apa kamu masih tidak mau menikahinya juga?”

Alice tak mau adiknya menjadi pria penggecut. Ia menuntut Regha untuk bertanggung jawab. Sekali pun Regha adalah saudaranya. Kali ini Alice tidak berpihak pada lelaki itu. Perilaku sebejat itu tidak pantas dibela.

“Jangan mengada-ada, Kak. Aku hanya melakukannya sekali,” bantah Regha menyangkal tudingan Alice.

Mustahil, Regha menyepelekan ucapan kakaknya dengan santai. Pertama kali ia berhubungan intim hanya dengan Vella. Wajar jika Regha tidak mempunyai pengalaman. Oleh karena itu, ia yakin seratus persen kalau permainannya berjalan rapi tanpa meninggalkan benih yang tercecer.

Dalam urusan cinta memang Regha tak terlalu pandai. Terlihat bodoh dan keras kepala. Tidak salah jika Alice mencemooh adiknya seperti itu. Menurutnya perkataan yang dilontarkan Regha adalah salah besar.

Selepas itu, Regha pergi meninggalkan kakaknya di pinggir jalan. Ia muak dengan segala drama yang menyulitkan hidupnya. Tanpa ia sadari, sebenarnya Regha sendirilah yang mempersulit hidupnya.

Tak ada yang berbeda dari biasanya, Vella lebih suka di kamarnya ketimbang keluar rumah. Ia melamun menatap ke luar jendela. Sudah satu minggu lamanya ia mengurung diri sejak bertengkar hebat dengan ayahnya.

Vella juga sempat berseteru dengan Deon. Namun, tak separah dengan ayahnya. Tak ada seorang pun yang benar-benar memahaminya. Lamunan wanita itu ketika melihat kedatangan seseorang. Atensinya teralihkan dan matanya melebar mendapati siapa yang datang.

Entah kenapa Vella merasa ada semacam perasaan membuncah di dadanya. Tidak mungkin rasanya kalau ia rindu pada pria brengsek itu. Seharusnya Vella benci pada Regha bukan malah sebaliknya.

‘Untuk apa lagi dia datang ke sini?’ batin Vella.

Daripada harus bertemu dengan Regha. Vella lebih baik pura-pura tidur untuk mengindari pria itu. Ia menyingkap selimut lalu menyibaknya hingga terlihat kepalanya saja.

Tak lama ada bunyi ketukan pintu terdengar. Vella mengabaikan dan melanjutkan sandiawaranya. Terlalu malas baginya untuk meladeni Regha. Padahal ia sendiri belum tahu maksud dan tujuan lelaki itu datang ke sini.

“Sayang, bangun dulu. Ada Regha di depan,” kata Arin sambil membujuk putrinya.

“Suruh pulang saja. Aku tidak mau bertemu dengannya,” tolak Vella.

Sebelumnya Arin tidak pernah bertemu dengan Regha. Semasa putrinya masih sekolah dulu, ia hanya mendengar dari cerita Vella secara langsung. Sebagai seorang ibu, ia ingin yang terbaik untuk anaknya. Karena permasalahannya bersama sang suami, anaklah yang menjadi korban.

Arin tahu jika anaknya menyukai Regha sejak lama. Namun, ia tidak bisa membantu karena suaminya sudah mencarikan pilihan yang terbaik. Arin sempat menolak, tetapi ia tak punya kuasa. Adnan membencinya lantaran telah melahirkan anak yang tidak diinginkan.

Pikiran Vella semakin kacau. Dengan langkah ragu ia terpaksa untuk menemui Regha dan keluarganya. Awalnya ia mengira kalau Regha datang seorang diri.

Malas, satu kata yang menggambarkan keadaan Vella saat ini ketika bertemu Regha. Vella hanya berjabat tangan dan mencium tangan kedua orang tua pria itu. Setelahnya ia duduk agak berjauhan.

Sedangkan Adnan menyambut baik itikad dari kedatangan Regha dan kedua orang tuanya. Tanpa menunggu persetujuan dari Vella, ia memutuskan untuk menikahkan anaknya. Hari ini Adnan tampank berbeda dari biasanya. Terlihat lebih tenang dan ramah.

Kejanggalan timbul dalam benak Vella. Ia bingung ketika ayahnya menyinggung tentang pernikahan.

“Sebenarnya kalian bicara tentang apa? Siapa yang mau menikah?” tanya Vella.

“Regha mau bertanggung jawab dengan menikahimu, Sayang,”

Kali ini bukan Adnan yang menjawab. Justru Arin yang menjelaskan pada anak bungsunya itu. Arin tahu kalau Vella sudah terikat dengan Deon. Namun, alangkah baiknya Vella mau menerima Regha sebagai pendamping hidup. Ia tidak mau mengambil resiko di kemudian hari.

Semua orang diam. Vella tidak percaya, mencoba menepis kalau ucapan ibunya hanyalah candaan. Regha yang sekarang bukanlah malaikan pelindung seperti dulu.

Perempuan itu lari ke lantai atas. Ia tidak peduli akan anggapan semua orang yang mengiranya tidak sopan. Pernikahan bukanlah keputusan sepihak. Vella benci ketika dipojokkan dan tidak bisa menentukan pilihannya sendiri. Selalu tunduk pada kemauan ayahnya. Tapi, balasan apa yang ia terima? Pria itu saja tidak pernah menganggapnya sebagai anak.

Arin merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantu putrinya. Namun, ia tidak mau keluarga besar Deon yang merupakan tunangan Vella saat ini merendahkan anaknya. Walaupun Deon tidak keberatan kalau anaknya tidak suci lagi. Akan tetapi, yang ia takutkan adalah jika keduanya bertengkar. Masa lalu Vella pasti akan diungkit kembali.

Ia tidak mau nasib malang terjadi pada Vella. Cukup ia saja yang mengalaminya. Jalan satu-satunya adalah menerima Regha sebagai calon menantunya.

Sebagai pemilik rumah, Adnan dan Arin mempersilahkan Regha untuk menyusul putrinya. Biarlah mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Dari kedua belah pihak keluarga sudah memutuskan jika pernikahan adalah solusi yang tepat.

Regha membuka perlahan pintu tersebut. Kebetulan tidak terkunci sehingga memudahkan akses untuknya masuk. Ia melihat dengan jelas kalau Vella tengah menangis dengan menutupi wajah menggunakan tangan.

Vella menyingkirkan tangannya dari wajahnya ketika mendengar derap langkah. Ia mengira yang membuntutinya adalah ibunya. Dugaan Vella ternyata salah.

“Pergi! Aku bilang pergi!”

Pria itu tak mengindahkan teriakan Vella. Regha justru kian mendekat dan mengulurkan tangannya pada Vella.

Tak ada lagi kehangatan dari Regha. Kini Vella takut setiap kali berhadapan dengan Regha. Rasa trauma kian membuncah akan malam kelam itu.

Vella mengabaikan uluran tangan itu. Ia memilih bangkit sendiri tanpa bantuan Regha. Membayangkan kulitnya bersentuhan dengan seinci kulit lelaki itu rasanya sangat jijik.

Ia yakin Regha tidak benar-benar ingin menikahinya. Pria itu hanya pencitraan di depan orang tuanya.

Wanita yang jual mahal sangatlah menantang di mata Regha. Banyak perempuan di luar sana yang menyerahkan tubuhnya secara sukarela padanya. Namun, Regha mengalami penolakan hanya dari Vella.

“Bukankah aku pria yang baik karena telah merusakmu sekaligus menikahimu?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status