Home / Romansa / Gairah Menantang di Rumah Mertua / Chapter 8 | Tidak Tahan Lagi

Share

Chapter 8 | Tidak Tahan Lagi

last update Last Updated: 2025-10-10 21:15:59

Dusan mengusap lembut bibir Selina yang masih memerah karena ciumannya. Helaan napas mereka saling mengejar, panas dan tak beraturan, seolah ruangan itu hanya menyisakan udara untuk mereka berdua. 

Jemari pria itu menyusuri wajah Selina, berhenti sejenak di tengkuknya, lalu turun perlahan ke leher, meninggalkan sensasi hangat yang membuat tubuh Selina kembali meremang.

“Maksud Papa, jangan biarkan dia tahu apa yang sudah kita lakukan,” bisiknya, suara rendahnya bagai mantra yang mengunci Selina pada dekapannya.

Bibir mereka kembali berpaut, kali ini lebih dalam dan menuntut. Selina merasa dirinya terseret ke dalam pusaran yang membuatnya lupa bernapas. Ia hanya bisa pasrah ketika Dusan menuruni jalur lembut di sepanjang lehernya, menabur jejak panas hingga ke bahu.

Sentuhan itu membuat Selina menahan napas, giginya menggigit lembut sudut mulut sendiri demi meredam gelenyar yang merambat di sekujur tubuh.

“Papa…” suaranya rendah saat meloloskan rintihan yang lebih mirip permohonan.

Dusan menunduk, satu lengannya menahan Selina agar tetap dalam dekapannya. Ia tidak terburu membuka gaun tipis yang membalut tubuh wanita itu; cukup dengan sentuhan dan ciuman yang berpindah pelan menggoda puncak lembut yang kini begitu peka, membuat Selina melengkung tak berdaya di pelukannya. 

Napasnya memburu, diiringi desahan halus yang nyaris seperti bisikan di antara mereka.

Tangan Selina otomatis mencari pegangan, meremas seprai sementara tubuhnya mengejang menahan sensasi yang berulang datang seperti gelombang. 

Setiap gigitan kecil dan belaian lembut yang diberikan Dusan membuat pertahanan Selina runtuh hingga ia makin sulit membedakan mana desah, mana napas, mana detak jantung. Semuanya bercampur dalam satu irama yang menyeretnya semakin dalam.

.

“Baru pemanasan saja kamu sudah terengah, hm?” bisik Dusan di sela kecupan panasnya.

“Papa terlalu pandai … Selina jadi makin sulit menahan diri!” Suara Selina putus-putus, sementara matanya terpejam rapat, tubuhnya menegang, dan kedua kakinya refleks merapat saat dada lembutnya terus digoda pria itu.

Dusan hanya tersenyum mendengar kepolosan Selina. “Kalau baru begini kamu sudah gemetar, bagaimana kalau Papa tunjukkan semua yang Papa bisa?”

“Kalau begitu… shh … biarkan Selina merasakannya,” bisiknya tanpa sadar, seolah otaknya berhenti bekerja di bawah sentuhan itu.

Dusan menatapnya sejenak, senyum kemenangan melintas di sudut bibirnya. Ia menunduk perlahan, membiarkan giginya menarik tali gaun tidur Selina turun sedikit demi sedikit, sementara napas hangatnya menyapu kulit lembut di bawahnya.

Begitu gaun melorot, Dusan menunduk, menyapa puncak ranum yang telah mengeras dengan ciuman dalam bergantian, sementara jari besarnya perlahan turun, menelusuri lekuk perut hingga mendekati inti kelembutan Selina.

Awalnya Dusan hanya bermain di permukaan, menggoda dengan sentuhan ringan, Namun, tak lama kemudian mulai berani masuk dan mengeksplorasi bagian hangat yang telah basah itu. 

“Ahh—!” Selina tersentak, kedua tangannya spontan menahan tangan Dusan, tetapi pria itu tetap melanjutkan seolah tak terganggu sedikit pun.

Hanya dengan satu jari, Dusan membuat tubuh Selina bagai tersengat aliran listrik. Gerak tangannya menjelajahi ruang hangat itu dengan irama teratur, menekan titik-titik yang membuat napas Selina putus-putus, dan tak kuasa menutup mulutnya lagi.

“Papa ….”

“Ya?” Dusan menunduk, menatap matanya dengan sorot tenang, jemarinya masih bergerak perlahan.

 “Selina nggak tahan lagi!”

Kuku panjang Selina hampir menancap pada kulit lengan Dusan, menandakan betapa kuat arus yang melanda tubuhnya. Tubuhnya bergelombang, pinggulnya bergeser, mengikuti irama jemari pria itu tanpa sadar. 

Setiap gerakan jemari Dusan terasa terukur, seperti membaca bahasa tubuh Selina dengan tepat. Ketika tekanan itu menemukan titik yang paling peka, napas Selina terhenti sekejap. Tubuhnya menegang, lalu perlahan menyerah pada sensasi yang kian memuncak.

Selina hampir merasa melayang. Ada sesuatu yang akan meledak dari dalam dirinya. Hanya tinggal sebentar lagi ia mencapai puncak kenikmatan pertamanya, tetapi gerakan tangan Dusan mendadak terhenti. 

Wanita itu terperanjat, matanya terbuka setengah, menatap pria di hadapannya dengan sorot penuh protes. Sensasi yang semula mengalir deras kini lenyap begitu saja, meninggalkan kekosongan yang membuatnya semakin gelisah.

Dusan hanya menatapnya dengan senyum samar, seakan sengaja membiarkan Selina terbakar oleh hasrat yang telah ia ciptakan, tanpa memberinya izin untuk benar-benar meraih puncak.

“Kenapa Papa berhenti?” Selina nyaris frustasi, kedua tangannya meraih bahu Dusan, seakan memohon agar menyelamatkannya dari siksa manis itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Menantang di Rumah Mertua   Chapter 8 | Tidak Tahan Lagi

    Dusan mengusap lembut bibir Selina yang masih memerah karena ciumannya. Helaan napas mereka saling mengejar, panas dan tak beraturan, seolah ruangan itu hanya menyisakan udara untuk mereka berdua.Jemari pria itu menyusuri wajah Selina, berhenti sejenak di tengkuknya, lalu turun perlahan ke leher, meninggalkan sensasi hangat yang membuat tubuh Selina kembali meremang.“Maksud Papa, jangan biarkan dia tahu apa yang sudah kita lakukan,” bisiknya, suara rendahnya bagai mantra yang mengunci Selina pada dekapannya.Bibir mereka kembali berpaut, kali ini lebih dalam dan menuntut. Selina merasa dirinya terseret ke dalam pusaran yang membuatnya lupa bernapas. Ia hanya bisa pasrah ketika Dusan menuruni jalur lembut di sepanjang lehernya, menabur jejak panas hingga ke bahu.

  • Gairah Menantang di Rumah Mertua   Chapter 7 | Kejutan Tengah Malam

    Selina spontan merapatkan piyama tidurnya, ia menoleh ke arah pintu yang kini terkunci. Sebelum tidur Selina memang sengaja tidak mengunci pintu, menanti apakah Dusan akan berbuat sesuatu. Namun karena pria itu tak kunjung menampakkan tanda-tanda, ia terlelap begitu saja, lupa bahwa hal itu justru memberi ruang bagi sang mertua untuk masuk tanpa halangan.Selina kemudian menatap Dusan penuh tanya, “Kenapa Papa di sini?” Dusan bergeming, matanya tak beranjak dari wajah menantunya. Perlahan ia mendekat, tubuhnya kini lebih tinggi, seolah membayangi Selina. Satu tangan menyangga kepala, sementara tangan lain menyusuri helai rambut Selina yang kusut karena tidur.“Tadi siang ada ada yang mau kasih tip. Sekarang Papa datang untuk mengambil tipnya,” ucapnya pelan. Selina menggeser tubuhnya, meski menyadari maksud terselubung dari kata-kata itu. “Tip? Kalau Papa mau uang … Selina bisa transfer—”“Apa Papa seperti gelandangan yang butuh uang?”Gelengan cepat diberikan oleh Selina. “Lalu Pa

  • Gairah Menantang di Rumah Mertua   Chapter 6 | Panaskan Jantungku

    Pikiran Selina masih menebak-nebak maksud pesan terakhir Dusan di restoran tadi. Bahkan ketika sampai di rumah, bayangan kalimat itu belum juga lepas dari benaknya.Hingga sebuah getar notifikasi membuyarkan lamunannya. Ketika mengangkat ponsel, sebuah pesan dari Giovanni terpampang di layar.[Sayang, maaf aku harus lembur hari ini. Aku akan pulang ke apartemen supaya lebih dekat. Jangan tunggu aku makan malam.]Selina menghela napas panjang. Baru dua hari cincin perkawinan itu melingkar di jarinya, tetapi sosok Giovanni sudah tenggelam pada dunianya sendiri. Namun, bukankah pernikahan ini memang sekadar tiket untuk masuk ke keluarga Mathias? Ya, tetapi bagaimanapun sisi dirinya yang lain tak bisa memungkiri jika ia membutuhkan sepasang bahu yang menemaninya setiap malam.Selina lantas membawa laptop ke tepi kolam renang, mencoba menyibukkan diri dengan merancang desain baru untuk perhiasan galerinya. Tepat saat Selina melepas earphone-nya, ia mendengar suara dari ruang makan.“Pa,

  • Gairah Menantang di Rumah Mertua   Chapter 5 | Pijat Gratis?

    Pegawai itu tergagap dan salah tingkah. Ia buru-buru menunduk, seolah takut menatap Dusan dan Selina lebih lama.Dusan hanya tersenyum tipis, lalu meraih kotak hitam di tangannya. “Terima kasih cincinnya. Papa berangkat dulu.”Selina melambaikan tangan manis, senyumnya terpelihara seolah tak ada yang terjadi barusan. “Hati-hati di jalan, Pa.”Begitu pria itu pergi, Selina menoleh pada pegawai yang masih berdiri kikuk di ambang pintu. “Ada apa?” tanyanya datar, sambil merapikan lipatan gaunnya.“Maaf, Bu,” jawab si pegawai gugup. “Saya hanya ingin mengambil laporan bulanan di meja Ibu. Tidak tahu kalau Ibu sedang ada… tamu.”Selina terkekeh kecil, raut wajahnya berbinar seperti biasa. “Tidak apa-apa. Papa mertua cuma datang ambil hadiah saja, bukan hal penting.”Pegawai itu langsung mendongak, matanya membesar. “Ha–hadiah?”“Ya.” Selina mengangguk ringan sambil melangkah menuju meja kerjanya. “Cincin yang kemarin belum ada modelnya. Saya putuskan untuk memberikannya pada Papa. Sangat c

  • Gairah Menantang di Rumah Mertua   Chapter 4 | Di Pangkuan Papa Mertua

    Jemari Dusan perlahan menelusuri leher jenjang Selina. Setiap sentuhan membuat tubuh wanita itu panas dingin.“Pa…” lirih Selina. Separuh dirinya ingin menolak, tapi separuh lagi juga menanti apa yang akan terjadi. Ia menatap Dusan seolah belum sepenuhnya paham maksud tatapan dan sentuhannya.Namun Dusan tidak berhenti. Ia menundukkan kepala, bibirnya menyapu pelan sepanjang permukaan kulit Selina. Awalnya hanya singgungan ringan, sekilas seperti sebuah uji coba, tapi detik berikutnya, ia menekankan kecupan lebih dalam, meninggalkan jejak panas di kulit lembut itu.Selina sontak memejamkan mata, tubuhnya bergetar menahan sensasi yang menyerang. Ia tetaplah wanita normal yang bisa larut ketika titik sensitifnya tersentuh.“Papa… jangan begini.”Dusan tersenyum tipis di sela desahan sang menantu. “Sejak pertama kamu datang ke rumah, kamu terus memancingku…” kecupannya naik lagi, lebih dalam ke bawah telinga, “…kamu pikir Papa tidak tahu apa maksud tatapanmu?”Mata Selina terbuka perlaha

  • Gairah Menantang di Rumah Mertua   Chapter 3 | Sentuhan Terlarang

    “itu …” Marissa tampak kebingungan merangkai kata-kata. Sementara Dusan seolah tidak ingin menjawab pertanyaan sang menantu. Selina segera berdehem menetralkan suasana. Bibirnya melengkung manis sebelum menjawab. “Oh, maaf. Selina sedikit bingung … dan baru tahu kalau Gio punya Adik.”Giovanni yang ada di samping Selina terkekeh. “Maaf, Sayang, aku belum sempat cerita ke kamu kalau sebenarnya aku punya adik. Dia lama tinggal di luar negeri, jadi wajar saja kamu nggak pernah ketemu.”“Ah, begitu rupanya,” Selina terkekeh kecil, matanya berbinar seperti menemukan potongan puzzle tentang keluarga suaminya.Giovanni lantas mengusap kepala Selina dengan lembut. Dusan yang sedang memegang gelas tiba-tiba menaruhnya ke meja sedikit lebih keras dari biasanya. Bunyi ketukan itu singkat, tetapi cukup membuat Selina sempat melirik ke arahnya.“Nanti kalau dia pulang aku pasti kenalkan kamu padanya,” lanjut Giovanni, seolah tak menyadari apa yang dilakukan sang papa. Sementara Selina hanya menga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status