Posisi Amel yang menunduk, membuat belahan gunung kembarnya terekspos bebas di hadapan Bram. Tentu pria tampan itu, merasakan sesuatu yang hidup di bawah sana. Tetapi Bram berusaha untuk terlihat tenang, bahkan ia berusaha untuk menjauhkan pandangannya.Alih-alih mengharapkan Amel segera masuk ke kamar, wanita cantik itu justru duduk tepat di sampingnya."Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan anak ini?" Bisik dalam hati Bram."Om," panggil Amel sambil tangannya ia letakkan di paha Bram."Hm, iya." Sahut singkat Bram.Matanya tetap tertuju ke televisi, tetapi hati dan pikirannya memikirkan tentang hal kotor."Kalau kontraknya sudah berakhir! Aku boleh dekat dengan pria lain kan, Om?" Pertanyaan Amel membuat Bram memutar kepala. Ia menatap Amel dengan tatapan yang sulit diartikan."Boleh, kalau kontraknya sudah berakhir! Kamu sudah bebas. Mau nikah atau mau dekat dengan pria lain, terserah kamu," ucapnya setelah beberapa menit hening. "Apa ada pria yang mendekatimu," lanjutnya.Entah men
"Sudah," jawab singkat Bram, "Ini ambil, ganti pakaianmu," lanjutnya sambil menyodorkan sebuah paper bag kepada Amel."Apa ini Om?" Tentu Amel bertanya.Tetapi Bram bukannya memberitahu, pria tampan itu justru mendesaknya agar segera ke kamar, untuk mengganti pakaiannya.Setelah masuk ke kamar, Amel segera membuka paper bag. Ia terkejut melihat isi di dalamnya."Apa ini? Untuk apa aku memakai ini?" ucap Amel, bertanya kepada dirinya sendiri.Ia benar-benar bingung, hal yang wajar Amel bingung. Untuk apa Bram memintanya memakai gaun mewah seperti itu."Apa sudah siap?" Tiba-tiba terdengar suara Bram dari pintu kamar.Amel menaruh gaun di atas tempat tidur, ia melangkah menghampiri Bram. Dengan lembut ia bertanya kepada Bram, "Om, untuk apa aku memakai gaun itu?""Tidak perlu banyak bertanya, sekarang pakailah gaun itu, dandan dan segera ke ruang tamu." Setelah mengatakan itu, Bram langsung pergi."Ya Tuhan, untuk apa aku memakai gaun seperti ini? Om Bram memang aneh," gerutu Amel.Wal
"Baik Bu," jawab Amel sambil mengangguk. Selama ini tugas Amel hanya menyiapkan minuman, dan membantu atasannya jika ada yang membutuhkan bantuan. Sedangkan untuk kebersihan dan mengantar minuman, adalah tugas Mutia. Itu sebabnya Amel tidak pernah bertemu dengan Bram saat di kantor."Yasudah, sekarang siapkan minuman untuk Bapak Direktur."Amel meninggalkan ruangan Manajer dan kembali ke tempatnya. Ia segera membuatkan satu gelas air hangat, lalu mengantarnya ke ruangan Direktur."Permisi Pak," ucap Amel sambil mengetuk pintu."Masuk." Sahut suara bariton dari dalam.Amel mendorong pintu, ia melangkah menuju meja Direktur sambil menunduk."Ini minumannya Pak," ucap Amel sambil menaruh gelas di atas meja."Hm..." jawab singkat Bram."Kalau begitu, saya permisi dulu pak." Amel langsung berbalik, melangkah menuju pintu.Sementara Bram, refleks menghentikan gerakan tangannya yang sedang berselancar di keyboard laptop. Suara itu seperti tidak asing di telinganya."Tunggu dulu," panggil Br
Sebenarnya Amel sudah menolak, tetapi karena ajakan Riska! Akhirnya Amel meneguk satu gelas hingga tandas. Posisi Amel yang belum pernah menyentuh minuman beralkohol, membuatnya mabuk. Matanya terasa berkunang-kunang, sehingga membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas, kepalanya juga terasa pusing.Begitu juga dengan Bryan, walaupun ia sering berkumpul dengan teman-temannya! Tetapi Bryan tidak pernah menyentuh yang namanya alkohol. Namun malam ini, ia menikmatinya agar terlihat jantan di depan Amel."Aduh... bagaimana ini?" keluh Riska.Ia pusing karena Amel dan Bryan mabuk parah. Begitu juga dengan yang lain, sehingga Riska bingung harus minta tolong kepada siapa. Ingin membawa Amel pulang, tetapi ia tidak tega meninggalkan Bryan.Akhirnya Riska menghubungi Alex, memintanya datang ke sana untuk mengantar Bryan kembali ke kediaman Wijaya.Setelah menunggu 1 jam, akhirnya Alex tiba bersama Bram. Pria tampan itu langsung menghubungi sahabatnya, setelah Riska mengatakan kalau Amel seda
"Om, aku ingin lebih dari itu," ucap Amel dengan nada penuh gairah.Bram menghentikan gerakan lidahnya, ia menindih tubuh Amel sambil berbisik, "Jangan meminta lebih, Nanti kamu menyesal."Amel menggelengkan kepala, "Tidak, aku tidak akan menyesal memberikannya kepada suamiku," ucapnya.Seketika Bram merasa hangat, mendengar Amel menyebutnya suami. Pernikahan siri yang mereka lakukan 10 hari yang lalu, tiba-tiba muncul dalam ingatannya."Kamu benar-benar tidak akan menyesal?" tanya Bram untuk memperjelas.Amel mengangguk, "Tidak akan menyesal," ucapnya."Apa yang membuatmu tidak akan menyesal?" Bram lagi-lagi bertanya."Karena aku mencintaimu, dan kamu adalah suamiku. Seorang istri harus melayani suaminya dengan tulus," jawab Amel, sambil menatap kedua mata Bram.Bram menarik napas, ia bangkit dari atas tubuh wanita cantik itu, lalu mengambil posisi aman di kedua sela pahanya."Ah...ah...." Desahan itu lepas dari mulut Amel, saat Bram memainkan benda tumpulnya di goa miliknya."Oyo Om
"Sayang, kamu kenapa melihatnya seperti itu?" tanya Bram.Sebab Tania memperhatikan Amel saat ke luar dari ruangan itu."Apa dia karyawan baru?" Bukannya menjawab, Tania justru balik bertanya."Iya," jawab singkat Bram, "Memangnya kenapa sayang?" lanjutnya."Enggak apa-apa sayang." Tania kembali menjatuhkan bokongnya di atas sofa.Seketika wajahnya berubah menjadi tegang, walupun Bram sudah berkali-kali bertanya! Tetapi Tania tidak mau mengatakan yang sejujurnya. Entah apa yang yang ada dalam pikirannya saat ini."Sayang, kamu tunggu di sini dulu ya? Aku ingin bicara dengan Rani," ucap Bram kepada Tania."Hm....tapi jangan lama sayang.""Ok," jawab Bram, dan langsung pergi.Pria tampan itu bukannya menemui Rani sang Manajer, melainkan menemui Amel ke ruangannya. Entah mengapa Bram merasa bersalah kepada wanita cantik itu."Amel," panggil Bram, sambil menutup pintu dan menguncinya dari dalam."Iya Om." Amel menghentikan gerakan tangannya yang sedang membersihkan gelas."Mulai besok, ka
"Apa kak?" tanya Amel."Hem..." Bryan berdehem sebelum membuka mulut. "Amel, aku mencintaimu," ucapnya.Amel refleks menelan salivanya dengan kasar. Kata cinta yang terucap dari mulut Bryan, benar-benar membuat jantungnya berdegup kencang. Selama hidupnya, ini pertama kalinya pria mengucapkan cinta kepadanya. "Amel, apa kamu menerima cintaku?" Bryan kembali membuka mulut, karena tidak ada jawaban dari Amel."A...a....aku..a..."Amel tidak melanjutkan kata-katanya, karena Bryan melumat bibirnya dengan lembut. Amel berusaha mendorong tubuh Bryan, untuk melepaskan bibirnya. Tetapi Bryan justru memeluknya dengan erat, dan semakin kasar melumat bibirnya."Haaaaaaa...." Akhirnya Amel bisa menghirup udara, setelah Bryan melepaskan ciumannya.Bryan bangkit dari sofa, ia menjatuhkan kedua lututnya di atas lantai tepat di hadapan Amel. Dengan lembut ia meraih tangan wanita cantik itu."Amel, jadilah kekasihku. Aku berjanji tidak akan pernah mengecewakanmu," ucapnya dengan sungguh-sungguh."Kak
Suara nyaring ponsel membangunkan Bram di pagi hari. Ia meraih ponselnya dari atas meja yang terletak di samping tempat tidur. Setelah selesai berbicara dengan seseorang, ia kembali menaruh ponselnya.Bram memutar kepala, tatapnya langsung disambut wajah cantik Amel, yang tertidur pulas di sampingnya. "Apa anak ini benar-benar jatuh cinta padaku?" tanya dalam batin Bram."Ah, itu tidak mungkin. Dia pasti mencoba menipuku demi mendapatkan apa yang dia mau, Tania saja yang sudah memberiku satu anak! Selalu mengatakan cinta setiap kali menginginkan sesuatu. Semua perempuan itu sama, menginginkan kemewahan." Bram kembali bergumam dalam hati.Bram menutup mata, berusaha melupakan kata cinta dari Sugar Baby-nya itu. Saat itu juga Amel terbangun dari tidurnya, ia tersenyum melihat wajah tampan Bram."Om Bram benar-benar tampan, pantas saja banyak wanita yang jatuh cinta," ucap Amel dengan lembut, namun bisa di dengar oleh Bram.Sebab pria tampan itu hanya memejamkan mata dan berpura-pura ti