Home / Romansa / Gairah Paman Sahabatku / 1. Berawal dari nyasar.

Share

Gairah Paman Sahabatku
Gairah Paman Sahabatku
Author: Tari suhendri

1. Berawal dari nyasar.

Author: Tari suhendri
last update Last Updated: 2023-11-30 14:22:59

Aku terbangun dengan kaget. Hal terakhir yang kuingat sebelum tidak sadarkan diri adalah, aku berjalan sempoyongan dengan kepala pusing dan perutku mual. Lidahku terasa pedar dan tenggorokanku panas.

Tapi saat ini, aku benar-benar hampir melompat dari ranjang empuk king size dengan set bed cover yang mahal. Aku bisa mengetahui itu mahal karena tidak seperti selimut dan sprei ku di rumah. Yang kusam, kasar dan berbulu.

Astaga..astaga

Dengan panik aku turun dari ranjang dan mendapati hanya menggunakan kamisol saja. Di sebuah kamar mewah yang aku bahkan tidak tau ini rumah siapa?.

Saat aku sedang memekik ketakutan dengan tubuh polos ku, seorang pria masuk. Membuatku mematung di tempatku berdiri. Sejenak aku terpesona.

Dia pria paling tampan dan seksi yang pernah aku temui. Bahkan teman kuliahku tidak ada yang mampu mempesona ku. Pria itu tersenyum hangat padaku, lalu dia duduk di kursi dekat jendela.

Dia menawarkan ku sebuah paperbag sambil terus tersenyum. Membuatku curiga padanya. Dan sepersekian detik yang lambat itu, aku baru menyadari aku belum berpakaian.

Kamisol ku cukup tipis dan aku hanya memakai G-string!. Sangat memalukan. Tapi sudah terlambat untuk menutupi tubuhku. Kini aku berjalan perlahan sambil mengambil paperbag dari pria itu. Tatapan matanya menusuk jantungku yang berdetak tak menentu.

Aku melihat kedalam paperbag itu dan mendapati isinya pakaian. Mataku melotot ke arahnya.

"Apa yang sudah kau lakukan dengan pakaian ku? Dan kenapa aku bisa ada disini?" geramku marah.

Di Pikiranku terbayang dia membuka pakaianku dan meraba tubuhku yang masih suci ini. Pria itu hanya tergelak. Lalu dia berdiri dan berjalan mendekatiku. Matanya tidak melepaskan mataku.

Wajahku memerah dan tubuhku panas. Karena sekarang aku semakin mundur dan dihadang ranjang. Sedangkan dia tidak menghentikan langkahnya. Wajah kami bertemu.

Aku bisa merasakan nafasnya yang hangat dan harum. Sedikit memejamkan mata karena harumnya memabukkan.

"Berapa usiamu nona muda?" tanyanya setengah berbisik.

"D-dua puluh ta-hun," jawabku terbata.

Dia menyunggingkan senyuman mengejek, "well, kau seumuran dengan keponakanku, dan untungnya aku bukan pengidap Nekrofilia, jadi berhentilah berpikiran aku sudah menodai mu," pria itu berucap dengan penekanan di setiap kata-katanya.

Dia mundur, lalu mengerling jahil padaku, "pakailah itu, aku menunggumu dibawah untuk sarapan. Dan jika kepalamu masih pusing, aku sudah menyediakan ibuprofen di meja,"

Dia pergi keluar, meninggalkan aku yang masih mematung dengan kikuk. Aku sempat berdoa agar lantai ini menelanku. Semoga saja dia berkata jujur dan aku belum ternodai.

Dengan lunglai aku mencari kamar mandi. Menatap setiap sudut kamar yang klimis dengan cat broken white. Tentu saja kamar mandinya terlihat sangat jelas. Itu hanya sebuah ruangan kecil dengan dinding kaca yang buram. Terletak di sudut kanan kamar mewah itu.

Aku berdecak kagum saat masuk ke kamar mandi itu. Terlihat kecil dari luar tapi isinya benar-benar mewah dan lengkap. Bathtub marmer segitiga, yang diatasnya di hiasi rak-rak penyimpanan yang penuh dengan berbagai macam sabun.

Aku meletakkan paperbag di atas wastafel, lalu membuka kamisolku. Berdiri dengan berkacak pinggang sambil berpikir aku akan mandi pakai shower atau berendam di bathtub.

Pilihanku jatuh pada bathtub, meskipun di rumah juga aku mandi pakai gayung. Bukan berarti aku tidak tertarik dengan shower persegi yang besar itu. Pasti nyaman sekali jika mandi diguyur air seperti pijatan hujan.

Botol-botol sabun itu tampak mewah, seperti kristal. Aku memilih satu untuk ku gunakan. Aroma lavender yang menyenangkan. Cukup membuat otot-otot ku yang tegang menjadi rileks.

Berendam air hangat di bathtub mewah, dengan busa mewah di dalam kamar mandi orang yang tidak kukenali, bukanlah impian ku. Tapi ini cukup menyenangkan. Setidaknya, pria itu memberikan aku kesempatan sendirian untuk mencerna semua yang terjadi padaku.

Aku mencoba mengingat kejadian kemarin yang membuatku sangat emosional. Meskipun titik beratnya bukan pada masalah itu.

Malam itu, aku dan temanku Cici nongkrong di sebuah kafe yang cukup terkenal. Kami mendiskusikan masalah toko pakaian yang kami rintis berdua di sebuah pusat perbelanjaan.

Sekitar setengah jam berada di sana. Kami melihat Bobi, pacarku sedang bersama seorang wanita yang ku taksir usianya sekitar 45 tahun. Mereka berpelukan mesra sambil duduk di kursi tak jauh dari kami.

Aku, yang sebelumnya sudah mengetahui kebusukannya. Mengambil kesempatan emas itu untuk melabrak Bobi. Dia sangat terkejut hingga tak sempat mengelak saat aku menyiram wajahnya dengan minuman sisa yang ada di sebelahku.

Well, mereka belum sempat memesan. Jadi aku mengambil apa saja yang bisa ku raih untuk melampiaskan rasa kesal ku.

Aku tidak sempat melihat reaksi Bobi saat aku berbalik dan pergi. Karena kalut, aku mengambil satu botol minuman milik salah satu pengunjung. Dia mencegahku, tapi aku menenggak langsung minuman aneh itu.

Tanpa menoleh kebelakang, aku berjalan keluar dengan cepat. Mengabaikan Cici yang berlari mengejar ku. Aku mencegat taksi pertama yang muncul. Meminta sopir segera melajukan mobilnya.

Aku sedang kalut, jadi air mataku tumpah begitu mobil melaju. Tiba-tiba kepalaku pusing dan aku ingin muntah. Jadi aku keluar dari taksi dan muntah-muntah di pinggir jalan yang sepi.

Tidak tau berada dimana, aku berjalan dengan sempoyongan menyusuri jalan yang di kelilingi rumah-rumah mewah. Setelah itu, aku tidak ingat lagi.

**

Dan disinilah aku berada. Sedang memakai gaun cantik pemberian pria yang sepertinya sudah menyelamatkan aku.

Aku belum sepenuhnya yakin pada pria itu, tapi setidaknya aku sudah memastikan bahwa aku masih perawan dan itu melegakan.

"Kau sudah siap?" pria itu masuk tanpa mengetuk pintu membuatku terlonjak kaget.

"Belum," jawabku sambil mengeluh. Resleting gaun ini panjang sekali sampai ke pinggul. Dan aku kesulitan menutupnya.

Pria itu sepertinya melihat kesulitanku dan datang menghampiri, "butuh bantuan?" tanyanya menawarkan dirinya.

Aku berdecak dengan kesal karena tanganku sudah pegal. Dia tidak mengunggu persetujuan ku lagi. Dengan perlahan menahan pinggulku dengan tangan kirinya. Sementara tangan kananya menaikkan resleting gaunku.

Darahku berdesir hebat, bulu kudukku meremang saat jarinya menyentuh sepanjang kulit punggungku yang polos. Gaun yang diberikannya sudah memiliki cup bra, dan kamisolku bau muntah. Terpaksa aku hanya memakai gaun itu dan celana dalam yang diberikannya.

Aku merasakan nafasnya di tengkukku. Dia menyibakkan rambutku ke depan agar tidak tersangkut resleting. Mata kami bertemu di cermin. Tatapannya membuat wajahku semakin panas. Perutku di penuhi kepakan sayap kupu-kupu.

Dia tersenyum, masih memandangku melalui cermin.

"Namaku, James," dia berbisik di telingaku. Aku masih terpaku pada tatapan matanya yang berwarna hijau topaz. Benar-benar memukau.

"Eh.. aku Alice," jawabku balas berbisik.

"Kau wangi sekali, membangkitkan gairahku," ucap James masih bertahan di tengkukku. Perlahan, tangannya memegang pinggulku dan membuat kami berhadapan secara langsung.

Aku menunduk malu. Sambil mengutuk diri sendiri karena merasa terhipnotis dengan tatapan dan kata-kata James. Dimana akal sehatku pergi? Sekarang, aku malah tidak ingin beranjak dari tempatku berdiri. Menantikan James.

"Mau sarapan atau langsung pulang?" James bertanya dengan lembut, sedikit menunduk untuk menatap wajahku yang semakin merendah.

Aku bingung, hanya menatap dasinya yang berwarna biru gelap. Sepertinya dia akan berangkat bekerja. Jadi aku putuskan langsung pulang saja.

"Aku akan pulang sendiri, naik taksi," ucapku kikuk setelah berpikir cukup lama. Mata james menelisik mataku, juga hatiku.

James menggeleng sambil menyingkap rambut yang menutupi wajahku, "kau akan pulang bersamaku. Jangan membuatku menjadi pria yang tidak bertanggung jawab nona," itu perintah bukan permintaan.

Aku sedikit mendongak saat melihat wajahnya. Ah, betapa seksinya bibir James. Janggut tipis yang rapi, rambut cokelat bergelombang, dan pahatan hidung yang sempurna.

Tanpa terasa aku mengangguk, masih terhipnotis matanya yang indah.

***

"Bagaimana keadaanmu? Apa sudah membaik?" tanya James saat kami sudah berada di mobilnya.

"Ya, sudah lebih baik," jawabku singkat. Aku duduk dengan kaku sementara James mengemudi.

Aku sempat melihat supir pribadinya sudah menunggu, tapi James mengambil kunci mobil dan menyetir sendiri. Membuatku merasa percaya diri dengan menyangka dia ingin hanya berduaan denganku.

"Apa kau suka minum?" tanya James lagi dengan sedikit ragu. Aku mengerti yang dia maksud. Minum apa lagi yang bisa membuatmu mabuk?.

Aku menggeleng kuat, "aku tidak sengaja minum itu, ku pikir air mineral biasa,"

"Bagus sekali, kebetulan yang luar biasa," gumam James pada dirinya sendiri. Senyuman sumringah nya membuat hatiku cerah.

"Terima kasih sudah menolongku, dan maafkan atas tuduhan ku sebelumnya," kataku minta maaf, sambil memuntir jari-jariku karena gugup.

"Tidak masalah, Alice. Aku senang kau pingsan tepat didepan gerbang rumahku," timpal James tanpa menutupi perasaan bersyukurnya atas kejadian itu.

Anehnya, aku juga sama bersyukurnya dengan dirinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Florensia Waty
sungguh keterlaluan
goodnovel comment avatar
Haniubay
Apa James langsung terpesona ya,karna Alice masih sangat muda dan tampak polos
goodnovel comment avatar
Lacdrew Sadam
ya ni hantu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Paman Sahabatku   116

    Aldrick yang sedang bersantai di hotelnya mendadak seperti kena serangan jantung. Berdegup kencang dengan irat kepala yang hampir putus samgking senangnya. Alice mengirimi pesan akan menemaninya menjenguk Bella yang masih di rawat dirumah sakit. Nut terheran-heran melihat tingkah anak asuhnya itu. Tidak biasanya dia bersikap kekanak-kanakan. Tapi jika menyangkut Alice, semuanya mungkin. Sesekali Nut melaporkan keadaan Aldrick pada ayahnya. Dia memang terlihat cuek, tapi sangat mengkhawatirkan keadaan putranya. Sejak kecil Aldrick ditinggal oleh ibunya yang memilih meninggalkan mereka. Cukup membuat Tuan Beufort frustasi. Karena dia sangat mencintai istrinya itu. Tapi disisi lain, dia tidak dapat menahan keinginan istrinya untuk berpulang di Alaska. Dia sudah menyiapkan kepergiannya dengan sebaik mungkin. Membuat beberapa kenangan yang akan diberikan kepada putra mereka saat dia sudah dewasa. Sayangnya, Beufort tidak dapat menemani istrinya itu karena dia menolak. "Akan terjadi

  • Gairah Paman Sahabatku   115

    Luna membuat rencana baru keesokan paginya, karena Betty kebetulan masuk shift pagi dan akan masuk di mata kuliah setelah sore hari. Alice mengosongkan semua prasangka selama berada di dekat Betty, dia tidak ingin memiliki fikiran buruk terhadapnya. Karena Betty sudah cukup banyak membantunya akhir-akhir ini. Dia hanya ingin berhati-hati saja karena Betty terlihat tidak menyukai kehadiran Luna. Alice menduga Betty cemburu, karena dia tipe orang yang posesif. Jadi sebisa mungkin dia bersikap biasa saja terhadap Luna. Berusaha menampakkan sikap kasihan karena Luna menjadi korban dan dia tidak bisa berbicara lagi. Luna sudah menunjukkan bagaimana ia dapat kabur dari penjara bawah tanah itu. Juga bagaimana kondisi selama ia dikurung disana. Berita kebakaran di sebuah pabrik kertas menjadi topik utama di televisi tiga hari terakhir. Tentu saja sudah dapat ditebak ada apa dibawah sana. Tapi tidak ada laporan terkait penemuan ruang bawah tanah pabrik kertas itu. Dalam cerita Luna, awal

  • Gairah Paman Sahabatku   110

    "ayolah sayang satu ronde lagi" "Tidak, aku sudah lelah ,james" rengek Alice menjauh. "Jangan menolak, atau " "Apa? Aku tidak takut" James mengalah, dia turun dari kasur dan memakai celana jeansnya yang berserakan di lantai. "Siapapun yang menguping di luar sana, masuk sekarang!" Bentak James kesal. Dengan gugup, Gedeon membuka pintu sedikit. Hanya tangannya saja yang masuk, memegang ponsel hitam mirip walkie talkie. James berdecak, "masuk saja Ge, apa kau mau aku yang berjalan kesana?" "Ma..maf bos, tapi aku takut nona Alice belum siap" ucap Gedeon gugup dari balik pintu yang ikut bergetar. Entah guncangan dari tawa yang ditahan atau gemetar karena takut karena ketahuan menguping. Alice berjalan mencak-mencak ke arah pintu, membukanya lebar-lebar sambil berkacak pinggang. "Apa yang kau maksud aku belum siap?" Mata Alice melotot lebar-lebar, seakan ingin menelan Gedeon bulat-bulat. Terdengar suara gelak tawa dari balik dinding, diiringi suara saling puk

  • Gairah Paman Sahabatku   114

    Keesokan paginya, Luna sudah bangun lebih dulu. Dia sudah merapikan kamar dan memasak sarapan untuk mereka bertiga. Itu salah satu bentuk terima kasihnya pada Alice yang masih mau menerimanya dan bersikap sangat baik. Betty masih cuek terhadap Luna. Dia tidak tertarik untuk mengetahui perjalanan Luna hingga sampai bertemu Alice. Pagi itu hingga siang harinya, mereka belajar bersama untuk beberapa ujian yang akan di laksanakan di akhir semester ituAlice dapat dengan mudah memahami semua pembelajaran berkat ringkasan yang dibuat oleh Argus. Dia akan berterima kasih setelah mereka selesai. Luna hanya diam memperhatikan. Terutama gerak gerik Betty yang biasa saja. Meski begitu, Luna tidak memiliki sama sekali kepercayaan padanya. Mereka sama-sama bekerja sebagai pemburu. Dan hidup dengan uang hasil menjual tangkapan mereka. Tapi Luna sudah merasakan akibat fatal dalam hidupnya. Bahkan kabar belakangan yang ia dapatkan bahwa, ayah yang membesarkannya ternyata bukanlah ayah kandungny

  • Gairah Paman Sahabatku   113

    "tidak mungkin" gumam Alice shock, Betty langsung berdiri membelakangi Alice dengan sikap defensif. Dihadapan mereka, berdiri seorang gadis berpakaian compang camping, dengan rambut gimbal dan wajah penuh noda. Dia berusaha mendekat tapi Betty mengancamnya. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi, Alice?" "Entahlah, dia tidak berbahaya. Ayo bawa saja dia ke dalam mobil" pinta Alice buru-buru .Ya, gadis itu adalah Luna. Dia berkeliaran dijalanan selama berhari-hari, mencoba mengingat jalan kembali ke asrama sekolahnya. Dia tidak peduli dengan keadaan fisiknya yang mulai melemah. Sampai kemarin, Luna melihat Scott melintas dan berhenti di depan restoran tempat Betty bekerja. Sepanjang hari, Luna memgawasi tempat itu. Berharap Alice akan muncul dan dia dapat bertemu dengannya langsung. Luna tidak mau mengambil resiko, jika dia meminta bantuan Scott atau Betty, dia tidak akan bertemu Alice lagi. Betty dengan enggan membawa Luna masuk kedalam mobil. Alice langsung mengemudi menuju asr

  • Gairah Paman Sahabatku   112

    Seperti biasa, menjalani hari-hari tanpa James akan terasa hambar bagi Alice. Jadi, dia berencana langsung melaksanakan perintah James untuk pergi ke asrama. Scott menawarkan bantuan untuk pindahan, tapi Alice tidak mau dekat-dekat dengannya. Merasa kesal entah karena apa. James sudah memberikan kunci mobil yang bisa dia pilih yang mana saja. Meskipun mobil itu pasti menganggur jika dia tinggal di Asrama. Berkas-berkas yang diberikannya juga ternyata berkaitan dengan beberapa tugas yang harus di kerjakannya. Alice curiga, Argus memiliki andil dalam pengerjaan tugasnya itu. Jadi Alice memutuskan akan mempelajarinya jika sudah sampai di asrama nantinya. Dengan bawaan berat dan banyak, Alice menuruni tangga lambat-lambat. Scott dan Gedeon datang tanpa meminta izin langsung mengambil barang bawaanya. "Sudah kukatakan tinggalkan aku sendiri!" gerutu Alice kesal. Tapi mereka pura-pura tidak mendengar dan membawanya saja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status