Share

Dianggap tak Layak

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-05-19 08:49:06

"Apa Pak Darren menyuruhmu datang ke sini hanya untuk menghinaku?"

Pertanyaan itu meluncur dari mulut Nayla tanpa menoleh sedikit pun ke arah Siska. Suaranya datar dan penuh kekecewaan.

Dia melangkah keluar dari kamar hotel tanpa menunggu jawaban. Pintu kamar ditutup, lalu dia berjalan menuju lobi, mendahului Siska yang masih sibuk merapikan tas tangannya.

Nayla bisa mendengar umpatan kesal dari mulut perempuan itu. High heels sekitar dua belas sentimeter yang dipakai Siska berdetak nyaring di lantai koridor, berusaha mengejar langkah Nayla yang hanya memakai sepatu flat. Perbedaan alas kaki membuat Nayla berjalan lebih cepat dan meninggalkan Siska di belakang.

Mereka masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di depan lobi hotel, lalu meluncur menuju sebuah pusat perbelanjaan yang cukup elit. Tak lama, mereka tiba di sebuah salon kecantikan dengan desain interior modern dan langganan para artis papan atas. Namun tentu saja Nayla tidak mengetahuinya. Karena dia belum pernah menginjakkan kaki di salon kecantikan.

Siska langsung menghampiri pemilik salon, seorang pria bertubuh ramping dan berperawakan seperti seorang wanita bernama Merry. Tatapannya ramah, dan gerak tubuhnya luwes saat menyambut mereka, membuat Nayla semakin risih.

"Apa yang bisa kubantu, baby?" tanya Merry pada Siska sambil tersenyum hangat.

"Tolong hempaskan semua kuman di tubuh wanita ini. Buat dia tampil cantik. Manjakan dia dengan semua fasilitas yang ada di salon ini. Nanti akan ada orang yang mengantar gaun untuknya. Dan sekitar jam lima sore, aku akan jemput dia lagi. Pastikan saat itu penampilannya sudah rapi."

Mata Nayla membulat. "Sampai jam lima sore? Aku harus apa saja di sini?"

"Ya tidur," jawab Siska, ketus tanpa menoleh.

Merry hanya terkekeh. Suaranya renyah, seperti sudah terbiasa menghadapi situasi yang canggung.

"Kau tenang saja, aku akan membuatmu tampil secantik bidadari," ujarnya sambil mencolek dagu Nayla pelan. Namun Nayla buru-buru menarik diri untuk menjauh, canggung karena ini kali pertama dia berada di tempat seperti ini, dan berhadapan dengan pria bertulang lunak.

Siska langsung berpamitan dan meninggalkan mereka, kembali ke kantor tanpa menunggu respons apa pun.

“Ayo Baby. Aku akan memanjakan mu seperti seorang ratu,” ujar Merry.

Nayla bergidik ngeri.

Darren berdiri mematung di depan restoran saat mobil berhenti di pelataran. Matanya tertuju pada sosok yang turun dari dalamnya. Nayla, wanita muda yang ia paksa menjadi istri kontraknya.

Untuk beberapa detik, dia tidak bisa berkata apa-apa. Gaun merah marun yang membingkai tubuh Nayla tampak pas, riasan wajah natural, dan rambut panjang yang dibiarkan terurai semakin membuat Nayla terlihat seperti wanita berkelas.

Perban putih yang menempel di dahi Nayla memang masih terlihat jelas, namun anehnya, itu tidak mengurangi pesonanya sedikit pun. Justru membuat penampilannya terlihat sangat sempurna. Cantik tanpa make up berlebihan.

Darren sempat lupa menarik napas. Jantungnya berdetak terlalu cepat, dan otaknya masih berusaha memproses bahwa wanita di depannya ini adalah orang yang sama dengan yang kemarin menabrak mobilnya.

Dia baru sadar Nayla sudah berdiri tepat di hadapannya, menatap tanpa ekspresi. Mungkin bingung kenapa pria itu hanya diam saja.

"Apa kita akan terus-terusan berdiri di sini, Pak?" tanya Nayla.

Suara lembut itu membuat Darren tersentak. Dia buru-buru berdehem, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tidak masuk akal.

"I-iya. Ayo, kita masuk," ucapnya sambil memberi isyarat.

Mereka berjalan berdampingan memasuki restoran. Langkah Nayla tampak sedikit terburu-buru mengimbangi langkah panjang Darren, meski sepatu high heels yang dikenakannya mungkin belum sepenuhnya nyaman. 

Lift membawa mereka ke lantai paling atas. Meja panjang yang sudah direservasi oleh Siska terlihat dari kejauhan, lengkap dengan dekorasi tatanan yang elegan. Tidak ada pengunjung lain di lantai 3 restoran itu, karena Darren memang menyewanya secara penuh untuk pertemuan malam ini.

Setelah duduk, Darren bertanya, “apa kamu sudah mengerti dengan maksud pesanku?” 

“Sudah Pak,” jawab Nayla, melihat Darren melotot ke arahnya, Nayla meralat ucapannya, “sudah, sayang.”

Setelah berkata demikian, Nayla mendengus karena geli harus memanggil Darren dengan sebutan sayang di hadapan orang lain. Terlebih, sebentar lagi kedua orang tua Darren dan sang nenek akan tiba di sana.

Dan benar saja dugaannya, kedua orang tuanya datang bersama seorang wanita berusia senja yang sangat Darren sayangi berjalan mendekat ke arah meja.

Nayla dan pria itu berdiri menyambut kedua orang tua Darren dan neneknya.

“Ma, Pa, Nek, perkenalkan, ini Nayla, calon istri Darren.”

Nayla mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan kedua orang tua Darren dan juga neneknya. Namun yang memberi sambutan hangat hanya neneknya Darren.

“Cantik sekali calon cucu menantuku,” pujinya, disusul dengan mengusap lembut lengan Nayla. Sementara mamanya Darren menatap tak suka ke arah Nayla.

Mereka kembali duduk. Darren dan Nayla duduk berdampingan dan berhadapan dengan keluarganya Darren. Demi apa pun, Nayla sangat gugup.

“Siapa nama besar keluargamu?” tanya mamanya Darren.

“Miranda,” tegur neneknya Darren.

Mamanya Darren memutar bola mata malas. “Kita harus tahu asal-usulnya, Ma. Jangan sembarangan memilih calon mantu,” jawabnya. Lalu, mamanya Darren kembali menatap Nayla, membuat Nayla menjadi gugup.

“Sa–saya tidak tahu siapa keluarga saya. Sa–saya hidup di panti asuhan.”

“Apaaaaaaa? Di panti asuhan?” Kedua orang tua Darren terkejut bukan main. Sang mama menatap ke arah Darren.

“Apa kau sudah gila, Darren? Seorang putra mahkota, pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarga Atmaja, akan menikahi seorang perempuan yang asal-usulnya tidak jelas. Hidup di panti asuhan pula! Mau ditaruh di mana muka keluarga kita, Darren?!” serunya kesal.

Tak pernah terbayangkan sedikit pun dalam benaknya akan memiliki menantu dari kalangan bawah. Sebetulnya, kedua orang tuanya sudah menyiapkan calon istri untuk Darren, tapi sang anak selalu menolak perjodohan itu. Dan sekarang, datang membawa wanita yang asal-usulnya tidak jelas.

“Rencana pernikahan ini dibatalkan! Mama, Papa, dan Nenek tak sanggup menahan malu atas wanita pilihanmu ini, Darren!” serunya.

Neneknya Darren membuka suara. “Apa bedanya denganmu? Seorang wanita berkelas lebih memilih menikahi supir pribadinya,” sindir neneknya Darren.

Suasana di sana mendadak menjadi tegang. Kedua tangan Nayla saling meremas di bawah meja. Di satu sisi, ia bahagia karena kehadirannya ditolak oleh mamanya Darren. Namun, di sisi lain, dia tak terima direndahkan hanya karena asal-usulnya yang tidak jelas.

“Tapi, Ma, perempuan macam ini hanya mengincar harta keluarga kita! Pokoknya, aku tidak merestui Darren menikahi gembel ini!” serunya.

Saat mamanya Darren berdiri dari duduknya dan hendak mengajak suami serta mamanya pergi, justru neneknya Darren memilih untuk tetap diam di tempat.

“Nenek merestui hubungan kalian. Pernikahannya akan dilaksanakan minggu depan. Nenek tidak peduli dari mana asal-usul calon istrimu. Yang penting, kau menikah, hidup bahagia, serta bisa memberikan Nenek cucu yang banyak.”

“Tapi, Ma—” ucapan mamanya Darren terjeda.

“Ini sudah menjadi keputusan Mama. Mama yang punya hartanya. Waktu Darren hanya tinggal satu bulan lagi. Bila dalam satu bulan dia belum juga menikah, maka seluruh harta keluarga Atmaja akan Mama serahkan ke dinas sosial.”

“Tapi dia gembel, Ma,” ucap mamanya Darren.

Neneknya Darren tersenyum. “Tapi Mama menyukainya.” Jawaban itu membuat darah mamanya Darren mendidih.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 146

    “Gitu amat caramu menatap anak kecil,” Bima menyenggol pelan lengan Maria yang duduk persis di sebelahnya.Maria tidak langsung menoleh. Matanya masih tertuju ke depan, tepat ke arah Darren dan bocah laki-laki yang sedang duduk santai di kursi kebesaran ayahnya itu. Matanya menyipit. Ekspresinya seperti sedang menahan sesuatu—kesal, tapi tidak bisa disalurkan. Ia mengatupkan bibir rapat-rapat, jelas tidak ingin menanggapi Bima.“Diam kamu, berisik,” balas Maria, setengah berbisik. Ia melipat tangan di dada, berusaha terlihat tenang, meskipun dari gerakan kakinya yang tak henti bergoyang, jelas dia tidak bisa fokus.Bima melirik Maria, lalu geleng pelan. “Kau boleh membenci ibunya, tapi jangan anaknya. Kasihan dia, nggak tahu apa-apa.”Kalimat itu pelan, cukup untuk membuat Maria mencibir. Ia tidak menjawab. Pandangannya tetap lurus ke arah Darren, yang saat itu sedang bicara pelan pada putranya, membisikkan sesuatu yang membuat bocah itu tertawa kecil. Suaranya terdengar pelan, tapi c

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 145

    Bima mendekat, lalu tangannya langsung bergerak menyentuh dada wanita muda itu. Fokusnya cuma satu: menyematkan peniti kecil di baju Lisa. Tapi jari-jarinya sempat ragu, bukan karena sulit atau kurang cahaya, tapi karena pikirannya mulai kacau. Dalam hati dia terus mengumpat. Bukan ke Lisa, tapi ke dirinya sendiri. Sialan, kenapa juga tubuhnya bereaksi seperti ini hanya gara-gara anak magang?Dia menarik napas pelan, berusaha tetap tenang meski suasana makin janggal. Lisa berdiri diam, sama sekali tak curiga dengan gelagat atasan barunya itu. Ia malah tersenyum kikuk, mungkin karena merasa tak enak sudah menyusahkan Bima hanya gara-gara kancing baju yang lepas.Saat peniti nyaris tersangkut dengan benar, tiba-tiba saja pintu ruang kerja terbuka begitu saja, tanpa ketukan, tanpa aba-aba. Pintu yang biasanya terkunci otomatis saat meeting sedang berlangsung itu mendadak terbuka lebar.Refleks, tangan Bima tersentak kaget. Peniti kecil itu malah berbalik arah dan menusuk telapak tangann

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 144

    Setelah resmi “menang” dalam negosiasi dan diizinkan ikut ke kantor sang Daddy, Raja langsung bersiap dengan kecepatan kilat seperti mau lomba ganti baju tercepat. Dia pakai celana jeans panjang yang udah disiapin Mbak Siti, lalu kaos putih yang bagian depannya ada gambar robot. Di atasnya dia tambahkan jaket hitam kesayangan yang menurutnya bikin dia “keren maksimal”. Sepatu sneakers putih juga langsung dipakai tanpa protes, padahal biasanya harus dibujuk dulu lima menit.Begitu selesai, dia berdiri di depan kaca ruang tamu, cek penampilan sambil gaya-gayaan. Tangan masuk ke saku jaket, dagu agak diangkat. “Oke, Raja siap jadi bos kecil,” ucapnya sambil tersenyum puas.Darren yang sudah rapi sejak tadi, jas gelap, kemeja putih, sepatu mengkilap, dan wajah yang cukup tenang meski pikiran ribet, menoleh ke arah putranya dan tertawa kecil. “Kayaknya yang mau kerja hari ini kamu deh, Boy, bukan Daddy.”Raja tertawa.Nayla hanya geleng-geleng kepala. “Ingat, Mas. Beneran dijaga ya. Janga

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 143

    “Astaga Raja, bikin Daddy kaget aja,” keluh Darren, menepuk dadanya sendiri sambil menatap anaknya yang teriak sekeras mungkin seperti baru melihat dinosaurus hidup.Padahal anak itu cuma masukin tangannya ke mulut harimau, yang ternyata cuma boneka besar di Timezone. Satu lantai itu langsung riuh. Bukan karena harimau, tapi karena Raja yang berteriak seolah mau dimakan beneran.Raja malah nyengir kuda, puas banget kayak habis menang duel. Bukan cuma Darren yang kaget, beberapa orang tua yang lagi jagain anaknya ikut menoleh. Bahkan ada ibu-ibu yang sampai berhenti main tembak-tembakan demi ngelihatin Raja. Kalau tadi itu adegan syuting film action, Raja bisa langsung disuruh casting jadi pemeran utama.“Bocah satu ini, niat banget pengen drama,” gumam Darren, geleng-geleng kepala.Raja tetap asik dengan dunia imajinasinya. Dia sudah siap menyelamatkan dunia dari harimau boneka sambil tertawa-tawa sendiri. Darren mendekat, lalu jongkok sambil melihat ke arah pengasuh yang juga cuma b

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 142

    Hanya satu kali berdering. Setelah itu, suara di seberang langsung terdengar. Bukan Darren, bukan Andika, bukan pula pelayan rumah. Suara itu milik seseorang yang sudah lama bekerja di balik layar. Orang yang tak pernah muncul di permukaan, tapi selalu ada saat Miranda butuh sesuatu diselesaikan tanpa banyak tanya.“Halo, Nyonya.”Miranda tidak membuang waktu. Suaranya langsung tegas, tanpa keraguan. Seperti seseorang yang sudah menyimpan kesal terlalu lama dan kini tak ingin menundanya barang satu detik pun.“Lakukan rencana kita lebih cepat dari yang direncanakan. Begitu ada kesempatan, langsung laksanakan. Aku sudah tidak tahan lagi dengan sikap anakku. Lakukan saja sebisa mungkin yang kalian lakukan, tapi jangan meninggalkan jejak apapun. Kalau sampai kalian tertangkap… ingat, jangan pernah melibatkanku. Atau keluarga kalian yang akan kenapa-kenapa.”Suaranya dingin. Datar, tapi mengandung ancaman yang tak perlu dijelaskan lagi.“Baik, Nyonya. Akan segera kami lakukan.”Tuuut.Tel

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 141

    “Mama hentikan!” Teriak Andika, berusaha menghentikan keributan yang baru saja yerjadi di ruang tamu.Darren menyentuh pipinya yang memerah karena tamparan keras dari sang mama. Bukan karena sakit, tapi lebih ke arah perasaan muaknya yang sudah sampai titik puncak. Tangannya menahan pipi itu sebentar, menunduk sesaat, lalu menatap sang mama lurus. Tatapannya tajam, tapi masih ditahan. Masih belum benar-benar meluapkan seluruh emosinya di sana. Sementara Miranda sudah kehilangan kendali.“Anak ini harus diberi pelajaran biar tidak menuduh sembarangan! Mama tidak pernah mengirimkan ancaman seperti ini pada wanita sialan itu!” bentak Miranda, suaranya meninggi, wajahnya merah padam. Ia menunjuk wajah Darren tanpa takut, seperti sedang menghadapi orang asing, bukan anak kandungnya sendiri.Andika panik, ikut berdiri, berusaha menengahi, tapi seperti yang biasa dia lakukan, suara pria itu tak pernah cukup keras di rumah ini.“Tapi Mama nggak usah pakai kekerasan! Mama nggak usah nampar ana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status