Share

Nikah atau Penjara

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-05-17 11:11:44

“Nikah kontrak? Anda jangan bercanda,” ucap Nayla dengan suara tercekat, tatapannya menajam penuh ketidakpercayaan.

Namun pria di di sampingnya ini tak mengubah ekspresi. Dingin. Tegas. Dan seolah tak mengenal kata kompromi.

“Aku tidak bercanda. Aku serius. Hanya dua tahun saja. Setelah itu kau bebas,” jawab Darren datar, seperti membacakan kalimat dari kontrak yang tak bisa digugat. “Aku harus segera menikah agar semua warisan nenekku jatuh ke tanganku. Kalau tidak, semuanya akan diberikan pada orang lain.”

Nayla menatap Darren, mencoba mencari celah di balik keseriusan pria itu. Tapi tak ada. Yang ada hanya sorot mata penuh ambisi dan tekanan.

“Apa Anda tidak punya pacar?” tanyanya, dengan nada sinis yang ia sendiri tak mampu tahan. Bukan karena ingin tahu, melainkan karena ingin menampar logika pria itu dengan kenyataan. 

Tentu saja, pertanyaan itu jelas menyentil harga diri Darren.

Tapi bukannya tersinggung, Darren hanya melirik sekilas. Hampa. Seolah Nayla hanyalah semut kecil yang tengah berjalan di hadapannya.

“Jangan banyak bicara. Mau aku punya pacar atau tidak bukan urusanmu. Pilihanmu cuma dua: masuk penjara… atau menikah kontrak denganku. Dua tahun. Titik,” ucapnya tegas tak terbantahkan.

Nayla menggigit bibirnya. Napasnya tercekat. Tangannya menggenggam ujung tas lusuh yang ia pangku erat-erat.

“Saya tidak mau menikah dengan Anda. Saya juga tidak mau dipenjara…” jawab Nayla, suara gadis itu terdengar seperti berbisik, hampir tak terdengar. Ia bahkan tak berani menatap pria yang duduk di balik kemudi.

Darren menoleh ke samping, sorot matanya tajam seperti pisau.

“Kalau dua pilihan itu tak bisa kau penuhi, berarti kau bayar ganti rugi satu miliar,” ujarnya, membuat tubuh Nayla refleks gemetar.

“Sa–saya tidak punya uang, Pak… Tapi saya juga tidak mungkin menikah dengan Anda. Pernikahan itu… sesuatu yang suci. Tidak bisa dipermainkan seperti itu. Sa–saya juga tidak ingin masuk penjara…” suaranya terdengar putus asa.

Kata-kata itu keluar sambil terbata, seperti seseorang yang sedang menahan napas panjang. Dadanya sakit seperti diremas tangan tak kasat mata. Detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Darren menghela napas, lalu menyalakan mesin mobilnya. Suaranya terdengar seperti ultimatum terakhir.

“Kalau begitu, sekarang juga kita ke kantor polisi.”

Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Detak jantung Nayla sampai terdengar di telinganya sendiri, begitu keras, seakan hendak pecah. Jari-jari tangannya saling meremas satu sama lain.

Beberapa menit terlewat dalam senyap, sampai akhirnya dengan ragu Nayla mengangkat tangan, menyentuh lengan Darren yang kokoh.

“Jangan bawa saya ke kantor polisi, Pak… saya hidup sebatang kara. Saya… sejak dibesarkan di panti asuhan…” ucapnya dengan suara parau. Tangisnya mulai pecah, meski ia berusaha menahannya. Air mata itu jatuh juga, membasahi pipi pucatnya yang kedinginan.

Darren tetap menatap lurus ke depan. Tak berkata sepatah pun. Mobilnya tetap melaju seperti tak ada yang berusaha menghentikannya.

“Saya mohon… jangan penjarakan saya… saya tidak punya siapa-siapa…” isaknya, suara itu nyaris seperti anak kecil yang tersesat dan tak tahu arah pulang.

Mobil berhenti.

Mereka sudah tiba di depan kantor polisi.

Darren memandangnya sekilas lalu berkata dengan suara tegas. Dia bahkan tak peduli dengan rengekan Nayla.

“Ayo turun. Kau pikir aku main-main?”

“Pak… tolong… maafkan saya…” lirih Nayla, matanya basah, bahunya berguncang oleh tangis yang tak bisa lagi disembunyikan. Hati kecilnya menjerit, apakah hidup sekeras ini bagi orang yang tak punya siapa-siapa?

Darren menarik napas panjang. Ia mengusap wajahnya, lalu bersuara lebih keras.

“Berapa kali aku harus bilang aku sudah memaafkanmu?! Tapi proses hukum tetap harus berjalan! Kau pikir aku metik uang? Mobil itu baru keluar dari dealer! Mobil yang aku tunggu bertahun-tahun, malah kau tabrak!”

Nayla memejamkan mata. Tubuhnya lunglai. Napasnya tercekat. Tubuhnya menggigil, bukan karena pendingin mobil yang dinyalakan maksimal, tapi karena rasa takut yang membekap seluruh pikirannya.

“Saya tidak mau dipenjara, Pak…” bisiknya. Tangisnya belum berhenti. Satu demi satu air mata itu jatuh, seperti serpihan rasa takut yang tak bisa ia bendung.

Darren menatap gadis itu. Lama. Hatinya yang beku seolah terusik, tapi dia tak punya pilihan lain.

“Kalau kau tidak mau masuk penjara, berarti kau menerima tawaranku… menikah kontrak… dua tahun… tanpa melibatkan perasaan,” ucapnya. Dingin. Tegas. Seolah-olah semua ini hanyalah transaksi bisnis biasa.

Hening.

Nayla merasa dirinya makin kecil. Dadanya sesak. Pilihan itu seperti pisau bermata dua: satu melukai tubuhnya, yang lain melukai jiwanya. Tapi di balik jeruji besi, mungkin hidupnya akan tamat. Tidak ada yang akan peduli.

Akhirnya, dengan suara lirih, ia berkata, “Baik, Pak… sa–saya mau…”

Suaranya seperti embusan angin. Hampir tak terdengar. Tapi cukup bagi Darren untuk menyalakan kembali mobilnya dan memutar arah.

“Oke. Kita temui pengacaraku sekarang juga.”

Mobil melaju lagi. Tapi kali ini, Nayla hanya bisa bersandar lemah di kursinya. Matanya masih basah, hidupnya tak akan pernah sama lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Mengancamnya

    Lama tak mendapat balasan dari kekasihnya, Marcella akhirnya menghela napas panjang. Jantungnya sempat berdebar-debar menunggu kabar, tetapi saat layar ponselnya tetap hening, dia mulai paham. Ia tidak ingin memaksa Bayu menjawab di tengah situasi yang pasti sedang rumit. Dengan hati-hati, dia mengetik pesan lagi untuk kekasihnya.“Di sana pasti lagi rame ya. Ya sudah lain kali saja aku nelepon ya. Sekarang aku mau pergi ke rumah Nayla, ada janji sama Raja mau jalan ke mall. Kalau kamu pulang hati-hati ya di jalan, sampai jumpa nanti sayang.”Jari-jarinya sempat ragu menekan tombol kirim. Ada rasa cemas, tapi dia memilih untuk percaya. Meski tanpa restu orang tua Bayu, Marcella tak pernah berhenti berharap. Baginya, Bayu adalah satu-satunya yang membuat hidupnya berarti.Pesan dari Marcella membuat Bayu sedikit lega. Dadanya yang sejak semalam sesak, terasa lebih ringan meski hanya sebentar. Senyum kecil muncul di wajahnya, namun seketika juga hilang saat ia sadar bahwa barusan ia tel

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Terpaksa Berbohong

    Bayu kembali menyalakan mesin mobilnya. Hatinya benar-benar hancur. Semua harapan yang ia bawa dari kota, semua niat baik untuk meminta restu, ternyata dibalas dengan penolakan keras, bahkan sumpah buruk yang keluar dari mulut orang yang selama ini ia junjung tinggi.Sepanjang jalan, Bayu hanya bisa menatap kosong ke arah depan. Lampu-lampu jalan berkelebatan di matanya, tapi pikirannya melayang jauh. “Kenapa orang tua bisa setega itu pada anaknya sendiri?” batinnya. Ia menelan ludah, mencoba menguatkan diri, tapi perasaan sesak di dadanya tidak juga pergi.Sejak kecil, Bayu selalu berusaha jadi anak penurut. Ia belajar keras, mengikuti semua perintah, bahkan saat harus mengorbankan mimpinya sendiri. Semua ia lakukan agar orang tuanya bangga padanya. Tapi hari ini, seakan semua itu tidak pernah berarti. Hanya karena ia mencintai seorang perempuan bernama Marcella, tiba-tiba ia dianggap anak durhaka.Air matanya mengalir lagi tanpa bisa ia tahan. Ia merasa sendirian di dunia. Ia punya

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Anak Durhaka

    “Maaf, Bu. Bayu tak bisa memenuhi permintaan Ibu. Bayu berhak bahagia dengan wanita yang Bayu cintai. Kalau memang Ibu dan Bapak tetap tak memberi restu, maka Bayu akan tetap menikahi Marcella. Maafkan Bayu, Bu, karena belum bisa memenuhi keinginan Ibu untuk menikahi wanita pilihan Ibu,” ucap Bayu dengan suara berat.Perkataan itu membuat ruang tamu rumah keluarga besar itu terasa tegang. Wajah sang ibu merah padam, matanya melotot, bibirnya bergetar menahan amarah. Baru saja selesai bicara, langkah berat terdengar dari arah pintu.“Bayu, jadi kamu lebih mementingkan kebahagiaan wanita itu ketimbang kebahagiaan orang tuamu?” bentak bapaknya Bayu, yang baru masuk ke ruang tamu. Suaranya begitu keras dan pria paruh baya itu sampai memukul meja hingga membuat vas bunga di meja sedikit bergetar.Bayu membeku di tempatnya. Kedua tangannya mengepal, wajahnya menunduk menahan perasaan tak menentu. Ia sudah menduga akan seperti ini, tapi mendengar sendiri kata-kata itu dari mulut bapaknya mem

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Tanpa Restu

    Weekend ini Bayu akhirnya meminta izin pada Darren, atasannya di kantor, untuk pulang kampung. Ia bilang baru akan kembali ke kota hari Minggu malam. Darren tentu saja memberikan izin anak buahnya untuk pulang kampung. Sebab setelah perusahaan Atmaja Group membaik, mereka jarang sekali lembur. Bayu tampak lega, meski raut wajahnya tetap menyimpan kecemasan.Sebetulnya Marcella ingin ikut bersama kekasihnya pulang. Ia bahkan sempat menyiapkan barang-barang kecil kalau-kalau Bayu mengizinkan. Namun Bayu menolak dengan tegas. Ia meyakinkan Marcella bahwa urusan dengan ibunya harus ia hadapi sendiri. “Aku ingin menyelesaikan konflikku dulu dengan Ibu. Kalau semua berjalan lancar, aku akan segera membawamu pulang untuk menemui keluargaku,” kata Bayu tanpa keraguan sedikitpun.Marcella sempat terdiam. Ia tahu kalau dirinya tidak pernah mendapatkan restu dari kedua orang tua Bayu. Meski dirinya bukan berasal dari keluarga miskin, latar belakangnya yang sebatang kara membuat orang tua Bayu

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Hadiah

    “Mas, kita kasih hadiah apa ya pada Marcella dan Bayu?” tanya Nayla pada suaminya.Malam itu kamar mereka temaram dengan cahaya lampu tidur berwarna kuning lembut. Suasana terasa tenang setelah sepanjang hari rumah dipenuhi hiruk pikuk. Raja sudah tidur lebih dulu, sehingga hanya ada mereka berdua di atas ranjang. Nayla yang sedang hamil lebih suka tidur dengan posisi miring, sementara Darren baru saja menutup laptopnya dan menaruh di meja samping tempat tidur.Pertanyaan Nayla membuat Darren menoleh. Ia tahu istrinya sudah lama ingin membicarakan soal itu, hanya saja tertunda karena kesibukan Darren hari ini. “Bagaimana kalau kita hadiahkan mereka rumah, Sayang?” tanya Darren sambil mengusap lengan istrinya.Mata Nayla membesar. “Ide yang bagus, Mas. Aku setuju, bahkan sangat setuju. Ngomong-ngomong, mereka belum beli rumah kan untuk persiapan pernikahannya, kan?” Nayla sedikit mengangkat kepalanya, mencoba mengingat obrolannya dengan Marcella beberapa waktu lalu.Darren menggeleng.

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Mama Nakal

    “Mama oh Mama, kenapa Mama nakal. Raja bilang nggak mau nasi, tetapi Mama kasih…”Suara Raja sudah terdengar jelas dari halaman depan rumahnya. Anak itu berjalan sambil menyanyikan lagu karangan sendiri dengan penuh semangat. Liriknya yang penuh sindiran, tapi justru membuat siapa pun yang mendengarnya ingin tertawa.Nayla yang duduk di ruang tamu bersama Marcella menoleh ke arah pintu. Baru beberapa bait Raja nyanyikan, tawa mereka berdua sudah tak terbendung. Marcella sampai menutup mulut dengan tangannya karena tak kuat menahan geli.“Raja kenapa?” tanya Marcella sambil terkekeh. Rasanya sudah lama sekali ia tidak bertemu keponakan kecilnya itu. Sejak sibuk mengelola butik milik Miranda, waktunya banyak tersita. Tenaga dan pikirannya sudah habis terkuras, sehingga kesempatan untuk main ke rumah sahabatnya semakin jarang. Maka setiap kali berhasil meluangkan waktu, Marcella tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk bercengkerama dengan keponakan dan sahabat baiknya itu.“Dia nggak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status