Share

Pilihan yang Rumit

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-05-17 11:10:58

“Ssstttt…” Nayla meringis pelan. Kelopak matanya bergerak-gerak sebelum akhirnya terbuka perlahan. Pandangannya buram, hanya cahaya putih yang memenuhi penglihatannya. Ia mencoba mengangkat kepala, tapi langsung merintih. Sakit. Bagian belakang kepalanya terasa berdenyut hebat, seperti dipukul benda keras.

Butuh beberapa detik sebelum penglihatannya mulai fokus. Dan saat itu terjadi, jantungnya langsung berdebar lebih kencang.

Ada seorang pria berdiri di samping tempat tidurnya. Wajahnya serius, rahangnya tegas, dan tatapannya... tajam, menusuk, dingin.

Nayla berkedip cepat, memastikan bahwa pria itu nyata.

Ia tak mengenalnya.

Tapi jelas sekali pria itu tak senang melihat Nayla.

Pria itu mengenakan celana hitam, dengan kemeja putih berbahan sutra. Lengan bajunya digulung rapi hingga siku, memperlihatkan otot-otot yang mengencang saat ia melipat tangan di depan dada.

Suara beratnya menusuk, tanpa basa-basi. “Sudah cukup dramanya. Sekarang waktunya kau ganti rugi.”

Jantung Nayla makin tak karuan. Ia memejamkan mata, mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi.

Mobil…

Dia ingat. Ia menabrak sebuah mobil saat mengendarai motornya dengan tergesa-gesa.

“Sa… saya minta maaf,” ucap Nayla terbata, masih berusaha bangkit dari keterkejutannya.

Pria itu menatapnya tajam, suaranya datar. “Aku terima maafmu. Tapi soal ganti rugi, tetap harus kau tanggung.”

Beberapa saat kemudian, seorang pria berseragam dengan logo merek mobil mewah memasuki ruangan. Kemejanya rapi, membawa tablet di tangan.

“Jadi, berapa total biaya perbaikannya?” tanya pria bernama Darren.

Orang dari dealer itu menunjukkan foto kerusakan mobil di layar tabletnya. Nayla sempat menoleh, lalu langsung memejamkan mata lagi. Ia nyaris menjerit melihat kondisi mobil yang rusak parah akibat hantaman motornya.

“Setelah kami hitung, estimasi biaya perbaikan sekitar satu miliar,” kata di samping Darren.

“A—Apa? Satu miliar?! Bapak becanda, ya? Mana mungkin saya punya uang sebanyak itu? Saya... saya cuma punya lima juta. Itu pun tadinya untuk tambahan biaya nikah saya.” Suaranya mulai tercekat. “Tapi pernikahannya batal… dan  uang itu bisa saya pakai buat ganti rugi. Saya mohon… tolong maafkan saya…”

Air mata mengalir di pipinya. Ia tak mampu menahan perih yang datang bertubi-tubi.

Kenangan pahit kembali melintas. Ia menemukan tunangannya berselingkuh… dengan pelayannya sendiri. Itu baru terjadi beberapa saat yang lalu. 

“Lima juta?” Darren mengulang kata-katanya, kalimat itu penuh sindiran. Bibirnya membentuk senyum miring yang sama sekali tak ramah.

“Mana cukup uang segitu buat benerin mobilnya Pak Darren, Nona,” timpal si pria di samping Darren. “Mobil itu harganya dua puluh lima miliar. Dan baru saja keluar dari dealer setelah restorasi. Lihat saja, kerusakannya parah.”

“Saya benar-benar nggak punya uang, Pak. Saya nggak sengaja… saya mohon…” Nayla makin tersedu.

Tapi wajah Darren tak menunjukkan sedikit pun iba. Malah sebaliknya, matanya memancarkan kemarahan yang ditahan.

“Kalau kau nggak bisa bayar, berarti kau siap masuk penjara. Seenaknya bikin mobil rusak, lalu minta dimaafkan begitu saja? Kau tahu nggak, aku nunggu mobil itu hampir tiga tahun!”

“Tapi sa–saya sungguh nggak sanggup, Pak…” Tubuh Nayla mulai gemetar hebat. Ia bingung, panik, ketakutan, dan merasa benar-benar sendirian.

Beberapa menit kemudian, dokter dan suster masuk ke ruang IGD. Darren segera berdiri dan bertanya cepat, “Ada luka serius yang dialaminya, dok?”

“Tidak, Pak. Hanya butuh istirahat satu atau dua hari. Tidak ada cedera parah,” jawab dokter.

“Berarti boleh pulang sekarang?”

“Sudah boleh, pak,” jawab dokter. 

Darren menatap Nayla. “Cepat ikut aku sekarang.”

Dengan kepala masih nyut-nyutan, Nayla tak punya pilihan lain. Ia tahu masalah ini belum selesai. Ia dibantu suster turun dari ranjang dan berjalan ke luar IGD. Darren meminta suster untuk membantunya masuk ke dalam mobilnya.

Nayla makin takut. Apa benar dia akan dibawa ke kantor polisi sekarang?

Ia hanya bisa menunduk, jantungnya berdebar tak karuan. Hidupnya sudah hancur… dan sepertinya akan semakin buruk.

Mobil itu berhenti di sebuah lahan kosong tak jauh dari rumah sakit. Gelap. Sepi. Dan makin membuat Nayla panik.

“Tunjukkan identitasmu,” perintah Darren. Tangannya terulur, menunggu.

Dengan gemetar, Nayla membuka tas selempangnya. Ia mengeluarkan dompet dan menyerahkan KTP.

Darren membacanya. Nama: Nayla Maharani. Umur: 23 tahun. Pekerjaan: Mahasiswi.

“Masih kuliah?”

“Saya… baru selesai di wisuda minggu lalu,” jawab Nayla pelan.

“Tadi kamu bilang batal nikah?”

Nayla terdiam. Tapi ia tahu, pria ini tak akan berhenti bertanya.

“Saya membatalkan pernikahan itu setelah… saya memergoki tunangan saya tidur dengan pelayannya sendiri… Saya-”

Kalimat itu terputus karena Nayla tak sanggup lagi menahan tangis.

“Jadi selama ini dia berselingkuh dengan wanita lain?” Darren menyimpulkan.

Nayla mengangguk, air mata membasahi pipinya.

“Kau yakin nggak mau balikan lagi sama dia?”

Nayla menatap Darren, lalu menggeleng. “Saya nggak akan pernah balikan. Saya nggak sudi punya suami seperti itu.”

Darren mendesah, lalu menatap lurus ke arah Nayla. “Karena kau nggak sanggup bayar, aku akan kasih dua pilihan: masuk penjara, atau…”

Dia menatap Nayla dalam-dalam sebelum melanjutkan, “…jadi istri kontrakku selama dua tahun.”

Nayla membelalak. Wajahnya pucat.

Apa yang baru saja ia dengar?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
haaa SMA aja dong nay..nikah kontrak
goodnovel comment avatar
Nova Silvia
nikah ny jd cmn calon ny lbh uwah,,,di luar nurul tea ning
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 146

    “Gitu amat caramu menatap anak kecil,” Bima menyenggol pelan lengan Maria yang duduk persis di sebelahnya.Maria tidak langsung menoleh. Matanya masih tertuju ke depan, tepat ke arah Darren dan bocah laki-laki yang sedang duduk santai di kursi kebesaran ayahnya itu. Matanya menyipit. Ekspresinya seperti sedang menahan sesuatu—kesal, tapi tidak bisa disalurkan. Ia mengatupkan bibir rapat-rapat, jelas tidak ingin menanggapi Bima.“Diam kamu, berisik,” balas Maria, setengah berbisik. Ia melipat tangan di dada, berusaha terlihat tenang, meskipun dari gerakan kakinya yang tak henti bergoyang, jelas dia tidak bisa fokus.Bima melirik Maria, lalu geleng pelan. “Kau boleh membenci ibunya, tapi jangan anaknya. Kasihan dia, nggak tahu apa-apa.”Kalimat itu pelan, cukup untuk membuat Maria mencibir. Ia tidak menjawab. Pandangannya tetap lurus ke arah Darren, yang saat itu sedang bicara pelan pada putranya, membisikkan sesuatu yang membuat bocah itu tertawa kecil. Suaranya terdengar pelan, tapi c

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 145

    Bima mendekat, lalu tangannya langsung bergerak menyentuh dada wanita muda itu. Fokusnya cuma satu: menyematkan peniti kecil di baju Lisa. Tapi jari-jarinya sempat ragu, bukan karena sulit atau kurang cahaya, tapi karena pikirannya mulai kacau. Dalam hati dia terus mengumpat. Bukan ke Lisa, tapi ke dirinya sendiri. Sialan, kenapa juga tubuhnya bereaksi seperti ini hanya gara-gara anak magang?Dia menarik napas pelan, berusaha tetap tenang meski suasana makin janggal. Lisa berdiri diam, sama sekali tak curiga dengan gelagat atasan barunya itu. Ia malah tersenyum kikuk, mungkin karena merasa tak enak sudah menyusahkan Bima hanya gara-gara kancing baju yang lepas.Saat peniti nyaris tersangkut dengan benar, tiba-tiba saja pintu ruang kerja terbuka begitu saja, tanpa ketukan, tanpa aba-aba. Pintu yang biasanya terkunci otomatis saat meeting sedang berlangsung itu mendadak terbuka lebar.Refleks, tangan Bima tersentak kaget. Peniti kecil itu malah berbalik arah dan menusuk telapak tangann

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 144

    Setelah resmi “menang” dalam negosiasi dan diizinkan ikut ke kantor sang Daddy, Raja langsung bersiap dengan kecepatan kilat seperti mau lomba ganti baju tercepat. Dia pakai celana jeans panjang yang udah disiapin Mbak Siti, lalu kaos putih yang bagian depannya ada gambar robot. Di atasnya dia tambahkan jaket hitam kesayangan yang menurutnya bikin dia “keren maksimal”. Sepatu sneakers putih juga langsung dipakai tanpa protes, padahal biasanya harus dibujuk dulu lima menit.Begitu selesai, dia berdiri di depan kaca ruang tamu, cek penampilan sambil gaya-gayaan. Tangan masuk ke saku jaket, dagu agak diangkat. “Oke, Raja siap jadi bos kecil,” ucapnya sambil tersenyum puas.Darren yang sudah rapi sejak tadi, jas gelap, kemeja putih, sepatu mengkilap, dan wajah yang cukup tenang meski pikiran ribet, menoleh ke arah putranya dan tertawa kecil. “Kayaknya yang mau kerja hari ini kamu deh, Boy, bukan Daddy.”Raja tertawa.Nayla hanya geleng-geleng kepala. “Ingat, Mas. Beneran dijaga ya. Janga

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 143

    “Astaga Raja, bikin Daddy kaget aja,” keluh Darren, menepuk dadanya sendiri sambil menatap anaknya yang teriak sekeras mungkin seperti baru melihat dinosaurus hidup.Padahal anak itu cuma masukin tangannya ke mulut harimau, yang ternyata cuma boneka besar di Timezone. Satu lantai itu langsung riuh. Bukan karena harimau, tapi karena Raja yang berteriak seolah mau dimakan beneran.Raja malah nyengir kuda, puas banget kayak habis menang duel. Bukan cuma Darren yang kaget, beberapa orang tua yang lagi jagain anaknya ikut menoleh. Bahkan ada ibu-ibu yang sampai berhenti main tembak-tembakan demi ngelihatin Raja. Kalau tadi itu adegan syuting film action, Raja bisa langsung disuruh casting jadi pemeran utama.“Bocah satu ini, niat banget pengen drama,” gumam Darren, geleng-geleng kepala.Raja tetap asik dengan dunia imajinasinya. Dia sudah siap menyelamatkan dunia dari harimau boneka sambil tertawa-tawa sendiri. Darren mendekat, lalu jongkok sambil melihat ke arah pengasuh yang juga cuma b

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 142

    Hanya satu kali berdering. Setelah itu, suara di seberang langsung terdengar. Bukan Darren, bukan Andika, bukan pula pelayan rumah. Suara itu milik seseorang yang sudah lama bekerja di balik layar. Orang yang tak pernah muncul di permukaan, tapi selalu ada saat Miranda butuh sesuatu diselesaikan tanpa banyak tanya.“Halo, Nyonya.”Miranda tidak membuang waktu. Suaranya langsung tegas, tanpa keraguan. Seperti seseorang yang sudah menyimpan kesal terlalu lama dan kini tak ingin menundanya barang satu detik pun.“Lakukan rencana kita lebih cepat dari yang direncanakan. Begitu ada kesempatan, langsung laksanakan. Aku sudah tidak tahan lagi dengan sikap anakku. Lakukan saja sebisa mungkin yang kalian lakukan, tapi jangan meninggalkan jejak apapun. Kalau sampai kalian tertangkap… ingat, jangan pernah melibatkanku. Atau keluarga kalian yang akan kenapa-kenapa.”Suaranya dingin. Datar, tapi mengandung ancaman yang tak perlu dijelaskan lagi.“Baik, Nyonya. Akan segera kami lakukan.”Tuuut.Tel

  • Gairah Panas Atasan Mantan   Bab 141

    “Mama hentikan!” Teriak Andika, berusaha menghentikan keributan yang baru saja yerjadi di ruang tamu.Darren menyentuh pipinya yang memerah karena tamparan keras dari sang mama. Bukan karena sakit, tapi lebih ke arah perasaan muaknya yang sudah sampai titik puncak. Tangannya menahan pipi itu sebentar, menunduk sesaat, lalu menatap sang mama lurus. Tatapannya tajam, tapi masih ditahan. Masih belum benar-benar meluapkan seluruh emosinya di sana. Sementara Miranda sudah kehilangan kendali.“Anak ini harus diberi pelajaran biar tidak menuduh sembarangan! Mama tidak pernah mengirimkan ancaman seperti ini pada wanita sialan itu!” bentak Miranda, suaranya meninggi, wajahnya merah padam. Ia menunjuk wajah Darren tanpa takut, seperti sedang menghadapi orang asing, bukan anak kandungnya sendiri.Andika panik, ikut berdiri, berusaha menengahi, tapi seperti yang biasa dia lakukan, suara pria itu tak pernah cukup keras di rumah ini.“Tapi Mama nggak usah pakai kekerasan! Mama nggak usah nampar ana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status