Joanna menatap sekilas baju ganti yang sudah disiapkan di atas tempat tidur lantas berpindah menatap makanan yang ada di atas meja. Dia sama sekali tidak tertarik dengan semua itu. Yang dia inginkan hanya segera pergi dari rumah Ethan. Suara pintu terbuka membuat Joanna menoleh. "Mana Pak Ethan?" Sambil tersenyum Bibi Dara menyodorkan secangkir teh hangat. "Minum dulu Mbak Joanna! Biar tenang!" Bibi masih berusaha untuk meredam emosi Joanna. "Bagaimana bisa aku tenang saat diculik? Cepat telepon Pak Ethan! Suruh ke sini sekarang juga!" ucap Joanna penuh penekanan. "Pak Ethan masih di perjalanan Mbak Joanna. Sebaiknya Mbak Joanna mandi dan makan dulu," ujar bibi. "Tidak, jangan memerintahku!" Joanna menatap sinis wanita paruh baya itu. Saat bibi lengah, Joanna menggunakan kesempatan itu untuk berjalan meninggalkan kamar. Dia semakin mempercepat jalannya, tidak peduli dengan panggilan dari bibi. Langkah Joanna terhenti saat pintu kamar itu terbuka, dia menahan napas melihat
"Atas nama Kings Airline dan seluruh kru yang bertugas kami mengucapkan terima kasih telah melakukan penerbangan bersama kami. Sampai jumpa dipenerbangan yang lain. Have a nice day."Joanna mengukir senyum tipis mengakhiri announcement final landing. Wanita itu bergegas menyelesaikan sisa pekerjaannya yang lain.Tak lama setelah seluruh penumpang turun dari pesawat, Joanna bergegas menarik kopernya."Aku duluan, semua pekerjaanku sudah selesai," ucap Joanna ketika berpapasan dengan rekan kerjanya yang lainPramugari itu mengangguk, tidak berani protes sekalipun mereka belum selesai pengecekan kabin."Baik, Mbak Joanna."Joanna turun dari pesawat, tiba-tiba saja ada yang memanggilnya membuat langkahnya terhenti."Joanna.""Ya, Captain Brian. Ada apa?" tanya Joanna."Kamu buru-buru sekali. Mau ke mana?" Brian sengaja berbasa-basi dengan Joanna, sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan wanita itu. Munafik kalau dia tidak rindu mengobrol sambil menatap Joanna."Ada urusan mendesak, Capt
Tatapan mata Ethan menajam, tanpa mengatakan apapun lelaki itu berjalan meninggalkan Joanna.Setelah Ethan menghilang dari pandangan matanya barulah Joanna melepaskan tangan Devan."Ini ambillah! Aku tidak mau menerimanya. Jangan lakukan ini lagi!" ucap Joanna.Devan mengernyit seketika karena tingkah aneh Joanna. "Apa yang kamu lakukan, Joanna? Tadi kamu bilang apa?""Jangan salah paham Devan! Aku terpaksa memperkenalkan sebagai pacar, terima kasih sudah mau membantu. Sorry, aku buru-buru mau briefing." Joanna berusaha untuk menjelaskan pada Devan agar lelaki itu tidak salah paham.Baru saja berbalik, Joanna menghentikan langkahnya saat pergelangan tangannya ditahan oleh Devan."Jam berapa kamu selesai kerja, Joanna?"Joanna mengernyit. "Memangnya kenapa?" "Tidak apa-apa."Joanna melenggang meninggalkan Devan. ***“Revisi ulang semua laporannya!” perintah Ethan tegas, lelaki itu tidak menerima alasan apapun. Semua orang yang ada di ruang rapat saling pandang, aura mencengkam atasa
Joanna menyeringai mendengar ancaman yang dilontarkan oleh Devan. Dia yakin sekali jika lelaki itu tidak akan berani melakukannya. "Hapus video itu sekarang juga, Devan!" perintah Joanna penuh penekanan. Devan menjauhkan ponselnya dari jangkauan Joanna. "Tidak semudah itu, Joanna.""Kamu benar-benar brengsek, Devan. Bisa-bisanya kamu merekamku diam-diam. Dasar kurang ajar." Joanna berusaha mengambil ponsel lelaki itu, tapi Devan justru memasukkan ke dalam sakunya. Devan mencengkeram erat pergelangan tangan Joanna. "Aku akan menghapusnya. Dengan satu syarat. Bagaimana?""Aku tidak sudi," balas Joanna sambil menatap tajam Devan. Perlahan Devan melepaskan tangan Joanna. "Baiklah kalau begitu aku tidak mau menghapusnya. Sepertinya kamu ingin seluruh dunia tahu betapa indah tubuhmu."Tangan Joanna kembali terulur, tapi lagi-lagi Devan menahan tangannya. Joanna segera menarik tangannya. Devan berdecak pelan. "Ck, padahal aku hanya memintamu menjadi kekasihku, Joanna. Apa itu sulit?" "H
"Bereskan masalah video itu! Jangan sampai semakin tersebar luas!" perintah Ethan lagi. "Baik, Pak. Masalahnya video itu sudah tersebar seantero maskapai, Pak. Semua orang kemungkinan besar sudah tahu."Tangan Ethan terkepal kuat, sejak bertemu dengan Devan dia sudah tahu jika lelaki itu bukanlah lelaki baik-baik. "Saya tidak mau tahu. Bereskan semuanya segera!"Sekretaris itu mengangguk patuh, tidak berani membantah. Ethan terdiam begitu pintu ruang kerjanya tertutup rapat. Harusnya dia tidak peduli dengan Joanna setelah wanita itu menolaknya, tapi nyatanya dia tidak bisa berdiam diri saat wanita itu disakiti oleh lelaki itu. Ethan mengecek kembali video yang dikirim sekretarisnya. Tangannya terkepal semakin kuat melihat video itu. "Pasti Joanna dijebak," gumam Ethan. Lelaki itu menghubungi sekretarisnya. "Ada yang bisa saya bantu, Pak Ethan?" tanya sekretaris itu dari seberang telepon sana. "Tingkatkan kemanan di ruang kru! Jangan sampai ada orang asing masuk!" Ethan tidak me
Tangan Joanna gemetar hebat, keringat dingin sudah membasahi tubuhnya, dia benar-benar dibuat gila oleh Devan. "Dasar brengsek!" maki Joanna untuk yang kesekian kalinya.Dia tidak pernah menyangka jika Devan berani menyebarkan videonya. Joanna masih berusaha menghubungi Devan, tapi nomornya masih tidak aktif. Satu per satu air matanya turun membasahi pipinya, saat ini Joanna benar-benar kalut, tak mampu berpikir jernih. "Dasar psikopat," geram Joanna sambil mencengkeram spreinya. Tak lama setelah keheningan panjang, terdengar suara nada dering panggilan masuk. Joanna menyambar ponselnya setelah tahu Devan yang menghubunginya. "BRENGSEK KAMU DEVAN!" maki Joanna dengan suara menggelegar. Devan justru tertawa. "Sambutanmu manis sekali, Joanna."Rasanya Joanna ingin mencabik-cabik lelaki itu. "Maksudmu melakukan ini apa? Hah?""Apa kini kamu menyesal, Sayang? Bukankah aku sudah memperingatkanmu, Joanna?" "Hapus videonya!" perintah Joanna. Meskipun dia tahu video itu sudah tersebar,
“Pelakunya Devan, kan?”Joanna menegang mendengar pertanyaan itu, tatapan tajamnya perlahan pudar. Belum selesai dia mendesak Ethan menjawab pertanyaannya tentang pakaiannya, tiba-tiba saja lelaki itu membahas tentang pacar palsunya. “Apa maksud Pak Ethan?”Alih-alih menjawab Ethan justru beranjak dari tempat duduknya, berjalan santai masuk ke dalam kamar Joanna dan tak lama kemudian lelaki itu kembali muncul di meja makan. Apa mungkin Pak Ethan tahu video itu? pikir Joanna. Joanna tersentak kaget saat Ethan meletakkan segelas air putih di depannya. “Minum obat dulu, Joanna!” Ethan nyaris lupa meminta Joanna untuk minum obat. “Tidak sebelum kamu menjawab pertanyaanku,” balas Joanna sambil menepis obat yang disodorkan oleh Ethan. Ethan menghela napas gusar, berusaha bersabar menghadapi Joanna. Lelaki itu menarik kursi dan duduk di samping Joanna. “Tenanglah! Bukan aku yang mengganti bajumu. Dokter pribadiku datang untuk memeriksamu dan mengganti pakaianmu.”Joanna memicingkan mata
Joanna menulikan pendengarannya, mengabaikan setiap caciaan dan cemooh dari sebagian rekan kerjanya. Dia melangkah mantap menuju ke ruang tunggu kru. “Aku kira dia tidak akan berani muncul lagi. Tapi, ternyata nyalinya boleh juga,” celetuk salah satu pramugari yang baru saja dilewati oleh Joanna. Langkah kaki Joanna terhenti ketika dua orang pramugari menghadang langkahnya. “Minggir!” pinta Joanna dengan nada santai. Salah satu pramugari itu malah melipat tangannya di depan dada dan melempar tatapan tajam pada Joanna. “Jangan-jangan kamu juga sudah merayu Pak Ethan agar bisa dijadikan ikon maskpai.” Joanna hanya menghela napas jengah, malas sekali membalas orang yang tidak penting itu. Dia memilih bergeser sedikit agar bisa berjalan melewati wanita itu. Namun, lagi-lagi langkahnya dihadang. “Kenapa tidak menjawab, Joanna? Ah, apa karena semua yang aku katakan adalah fakta?” tanyanya lagi. "Katakan saja di sini, apa yang sudah kamu berikan sehingga Pak Ethan memilihmu?"“Pikirkan