Suasana di kediaman Max begitu hening saat Emily dan Arion tiba. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela menghadirkan atmosfer yang tenang, meskipun di dalam hati mereka, kegelisahan terasa begitu kuat.“Terima kasih telah memberi kami izin, Uncle Max,” ucap Arion ramah sembari duduk di sofa di ruang tamu. Max tersenyum tipis, “Tentu saja, Arion.”“Uncle, kalau begitu aku akan langsung naik ke akamar Lea.”“Hmm, naiklah Nak, Eleanor pasti sangat terpukul saat ini.”Emily mengangguk dan dengan hati yang berdebar, ia naik ke lantai dua, di mana kamar Eleanor berada., ia mengetuk pintu kamar Eleanor, “Lea, aku datang, buka please.” Pintu perlahan terbuka, menampakkan wajah sembab Eleanor. Tanpa kata-kata lagi, Emily langsung memeluk sahabatnya itu.Setelah beberapa saat, Eleanor membiarkan Emily masuk ke dalam kamarnya. Pandangan Emily teralih ke sebuah koper besar yang terletak di atas tempat tidur Eleanor. “Kamu yakin ingin berangkat hari ini ke Amsterdam?” tanya Emily pelan.Eleano
Flashback... Reynard terkejut mendapati Rachel berdiri di depannya dan mengatakan ingin tidur bersama dirinya? “Maksud kamu apa Rachel?” tanya Reynard dan wajah tenangnya. Memperhatikan pakaian yang Rachel kenakan. Rachel tersenyum dengan wajah tersipu, “Uhm, kau tahu. Ini pertama kali aku ikut kegiatan seperti ini, dan wilayah ini terasa asing bagiku. Aku tidak bisa tidur di dalam kamarku, sendiri.” “Hmm, ini juga pertama kali untukku, aku yakin kamu bisa menghadapinya Rachel.” Rachel yang merasa nada penolakan dari Reynard tidak kehilangan akal, ia pun mengangguk paham, “Baiklah, tapi setidaknya biarkan aku masuk ke dalam, temani aku mengobrol sampai aku ngantuk dan kembali ke kamarku,” “...” Reynard terdiam, “Sorry.” “Please Rey... Di sini cuma kamu yang aku kenal, dan aku bersyukur akan hal itu.” “Hmm, masuklah.” Jawab Reynard, dari pada wanita di depannya ini membuat keributan, bisa membuat rekan-rekannya salah paham dengan mereka. Rachel tersenyum semringah dan melangka
Satu minggu pun berlalu, Sergio yang memberikan kabar kepada Max sudah terlambat. Eleanor sudah pergi ke Amsterdam dan Max memutuskan untuk membiarkan keadaan seperti ini.Bagi Max, mungkin ini ujian bagi mereka, di mana Reynard harus benar-benar memperlihatkan keteguhannya, dan untuk Eleanor ia harus belajar untuk menaruh kepercayaan kepada pasangannya agar tidak mudah di goyahkan jika di terpa badai saat mereka berumah tangga nanti.Max sadar jika kejadian seperti ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi kedepannya, di mana Reynard merupakan pria yang tampan dan memiliki karir yang bagus, itu pun berlaku untuk Arion dan Felix.Arion yang sudah membuktikan betapa tulus ia mencintai Emily sampai rela mengorbankan nyawanya sendiri, tidak akan mungkin membuat kesalahan hanya untuk menyakiti istrinya, begitu juga dengan Emily yang akan menaruh kepercayaan penuh kepada suaminya meskipun seluruh dunia mengatakan hal buruk kepada sang suami.Sudah satu minggu pula Reynard melakukan misi p
Felix melepaskan kain terakhir yang melekat ditubuhnya sesuai permintaan Cecilia, dengan langkah tegap ia masuk ke dalam bathtub, seketika membuat air tumpah dari bathtub saat ia duduk mengambil tempat di belakang Cecilia. Cecilia tersenyum menyambut tangan Felix yang melingkar di pinggulnya, bahkan kedua tangan Felix sudah naik meraba kedua bongkahan kenyal milik kekasih hatinya itu. Perasaan rindu meluap di antara mereka, Felix menghirup aroma vanila dan madu di tengkuk leher Cecilia, aroma sabun yang begitu lembut menyeruak dari tubuh Cecilia. “Euhm... Fel...” lenguh manja Cecilia saat Felix menggelitik telinga dan menyesap bahunya, sedangkan kedua tangan Felix memilin pucuk payudaranya yang merekah sempurna. Cecilia memiringkan kepalanya, Felix tersenyum dan menciumi bibir kekasihnya itu dengan lembut, suara decapan dan sesapan saling berbalas, ciuman yang semakin intim membawa suhu tubuh mereka kian memanas. “Oh my Fel... Uhm...” desah manja Cecilia saat tangan Felix mulai m
Saat yang sama, Rafael pun sudah berada satu minggu di laboratorium, menjalani operasi. Ia sudah tidak sadarkan diri selamaempat hari, di saat terakhir ia menjalani transpalasi kornea mata.Ia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, Profesor Graaf hanya mengatakan jika ia akan melakukan tindakan selanjutnya yaitu transpalasi jantung dan beberapa organ di tubuh Rafael, di mana organ sebelumnya berasal dari tubuh Raul.Setelah mengatakan itu, Rafael pun tidak sadarkan diri.Suara sayup-sayup di pendengarannya mengganggu dan membuat dirinya perlahan memaksakan diri untuk membuka mata. “Ah iya, mataku masih di perban...” batinnya.“Rafael, apa kamu mendengarku?” suara Profesor Graaf sayup-sayup masuk ke pendengaran Rafael, membuat pria itu merespon dengan gerakan di jarinya.“Kalau kamu mendengarku, coba buka matamu perlahan,” Profesor Graaf kembali memberi perintah kepada Rafael.“Matikan semua lampu dan kontrol cahaya untuk menyesuaikan penglihatan Rafael.” Titah Profesor Graaf kepada
Arion tidak berhenti tersenyum menatap lembaran kertas foto hasil USG tadi. Di mana menampilkan janin sebesar kacang tanah, tapi terlihat begitu indah dan berharga, “Sayang, ini seperti sebuah keajaiban. Aku tidak sabar untuk menemui babyon kita!” serunya penuh semangat. Emily tertawa pelan, tidak melepaskan lingkaran tangannya di lengan Arion, ia sendiri tadi sempat menitikkan air mata saat mendengar bunyi detak jantung buah hati mereka. “Iya sayang, aku juga. Terimakasih selalu berada di sisiku.” Arion menyimpan foto USG tersebut ke dalam saku jasnya dan menghentikan langkahnya, menoleh ke arah sang istri, “Terimakasih sudah memberikan hadiah terindah dalam hidupku.” Mata Emily berkaca-kaca dan mengangguk pelan, Arion mengecup puncak kepala istrinya, di mana saat ini mereka berada di tengah-tengah lobby rumah sakit. Membuat begitu banyak mata memandang mereka, pasangan yang begitu serasi, tampan dan cantik. Arion merangkul pinggul Emily dan mereka melangkah bersama keluar rumah
“Kemana perginya semua orang?” Arion menaikkan kedua bahunya dan tersenyum lebar.“Sayang! Jangan bilang kamu?” pekik pelan Emily menatap suaminya.“Sssttt, sudah. Ayo makan.”“Tapi yank, masa sampai kamu harus booking satu restaurant seperti ini sih?” keluh manja Emily.Arion mencubit pelan pipi Emily yang mulai berisi dengan penuh cinta, “Aku hanya ingin istri dan anakku makan dengan nyaman.”Emily tersenyum lebar, “Terimakasih, sayang.”“Tidak perlu berterimakasih sayang, itu adalah bentuk tanggung jawabku sebagai suami untuk membuat istriku selalu merasa nyaman.”Emily tersenyum dan mengecup punggung tangan suaminya, “Apapun itu terimakasih.”Mereka berdua pun mulai menyantap hidangan yang ada di atas meja. Tentu saja dengan cara yang tidak biasa. Saling berciuman dan bahkan Arion bukan hanya sekali atau dua kali mencuri ciuman yang cukup lama saat mereka saling bertukar makanan.Sedangkan para staff Restaurant berada di dalam dapur sesuai permintaan Arion kepada Manajer Restaur
Begitu tiba di kediaman mereka, Arion membawa dua paperbag yang berisikan macaron dan beberapa jenis kue yang lainnya, dengan tangannya yang lain merangkul pinggal Emily dengan posesif. Emily berseru memanggil salah satu pelayan mereka, “Tolong ambil kue di dalam mobil dan bagikan kepada yang lainnya ya,” ucapnya dengan lembut. Pelayan tersebut tersneyum dengan semringah, “Terima kasih nona.” “Sama-sama.” Emily memutuskan membagikan kue yang tadi Arion beli, dan mengambil dua box untuk mereka makan sendiri. “Istriku memang yang terbaik!” Emily terkekeh, “Karena kamu juga sayang, jadinya kita bisa berbagi ke orang rumah.” “Istriku memang yang terbaik!” seru Arion bangga, bagaimana bisa Emily selalu melihat sesuatu hal dari sisi positif. Emily tersenyum lembut merespon ucapan sang suami, “Kamu juga suami yang hebat!” Mereka berdua melangkah bersama masuk ke dalam kediaman dan menuju kamar utama. Setelah Arion meletakkan paperbag di atas meja, ia segera mengangkat ala bridal sang