Romi menggelengkan kepalanya mendengar apa yang Lio katakan. "Aku masih waras!" sahutnya menimpali ucapan sang sahabat. "Untuk apa bunuh diri, bunuh diri itu hanya untuk orang yang tidak punya otak!""Terus kenapa kamu mengikuti aku sampai sini?" tanya Lio, karena ia pikir sudah mati. Sampai bisa bertemu dengan Lili sang istri yang sudah meninggal lebih dulu."Siapa yang mengikuti kamu,""Terus untuk apa kamu disini?"Romi enggan untuk menjawab pertanyaan dari Lio. Dimana Lio kini menautkan kening, ketika mengalihkan tatapannya. Ia melihat Devi, sang mama, mama Rina dan juga papa Renan juga ada di ruangan tersebut."Kalian semua juga bunuh diri?" tanya Lio penasaran."Sayang, pertanyaan macam apa yang kamu tanyakan?" tanya Lili.Alhasil Lio kini menatap pada sang istri. "Lihat, mereka semua menyusul kamu, sayang.""Menyusul meninggal, maksud kamu?""Tentu saja." "Siapa yang sudah meninggal sayang, aku masih hidup. Dan kamu sekarang sedang berada di rumah sakit." jelas Lili. "Dan aku
Mama Feli dan juga mama Rina kini saling pandang. Keduanya benar-benar tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.Kemudian keduanya kembali menatap pada Lili, apalagi Romi semakin dekat mendorong kursi roda yang Lili naiki. Setelah Lili memutuskan untuk kembali pulang, saat mengetahui sang suami coba untuk bunuh diri, ketika mengira dirinya telah meninggal dunia."Ma, Pa, kenapa kalian melihat aku seperti melihat setan?" tanya Lili. Karena papa Renan, mama Rina dan juga mama Feli hanya menatapnya.Papa Renan kini mendekati kursi roda dimana sang putri berada. "Kamu Lili putriku?" tanyanya masih tidak percaya, karena ia sendiri yang memasukan peti jenazah sang putri ke peristirahatan terakhir."Iya Pa, ini aku putri Papa." jawab Lili, tahu persis tiga orang yang ada di hadapannya, pasti tidak mengira jika dirinya belum meninggal dunia.Papa Renan kini menatap pada Romi, dan juga Devi yang berdiri di belakang kursi roda yang Lili duduki.Sebelum papa Renan menanyakan sesuatu, Romi angk
Mama Feli benar-benar kecolongan, ketika masuk ke dalam kamar sang putra ia mendapati putranya itu, sudah tergeletak tidak berdaya di lantai kamar dengan pergelangan tangan berlumuran darah. Tangan mama Fel gemetar, napasnya terengah-engah, dan tubuhnya hampir ambruk, kalau saja ia tidak segera menjerit minta tolong kepada para asisten rumah tangganya dan dengan segera mama Feli melarikan Lio ke rumah sakit."Lio bertahanlah! Jangan tinggalkan Mama," tangis Mama Feli pecah tak terbendung.Sejak kepergian Lili, istri yang begitu dicintai Lio, ia tahu putranya itu terpuruk. Tapi Mama Feli tidak pernah menyangka kalau Lio akan melakukan tindakan nekat seperti ini. Penyesalan pun langsung menguasai hati dan pikiran mama Feli. Ia merasa bersalah telah meninggalkan putranya seorang diri, padahal jelas Lio sedang berada di titik paling rapuh dalam hidupnya.Di dalam perjalanan menuju rumah sakit, Mama Feli terus menggenggam tangan Lio yang dingin, berharap ada sedikit tanda bahwa putranya m
Mama ika menuju ruang perawatan dimana Lili berada, setelah ia membeli makan malam, untuknya juga untuk Lili.Sedangkan Lili masih bingung dengan perubahan sikap mantan mama mertuanya tersebut, tentu saja Lili memiliki pikiran negatif pada mama Ika, takut mama Ika sedang merencanakan sesuatu padanya.Mama Ika membuka makanan yang baru saja ia beli dari restoran. Lalu menyodorkannya ke arah Lili. "Makanlah, bayi kamu butuh nutrisi," ucap mama Ika.Tentu saja Lili enggan mengambil makanan tersebut, takut mama Ika telah menaruh racun."Li, makanlah. Mama tahu kamu belum makan, ingat, kamu sedang hamil." ujar mama Ika. "Mau mama suapin?"Lili tidak menimpali ucapan dari mama Ika, yang ada bertanya padanya. "Apa Mama, adalah mama yang aku kenal?" tanya Lili.Hembusan nafas kasar keluar dari bibir mama Ika. Lalu menatap wajah Lili dengan intens. "Mama akui, mama begitu membenci kamu. Tapi itu dulu, dan mama ingin berubah. Tidak ada gunanya mama masih membenci kamu, karena mama sadar, kamu b
Akhirnya Devi mengikuti ajakan Romi mancari restoran atau rumah makan tidak jauh dari penginapan. Setelah sampai sebuah restoran, Devi berjalan dengan sedikit tergesa, berusaha menyamakan langkah dengan Romi yang tampak begitu fokus dengan pikirannya sendiri.Romi memilih meja di sudut ruangan yang agak sepi. Tanpa banyak bicara, ia langsung memanggil pelayan dan memesan makanan dalam porsi cukup banyak. Sementara Devi hanya tersenyum kecil dan memilih segelas jus buah delima.Pelayan pergi, meninggalkan mereka berdua setelah Devi mengucapkan terima kasih. "Terima kasih Mas." ucap Devi pada pelayan tersebut.Romi langsung menyantap makanan yang ada di hadapannya dengan lahap, meski sesekali matanya menatap istrinya yang hanya memainkan sedotan jus."Kamu tidak makan?" tanya Romi, suaranya datar namun cukup membuat Devi menoleh.Devi tersenyum manis, mencoba menahan rasa hangat yang tiba-tiba mengalir dalam dadanya. Pertanyaan sederhana itu terasa begitu berarti. "Tidak, aku sudah keny
Lili menatap pada mantan mama mertuanya tersebut, setelah mama Ika menahan lengannya, saat dirinya ingin turun dari atas tempat tidur.Melihat tatapan Lili, mama Ika langsung melepas tangannya. "Maaf." Ucap mama Ika.Ucapan maaf dari mama Ika benar-benar membuat Lili tidak percaya, jika yang duduk tepat di hadapannya adalah mantan mertuanya yang dulu begitu arogan, dan selalu memandang Lili sebelah mata."Maksud mama, kamu jangan pulang dulu." pinta mama Ika."Kenapa?""Jika kamu pulang dengan kondisi kaki kamu terluka seperti ini, pasti suami kamu akan murka. Dia akan membuat hidup mama hancur," jelas Mama Ika takut, ia tahu Lio begitu mencintai Lili, dan jika tahu Lili terluka seperti sekarang. Sudah pasti Lio tidak akan mengampuninya, karena memang luka di kaki yang Lili derita, itu gara-gara mama Ika mendorongnya."Itu sudah pasti." balas Lili. "Suamiku tidak akan mengampuni siapapun yang telah melukai istri yang begitu dia cintai." Mama Ika menyatukan kedua telapak tangannya, me