INICIAR SESIÓNLantai paling atas Arkana Corp, yang biasanya tenang di pagi hari, kini menyerupai pusat komando militer. Lampu neon putih menerangi barisan monitor yang menampilkan ribuan baris kode yang bergerak cepat. Aroma kopi pahit yang menyengat bercampur dengan hawa dingin dari mesin server yang bekerja keras.
Daniel dan Alya melangkah masuk dengan langkah yang bergema di lantai keramik. Daniel sudah mengenakan jas hitamnya kembali-meski tanpa dasi, sementara Alya tampak tajam dengan blazer yang dikancingkan rapat dan rambut yang diikat kuda dengan rapi.Raka, Kepala Keamanan Siber yang tampak tidak tidur semalaman, langsung menghampiri mereka dengan tablet di tangan. Wajahnya pucat."Tuan CEO, Ibu Alya. Terima kasih sudah cepat sampai," kata Raka cepat. "Kami berhasil mengisolasi backdoor-nya, tapi peretasnya menggunakan protokol hantu. Setiap kali kami mencoba melacak IP-nya, koordinatnya melompat ke sepuluh negara berbeda."Daniel berdiri di depan layar monitor raksasa yaDaniel mengabaikan bayangan Aris yang baru saja diseret keluar. Ia melangkah mantap menuju podium di tengah ballroom, masih dengan tangan yang melingkar posesif di pinggang Alya. Sorot lampu mengikuti setiap gerakan mereka, menciptakan aura kekuasaan yang tak terbantahkan.Daniel meraih mikrofon. Ia tidak segera berbicara, melainkan menatap para tamu undangan-para taipan, pejabat, dan media-dengan tatapan tajam yang membuat ruangan itu seketika sunyi."Mungkin beberapa dari kalian baru saja menyaksikan sebuah gangguan kecil," Daniel memulai, suaranya berat dan penuh wibawa. "Seorang pria yang merasa kedewasaan diukur dari berapa lama ia hidup di dunia ini, bukan dari apa yang telah ia korbankan. Banyak yang meragukan saya karena usia saya baru dua puluh tahun. Banyak yang mengira saya hanyalah seorang 'anak kecil' yang bermain-main dengan warisan ayah saya."Daniel menoleh ke arah Alya, matanya melembut namun tetap tegas. "Tapi di samping saya berdiri wanita yang mengaja
Cahaya keemasan matahari Jakarta mulai menyusup melalui celah gorden sutra, menerangi kamar yang masih berantakan. Daniel terbangun lebih dulu. Ia berbaring miring, menopang kepalanya dengan satu tangan sambil memperhatikan Alya yang masih terlelap di sampingnya.Dalam keheningan pagi itu, Daniel menyadari betapa kontrasnya hidupnya sekarang. Seprai yang kusut dan napas teratur Alya adalah kenyataan yang jauh lebih berharga daripada angka-angka di monitor bursa saham.Alya perlahan membuka matanya, menemukan tatapan intens Daniel yang sudah menunggunya. Ia tersenyum kecil, suaranya masih serak khas bangun tidur. "Sudah bangun sejak tadi?""Aku tidak ingin melewatkan satu detik pun melihatmu setenang ini, Al," bisik Daniel. Ia menarik Alya lebih dekat, membiarkan kulit mereka kembali bersentuhan di bawah selimut. "Memikirkan bahwa setelah hari ini, seluruh dunia akan tahu kamu adalah tunanganku... itu membuatku tidak bisa berhenti tersenyum."Alya tertawa pelan, tanga
Alya memutar tubuhnya dalam pelukan Daniel, menatap wajah pria yang kini tampak jauh lebih dewasa dari usianya yang baru menginjak dua puluh tahun. Ia menyentuh kerah kemeja Daniel, merapikannya dengan gerakan lambat yang penuh kasih."Kamu tahu, Daniel?" suara Alya mengalun lembut di antara deru angin malam. "Dulu, saat pertama kali aku mengenalmu sebagai ahli waris Arkana, aku sempat ragu. Aku pikir kamu hanyalah bocah kemarin sore yang terlempar ke dalam dunia serigala karena warisan ayahmu. Aku sempat berpikir, bagaimana mungkin aku bisa bekerja di bawah arahan seorang pemuda yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku?"Daniel menaikkan sebelah alisnya, tersenyum tipis mendengarkan pengakuan jujur itu. "Dan sekarang? Apakah aku masih terlihat seperti bocah kemarin sore di matamu?"Alya menggeleng pelan, matanya berbinar kagum. "Sama sekali tidak. Sepuluh tahun perbedaan usia kita... angka itu menguap begitu saja saat aku melihatmu berdiri tegak di depan Julian Vane
"Kita akan siapkan pertunangan kita, lalu apa kamu sudah menghubungi ibumu di luar negeri?" tanya Daniel lembut, sambil merapikan anak rambut Alya yang tertiup angin.Alya tersenyum, meski ada sedikit gurat haru di matanya. "Sudah, Daniel. Kemarin malam aku menelepon Bunda Laura lewat panggilan video. Beliau menangis lega. Katanya, sejak berita tentang penangkapan Julian Vane masuk ke media internasional, jantungnya tidak berhenti berdegup kencang sampai dia mendengar suaraku langsung."Daniel mengangguk paham, teringat kembali pertemuan pertamanya dengan Bunda Laura setahun lalu saat wanita itu berkunjung singkat ke Jakarta. "Bunda Laura pasti sangat khawatir. Aku masih ingat bagaimana beliau menitipkanmu padaku waktu itu. Beliau bilang, 'Daniel, Alya adalah segalanya bagiku, tolong jaga dia.' Aku merasa gagal memenuhi janji itu saat membiarkanmu ikut ke kapal The Leviathan."Alya menggeleng cepat, menatap mata Daniel dengan dalam. "Jangan berkata begitu. Kau menjagaku
Julian Vane berteriak memberikan perintah. "Habisi mereka! Jangan biarkan mereka meninggalkan ruangan ini hidup-hidup!"Dalam sekejap, ketenangan perjamuan itu pecah. Empat pengawal bersenjata yang sebelumnya berdiri kaku di sudut ruangan bergerak maju. Daniel dengan cepat menarik Alya ke belakang tubuhnya, sementara Maya melepaskan nampannya yang ternyata berisi senjata pendek yang ia sembunyikan di bawah kain serbet."Alya, ke belakang meja!" seru Daniel.Daniel tidak lagi hanya seorang CEO yang duduk di balik meja kayu mahoni. Bertahun-tahun latihan bela diri intensif sebagai bentuk proteksi diri kini keluar. Saat pengawal pertama menerjang, Daniel menangkis pukulan itu, memutar lengan lawan, dan menghantamkan sikunya ke ulu hati pria itu hingga tersungkur.Maya bergerak seperti bayangan. Dengan gerakan akrobatik, ia melumpuhkan dua orang lainnya menggunakan tendangan yang presisi. Namun, jumlah mereka mulai bertambah. Pintu ruang perjamuan didobrak dari luar oleh
Keesokan paginya, sinar matahari menerobos masuk melalui celah gorden apartemen, namun suasana tidak lagi terasa seperti medan perang. Daniel terbangun lebih awal, memperhatikan wajah Alya yang tertidur pulas—sebuah pemandangan langka yang jauh lebih berharga daripada grafik saham mana pun.Namun, ketenangan itu harus segera berganti dengan strategi. Arkana belum sepenuhnya aman.Daniel bangkit perlahan, menuju ruang kerjanya yang kini terasa lebih "bersih" setelah pembersihan malware yang dilakukan Raka. Ia membuka laptopnya, bukan untuk mencari pengkhianat, melainkan untuk merancang struktur organisasi yang baru.Pukul 10.00 pagi, Daniel, Alya, dan Raka berkumpul di ruang rapat utama Arkana. Ruangan itu telah disisir total dari alat penyadap. Daniel berdiri di depan layar besar yang menampilkan peta kekuatan Vortex Global."Hendrawan benar tentang satu hal," ujar Daniel tanpa emosi. "Fragmen Janus sudah tersebar. Tapi dia salah mengira itu adalah kiamat. Bagiku, it







