Share

Bab 7

last update Last Updated: 2025-07-23 20:00:16

Malam itu, angin berhembus lembut melewati celah jendela kediaman keluarga Adelaide. Cahaya purnama menggantung penuh di langit, perak dan pucat, menerangi seisi kamar dengan keheningan yang menggoda. Di atas tempat tidur mewah milik Lady Anne yang kini digunakan oleh Alice, ia terbaring dengan nafas tak teratur dan kulit bersinar penuh peluh. Rambut merahnya tergerai kusut, pipinya memanas, dan matanya menerawang kabur.

Alice menggigit bibirnya. Tubuhnya panas, lebih dari sekadar demam biasa. Ia tahu, malam ini adalah waktunya kutukan itu bangkit. Ia telah menahannya selama berada di pesta, namun setelah kembali dengan dalih sakit dan meninggalkan kereta istana lebih awal, tubuhnya mulai bereaksi. Dada sesak, kulitnya seperti terbakar dari dalam.

Tiba-tiba, dari jendela terbuka, sebuah suara ringan terdengar.

"Kau terlihat lebih buruk daripada biasanya."

Alice menoleh lemah. Sosok lelaki tinggi, ramping dengan jubah putih bersih melangkah masuk dari jendela. Matanya lembut, bersinar keperakan seperti bulan itu sendiri.

"Teon," gumam Alice, nyaris seperti rintihan.

Sang calon pendeta agung, yang sejak kecil telah menjadi sahabat rahasianya, menutup jendela dengan hati-hati. Di tangannya terdapat botol kecil berisi air suci, dan dari napasnya terpancar ketenangan seperti milik dewa.

"Hari ini malam purnama, bukan?"

Alice hanya mengangguk, menggeliat lemah di bawah selimut.

Teon duduk di tepi ranjang. "Aku baru saja dari ruang penyembuhan. Kondisi Anne masih stabil, tapi belum ada perubahan. Tapi sepertinya bukan itu yang membuatku harus datang ke sini lebih cepat."

Alice tersenyum kecut. "Kau datang bukan karena aku memanggil. Tapi karena kau tahu aku akan seperti ini lagi."

Teon tak menjawab. Ia meletakkan telapak tangannya di atas dahi Alice. "Seperti terbakar. Kutukannya membuat suhu tubuhmu tinggi, ya?"

Alice hanya bisa mengangguk pelan.

"Tenang saja. Seperti biasa… aku akan membantumu." Dengan lembut, Teon menempelkan telapak tangannya ke dahi Alice dan satu lagi di dada bagian atas. Cahaya lembut berwarna biru keperakan mulai merambat dari tangannya, menyalurkan kekuatan suci penyembuh yang selama ini menjadi keahliannya.

Tubuh Alice perlahan menggigil, bukan karena dingin, tapi karena konflik dalam dirinya. Aroma Teon begitu menenangkan, pancaran energinya memabukkan. Nafas Alice berubah cepat, matanya menatap Teon yang tengah menunduk dalam konsentrasi penuh. Seketika kesadaran Alice hilang. Sekarang wajah tampan Teon yang menjadi fokus utamanya.

Tiba-tiba, jari-jari Alice naik, menyentuh tangan Teon yang ada di dadanya. Sentuhan itu ringan, namun cukup untuk membuat Teon menoleh.

"Alice?"

Matanya terbelalak.

Alice menarik tubuhnya perlahan, mendekatkan wajahnya. Bibirnya terbuka pelan. Dalam sekejap, jarak di antara mereka lenyap. Teon tidak sempat mundur. Bibir Alice menyentuh bibirnya, lembut dan panas. Tidak ada gerakan liar, hanya kehangatan yang menyelimuti.

Sejenak, Teon memejamkan mata. Entah kenapa ia tidak bisa menolak seperti biasanya. Dan di balik ketenangannya, ia adalah manusia biasa yang menyimpan perasaan, yang lama mengagumi Alice dari kejauhan. Tapi tepat saat napas mereka menyatu, suara Alice berbisik lirih, menggoda.

"Bagaimana jika kita tak menahannya malam ini, Teon? Bagaimana jika kita coba saja… aku melampiaskan semuanya padamu…"

Mata Teon terbuka seketika. Suara Alice yang menggoda menusuk kesadarannya. Dengan cepat ia menarik wajahnya menjauh dan kembali meletakkan kedua tangannya di atas tubuh Alice, kali ini lebih erat.

"Maafkan aku... aku tak bisa membiarkanmu terbakar dan dikendalikan oleh kutukanmu."

Alice kaget dan terlihat kesal, “Kenapa kamu begitu munafik dan tidak kau sentuh saja aku?”

Teon tidak menghiraukan. Ia memejamkan mata dan mulai menyalurkan energi suci lebih kuat. Cahaya keperakan kini lebih terang, mengaliri tubuh Alice hingga rasa panasnya perlahan surut.

Alice terisak kecil, tapi matanya mulai tertutup. Wajahnya tenang, beban di dadanya perlahan menghilang.

Setelah beberapa menit, Alice tertidur. Nafasnya teratur, pipinya kembali dingin.

Teon menarik nafas panjang, lalu menyelimuti tubuhnya dengan selimut hangat. Ia menatap wajahnya sejenak wajah gadis kuat yang terjebak dalam nasib menyakitkan. Ia membelai rambut Alice dengan lembut, lalu membalik tubuh dan keluar lewat jendela seperti bayangan malam.

---

Pagi berikutnya.

Alice terbangun dengan kepala ringan. Namun rasa tenang itu langsung lenyap saat pintu kamar dibuka kasar.

Ibunya berdiri di ambang pintu dengan mata penuh amarah. Gaunnya masih formal, seolah baru kembali dari jamuan pagi.

"Apa yang terjadi saat pesta semalam?" suaranya dingin dan tinggi.

Alice terduduk perlahan. "Aku tidak merasa sehat. Jadi aku pulang lebih dulu."

Wanita itu melempar selembar surat ke atas tempat tidur. Gulungan segel kerajaan itu jatuh di pangkuannya.

"Pangeran Evrard mengirim surat pagi ini. Dia meminta kehadiranmu segera di istana. Kau tahu apa artinya ini?"

Alice membuka gulungan itu. Kalimatnya manis, formal, tapi tekanan maknanya jelas. Pangeran menuntut penjelasan.

"Aku akan menghadap nanti," jawab Alice tenang.

"Kau tak boleh membuat masalah, Alice. Setelah semua ini, hanya tinggal kau satu-satunya harapan menjaga martabat keluarga kita. Jika rencanamu ketahuan, kehormatan kita hancur."

Alice menggenggam surat itu erat. "Aku tahu, Ibu. Aku akan hadapi ini dengan caraku."

Ibunya menatapnya lama, lalu memalingkan wajah. Tapi sebelum pergi, ia berbisik, "Jangan ulangi kesalahan yang membuat Anne berakhir seperti sekarang."

Alice memejamkan mata. Seketika, bayangan ciuman panas yang ia berikan pada Teon malam sebelumnya terlintas. Dan ketakutan menyusul dalam diam.

Kutukan itu semakin sulit dikendalikan.

To be continued...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 56

    Alice berusaha menggerakkan tubuhnya, namun tubuh itu seakan diikat dengan rantai tak kasatmata. Matanya melebar, penuh amarah. Ingin ia berteriak, memaki, mengusir, atau sekadar melepaskan diri—tapi bibirnya kaku, seolah suara pun telah dicuri. Hanya matanya yang bergetar, menunjukkan perlawanan yang tak bisa diwujudkan dengan gerakan.Teon duduk di pinggir ranjang Alice. Wajahnya yang pucat. Ia menjulurkan tangannya, menempelkan telapak pada luka leher Alice yang masih belum sembuh. Kilatan cahaya suci muncul, hangat merambat ke kulit Alice, meredakan luka yang masih terbuka.Sambil menyalurkan kekuatan sucinya, suara Teon terdengar rendah mencoba menjelaskan, "Alice… aku minta maaf."Suaranya bergetar. "Aku tidak bisa hidup tanpamu. Jika kau membenciku, aku menerima. Jika kau tak ingin menatapku lagi, aku rela. Tapi… aku mohon, jangan tinggalkan aku. Setidaknya biarkan aku tetap ada di sisimu, berjalan bersamamu, meski kau tak lagi percaya padaku."Detak jantung Alice berdegup kenc

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 55 Rahasia Kekuatan Teon

    Alice menopang tubuhnya dengan pedang. Darah mengalir dari lehernya, menetes ke lantai dan mengenai liontin batu pada kalung yang ia kenakan. Begitu darah itu menyentuh permukaan batu, cahaya terpancar. Batu itu berkilau, menyala seakan merespons darah yang melumuri permukaan batu.Maxime dan Louis, yang panik melihat luka Alice, kini membelalak mata kaget. “Batu itu... bersinar?” bisik Louis dengan wajah pucat.Alice tersenyum samar, senyum yang lebih mirip kepuasan getir. Saat itu juga, hembusan angin berdesir kencang. Tirai kamar terangkat, dan dari jendela, sosok yang paling tidak diinginkan Alice masuk dengan gesit—Teon.“ALICE!” serunya terkejut melihat darah mengalir dari leher wanita yang ia cintai.Tanpa berpikir, Teon mendorong Maxime agar memberinya ruang, lalu berjongkok di hadapan Alice untuk melihat lukanya.Alice melepaskan pedang dari tangannya. Tubuhnya sedikit goyah, langkahnya pelan untuk mundur. Louis buru-buru meraih tangannya agar tidak jatuh, tapi Alice justru m

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 54 Bukti dan Keputusan

    Suasana kamar Carolie masih diliputi aroma dupa yang sengaja disiapkan untuk menenangkan rasa cemasnya. Tapi tubuhnya tampak menegang menatap Teon yang berdiri di hadapannya. Setelah Teon melepas cengkraman kasar di wajahnya, jantungnya berdetak kencang tak terkendali. Rasa sakit menjalar dari pipinya yang memerah akibat genggaman kuat itu.Teon menatapnya dingin, lalu dengan cepat menampar wajah Carolie. Suara tamparan itu menggema di kamar yang hening, membuat Carolie terperanjat dan nyaris menangis.“Kau tidak berguna, Carolie.” Suara Teon serupa bisikan, rendah dan penuh amarah. “Seharusnya aku tidak pernah membuang waktuku menolongmu, apalagi menyuruhmu menggoda Pangeran Evrard.”Carolie sontak turun dari tempat tidur. Lututnya gemetar, tubuhnya jatuh bersujud di hadapan Teon. Air mata mengalir, bukan hanya karena sakit, melainkan juga karena takut akan kehilangan nyawanya.“Tuan, ampun... beri aku kesempatan lagi!” suaranya parau.Namun Teon tidak bergeming. Ia mengangkat kakiny

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 53 Dalang dibalik tragedi

    Louis tidak menjawab pertanyaan Alice. Rahangnya mengeras, seakan ada kata-kata yang tertahan di ujung lidahnya, namun ia memilih bungkam. Tanpa sepatah kata pun, ia berbalik dan melangkah cepat keluar dari ruangan.Alice hanya bisa menatap punggung sahabatnya itu menghilang di balik pintu, dadanya terasa sesak oleh kebisuan yang menggantung.Di koridor, langkah Louis terhenti sesaat ketika berpapasan dengan sosok tegap Pangeran Adhelard. Sorot mata tajam Adhelard menelusuri wajah Louis, seakan berusaha membaca emosi yang meluap. Louis menunduk, menempatkan tangan di dada sebagai salam hormat singkat. Lalu ia berjalan melewatinya tanpa sepatah kata, hanya meninggalkan jejak langkah berat yang cepat menjauh.Adhelard berdiri tegak, sedikit mengerutkan alisnya. Ia menyaksikan Louis menghilang, lalu melangkah masuk ke ruang tamu dengan tatapan penuh selidik.Alice segera berdiri dan memberi salam anggun. “Yang Mulia Pangeran Adhelard.”Daniel, yang duduk di sampingnya, ikut bangkit dan m

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 52

    Riuh rendah terdengar dari arah kastil yang menjadi kediaman Pangeran Evrard dan selir kesayangannya, Lady Carolie. Kerumunan pelayan memenuhi halaman depan, beberapa di antaranya berbisik-bisik, sementara yang lain menutup mulut menahan keterkejutan.Pangeran Adhelard baru saja menuruni kudanya, Arthur berada tepat di sisinya. Adhelard tidak mengatakan apa-apa, hanya mengerling sekilas dengan tatapan dingin, lalu memberi isyarat dengan tangannya. Arthur langsung mengangguk paham dan mempercepat langkah masuk ke dalam halaman.Begitu mereka tiba di aula depan, pemandangan yang mengejutkan menyambut mereka. Carolie tampak menangis terisak, wajahnya bersembunyi di pelukan Pangeran Evrard. Air matanya membasahi pakaian tipisnya, sementara dari atas terlihat seutas tali menjuntai, menggantung seperti bukti nyata dari niatnya yang nekat.“Ya Tuhan… dia benar-benar mencoba melakukannya lagi?” salah satu pelayan berbisik dengan nada gentar.Pelayan lain menimpali dengan suara lebih lirih, “D

  • Gairah Sang Penyihir Menawan   Bab 51 Strategi Perdagangan

    Udara pagi di kediaman keluarga Adelaide terasa segar. Matahari baru saja naik, sinarnya lembut menembus dedaunan dan menari di permukaan cangkir teh yang dipegang Alice. Ia duduk anggun di bawah naungan paviliun kecil di kebun belakang, ditemani harum bunga mawar yang bermekaran. Gaun santainya berwarna biru pucat, rambut panjangnya digelung sederhana, dan parasnya begitu cantik walaupun tanpa dandanan yang mencolok.Alice mengangkat cangkir porselen itu, menyesap sedikit teh hangat, lalu menutup matanya sebentar untuk menikmati rasanya. Pagi seperti ini jarang ia dapatkan, apalagi setelah hari-hari penuh masalah dan pertempuran.“Lady Alice,” suara Reina terdengar dari arah jalan setapak. Gadis itu berjalan tergesa - gesa, membawa buku catatan di tangan, wajahnya tampak puas seperti seseorang yang baru menyelesaikan tugas penting. Ia lalu membungkuk dengan sopan. “Saya sudah mengatur pengiriman kue dari toko baru Anda. Semua bangsawan yang memiliki hubungan baik dengan Anda akan men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status