Share

Kamar 708

Sebastian segera menyambar kunci mobilnya. Ia merutuki dirinya yang telah membiarkan Angela pergi keluar sendirian sedangkan ia tahu, kondisi psikis Angela sedang tidak baik-baik saja.

"Tuan, Zoe baru saja mengirimkan lokasi hotel." Edward, orang kepercayaan Sebastian berjalan mensejajari langkah Tuannya.

"Bawa mobilnya kedepan!"

Edward mengangguk cepat. Ia segera mengambil kunci mobil yang diserahkan tuannya dan segera berlari ke arah basement.

Jari kokoh Sebastian menekan handsfree di telinganya, "Hey, jangan lakukan pergerakan apapun! Tunggu aba-aba dariku! Kau dengar?!"

Laki-laki di seberang sana tidak melepaskan tatapannya dari kamar nomor 708, ia berbisik pelan menahan rasa takut pada Tuannya, "T-tapi Tuan... mereka sudah lima menit yang lalu di dalam. Apa Nona Angela baik-baik saja?"

"Ah, sial!!" Teriak Sebastian kesal. Ia terdiam sesaat, "Panggil dua orang lain. Tunggu aku di depan kamar!"

Mobil Land Cruiser VX-R berhenti tepat di depan teras rumah mewah Sebastian. Setengah berlari Edward keluar lalu membukakan pintu mobil untuk Tuannya dan segera berlari kembali memutar menyusul Sebastian ke dalam mobil.

Rahang Sebastian mengeras, "Jalankan mobil secepat mungkin, Edward. Aku tidak ingin Angela terluka sekecil apapun!"

---------------------------------------

Kehadiran Sebastian yang begitu tiba-tiba mengejutkan para karyawan hotel. Dengan segera mereka berlari menyambut Sebastian,

"Selamat malam, Tuan Sebastian..."

"Mana Darius?! Cepat panggil dia!" Teriak Sebastian dengan sorot mata penuh kemarahan.

"Dan hey, apa perlu sampai dua orang hanya untuk memanggil Darius?!" Suara teriakan Sebastian menghentikan langkah salah satu dari dua orang karyawan yang tanpa sadar berlari bersamaan menyusul manager hotel, Darius Adam.

"Cepat cari kunci kamar 708!" Edward bergerak cepat. Ia tidak ingin tuannya bertindak diluar batas saat kemarahan menguasai dirinya.

Dengan wajah penuh ketakutan karyawan bertubuh putih pucat itu berlari menuju balik meja, mencari kunci bernomor 708 dengan jarinya yang gemetar.

"Astaga! Apa kamu selalu lambat seperti ini?!" Sebastian sudah berdiri di sampingnya, membuat detak jantung karyawan itu terasa terhenti.

Jemari kokoh Sebastian segera menyambar kunci kamar 708 di depannya, ia melirik kesal pada pria itu, "Tidak heran kualitas hotel ini semakin memburuk. Astaga, aku hanya membuang uangku untuk membeli hotel sialan ini!"

Edward segera membimbing langkah Tuannya agar segera menjauhi karyawan tersebut menuju pintu lift, saat tatapan Edward dan karyawan itu bertemu, mulutnya terbuka mengatakan, "Cepat suruh Darius ke kamar 708!"

Tidak sampai tiga detik setelah kalimat itu keluar dari mulut Edward, Darius berlari dengan wajah pucat ke arah mereka, ia menundukkan kepalanya, "Maaf, Tuan. Tadi ada beberapa hal yang perlu..."

"Ini kuncinya! Buka kamar 708!" Sebastian memotong kalimat Darius. Membuat pria kurus berkacamata tebal itu menyambut kunci kamar dari tangan Sebastian tanpa banyak kata. Dengan tubuh gemetar ia masuk dan berdiri di belakang Tuannya sementara pintu lift menutup.

Saat sampai di kamar 708. Detak jantung Sebastian semakin memburu. Ingin rasanya ia melompat menerjang pintu ini. Menunggu dua detik hingga pintu dibuka terasa sangat lama bagi Sebastian.

Dan saat pintu dibuka, Sebastian yang ada di depan segera berteriak keras, "BALIKKAN BADAN KALIAN!!"

Degup jantung Sebastian meningkat pesat, manik matanya membulat tidak percaya. Darahnya terasa mendidih. Dengan penuh kemarahan ia berteriak, menerjang dua pria yang sedang berusaha membuka pertahanan terakhir menuju seluruh akses ke tubuh putih Angela.

Sambil menerjang, ia menarik selimut tebal lalu menutupinya ke tubuh Angela, dengan satu teriakan perintah, empat orang kepercayaannya masuk ke dalam dan dengan mudah melumpuhkan dua orang laki-laki yang hanya memakai celana pendek.

Emosi Sebastian semakin memuncak saat sudut matanya menangkap sebuah tripod dengan kamera  sedang merekam perlakuan bejat kedua laki-laki itu pada Angela.

"Angela... Sayang..." Sebastian membelai kepala Angela, menatapnya penuh khawatir.

Terdengar lenguhan pendek dari Angela namun matanya masih tertutup, tubuhnya tidak menunjukkan reaksi apapun. Hanya dengan sekali lihat saja Sebastian tahu, seseorang sudah memasukkan obat tidur dosis tinggi pada Angela.

"Garvin..?. Sayang...?" Tiba-tiba mata Angela terbuka, ia tersenyum manis lalu menarik tangan Sebastian ke dalam pelukannya.

Tubuh Sebastian mengikuti arah tangan Angela, ia jatuh ke atas tubuh Angela yang segera menyambut dirinya. Sejujurnya, Sebastian sedikit terkejut dengan Angela yang tiba-tiba tersadar.

"Kamu ganti parfume, Sayang?"

Kini Sebastian mengerti, Angela masih dalam pengaruh obat dan alkohol. Kesadarannya belum benar-benar pulih. Dan meskipun ia juga tahu, pelukan Angela sebenarnya bukan untuknya. Namun ia tidak keberatan, jika itu bisa membuat Angela tenang.

"Tuan..." Edward menatap Sebastian, menunggu perintah selanjutnya.

"Bawa mereka ke ruang bawah tanah. Tunggu aku disana."

Suara pintu yang tertutup membuat suasana seketika menjadi hening. Sebastian menghela nafas dalam, Apakah Angela tidak bisa tertidur terus saja seperti ini? kalimat itu terus berdengung di kepalanya.

Visual yang sempurna yang bisa membuat siapapun terlena. Termasuk Sebastian. Bahkan meski Sebastian sadar, wajah ini tidak berada dalam kuasanya, namun hatinya tidak bisa menolak untuk membuat tubuhnya menikmati pelukan Angela.

Hawa panas dari nafas Angela sangat lembut mengenai wajah Sebastian. Membuat tatapan mata Sebastian tidak mau beralih dari bibir ranum milik Angela. Pikirannya sudah melangkah lebih jauh, meninggalkan tubuhnya yang menegang.

"Mmmhh..." Angela semakin merapatkan tubuhnya. Membuat kini tiada jarak bahkan satu centi pun diantara mereka.

Ah, siaall! Pikiranku semakin berantakan!

Pelan-pelan Sebastian memundurkan tubuhnya, ia berfikir, jika lebih lama disini dan tidak membawa Angela pergi, ia bisa kehilangan kontrol penuh. Walau bagaimanapun, ia adalah laki-laki normal. Melihat wanita berparas sempurna dengan bentuk tubuh yang menggiurkan dan nyaris tanpa busana di balik selimut membuat laki-laki manapun tidak bisa memakai logikanya dengan baik.

"Kamu sudah mau pergi, Sayang?"

Sebastian terkejut, "Ah? Apa?"

"Kamu mau pergi lagi?" senyum Angela bagai racun yang mematikan akal sehat Sebastian.

Walau Sebastian tahu, dalam pandangannya saat ini, Angela melihat dirinya sebagai Garvin tapi tetap saja, tatapan Angela membuat tubuhnya membeku.

Tepat saat bibir Angela mendekati bibirnya, Sebastian tetap tidak bergerak. Jauh di dalam hatinya, ia sangat menginginkan Angela, jauh melebihi siapapun juga. Angela menjatuhkan dirinya ke atas tubuh Sebastian, diikuti oleh Sebastian yang menciumnya tanpa ampun. Bahkan, mengambil nafas panjang sejenak saja tidak diperbolehkan. Ada dahaga yang hanya terpuaskan jika terisi oleh sentuhan Angela. Ya, hanya Angela.

Tiba-tiba Angela menghentikan ciumannya, ia menatap mata Sebasatian dengan matanya yang sayu, meraba tiap inci wajah tampan itu dengan jari telunjuknya, "Kamu makin tampan, sayang."

"Bukan aku yang bertambah tampan, tapi kamu saja yang tidak menyadari itu..." jawab Sebastian asal.

"Oh ya? Padahal mataku tidak pernah salah menilai ketampanan seorang pria," Angela terkekeh. Ia menarik selimut putih tebal yang menutupi tubuhnya, membuat tubuh putih mulusnya terekspos sempurna, "Katakan padaku, apakah aku cantik, Sayang?"

"Mmh... yaa..." perhatian Sebastian sudah teralihkan sempurna pada pemandangan luar biasa di depannya.

Tepat saat Angela tersenyum puas lalu mengarahkan tangannya ke belakang punggung untuk melepaskan pengait, tiba-tiba Sebastian tersadar.

Tidak! Aku tidak bisa melakukan ini.

Dengan cepat Sebastian memegang tangan Angela, mencegahnya membuka pengait penutup dadanya.

"Kenapa, Sayang?" Tanya Angela polos, wajahnya mendadak muram, "K-kamu mau pergi lagi? A-aku sudah menuruti segala keinginanmu.."

Kening Sebastian mengerut, ia heran, mengapa Angela nampak panik. "Tidak! Aku bisa melakukan apapun yang kamu mau, Sayang. Jangan pergi, kumohon..." tangan Angela nampak panik membuka pengait dadanya, membuat manik mata Sebastian seketika membulat dan wajahnya memerah.

Tepat sesaat sebelum kedua benda padat dan kenyal itu terekam dalam ingatannya, Sebastian menarik selimut putih tebal dan menutupi tubuh Angela kembali. Ia segera menarik Angela ke dalam pelukannya, mengusap kepalanya dan menenangkan Angela yang masih dikuasai oleh khayalannya.

"Aku bukan tidak menginginkannya, Sayang. Hanya saja, aku tau, aku belum berhak untuk itu. Kapanpun kamu siap nantinya, datanglah padaku. Aku akan dengan senang hati menyambutmu, mengeluarkanmu dari neraka yang tidak pernah kamu ceritakan padaku."

Tidak lama, tubuh Angela melemas. Ia tertidur kembali diatas tubuh Sebastian. Dengan penuh kelembutan, Sebastian membaringkan kembali tubuh Angela. Ia menatap wajah Angela beberapa detik lalu mengeluarkan handphonenya dari balik saku,

"Bawa salah satu karyawan wanita kesini. Ingat, pastikan dia menutup mulutnya apapun yang dilihat oleh matanya. Jika ia melanggar, aku tidak segan-segan membuat hidupnya dan seluruh keluarganya menderita!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status