Home / Romansa / Gairah Terlarang Calon Mertua / Bab 4  Pertunangan yang gagal

Share

Bab 4  Pertunangan yang gagal

Author: Cynta
last update Last Updated: 2025-09-18 14:42:03

​Ballroom mewah Hotel Grand Viera kini berubah menjadi sarang desas-desus. Musik yang tadinya mengalun lembut kini terasa sumbang. Sudah lebih dari tiga jam sejak waktu yang ditentukan, namun pasangan pertunangan, Aiden Trustin dan Audrey Ginnifer, tak kunjung muncul.

​Aiden berdiri di tengah panggung yang dihiasi bunga-bunga mahal, wajahnya pucat pasi di balik senyum yang dipaksakan. Ia berusaha keras menutupi kegelisahannya.

​“Maafkan saya, hadirin sekalian,” ujar Aiden, meraih mikrofon. Suaranya sedikit bergetar. “Audrey… dia sedang tidak enak badan mendadak. Ada sedikit masalah pribadi yang harus kami selesaikan.”

​Seorang tamu penting, Mr. William, berbisik pada istrinya, “Masalah pribadi? Beberapa jam lalu harusnya cincin tunangan itu disematkan, bukan? Ini skandal, Aiden Trustin terlalu ceroboh!”

​Aiden melihat tatapan tajam dari Papa Audrey, Melvin Ginnifer. Melvin memberi kode keras agar Aiden segera menyelesaikan drama memalukan ini.

​“Kami mohon pengertian Anda,” lanjut Aiden, menelan ludah. “Pertunangan akan diundur hingga malam hari, di waktu yang lebih tenang. Kami akan mengumumkan tanggal pernikahan segera.”

​Di belakang panggung, atasan Audrey, perempuan yang menjadi selingkuhan Aiden menghampirinya dengan langkah tergesa-gesa. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran yang hanya terfokus pada statusnya, bukan pada Audrey.

​“Aiden, apa-apaan ini? Kenapa kamu batalkan?!” desisnya, menarik lengan Aiden menjauh dari kerumunan.

​Aiden menepis tangan perempuan itu kasar. “Ini semua gara-gara kamu! Audrey pasti melihat kita! Tadi kamu bilang kamar mandi itu aman!”

​“Aku hanya menduga! Aku mana tahu dia akan masuk!” balas perempuan itu, panik. “Sekarang bagaimana? Semua orang menatap! Kalau Papa kamu tahu, dia akan membunuhmu!”

​Aiden meremas rambutnya frustrasi. “Aku tahu! Sekarang menyingkir! Jangan sampai ada yang melihatmu mendekatiku lagi!”

​Ia kembali ke hadapan Papa Audrey, Melvin Ginnifer, yang sudah berdiri dengan wajah merah padam.

​“Apa maksudmu ‘masalah pribadi’, Aiden?” Melvin mendesis, suaranya rendah namun mematikan. “Pertunangan ini adalah kesepakatan bisnis! Reputasi keluarga kita! Dan kemana Audrey..?! Kenapa dia bisa tidak datang..?!”

​“Aku sedang mencari Audrey, Om. Dia kabur. Aku tidak tahu dia ada di mana,” jawab Aiden, menahan emosi.

​“Kabur?! Bagaimana mungkin?! Cari dia! Sekarang juga! Sebelum berita ini menyebar ke media!” bentak Arthur, menunjuk ke arah pintu keluar. “Dan dimana Papa kamu..?! Kenapa aku belum melihatnya sejak tadi..?!”

“Entahlah.. Tapi sebelum Papa datang aku harus menemukan Audrey, atau aku pun dalam masalah..!”

​Aiden berlari keluar dari ballroom, ponselnya kembali ia tempelkan ke telinga. Nada sambung yang terus berdering tanpa jawaban terasa seperti ejekan yang menusuk harga dirinya. 

‘​Tapi kenapa dia tidak angkat teleponku?! Ini sudah terlalu lama.. Kemana sebenarnya Audrey pergi..?!’

**

​Audrey berjalan menyusuri koridor hotel, langsung menuju Ballroom. Ketika ia masuk, suasana sudah jauh lebih sepi. Hanya ada keluarga inti Aiden dan keluarganya. Aiden berdiri di tengah ruangan, wajahnya dipenuhi amarah dan kelegaan yang campur aduk.

​“Audrey! Kamu dari mana saja?!” seru Aiden, bergegas menghampirinya.

​Audrey menahan Aiden agar tidak menyentuhnya. Tatapan mata Audrey sedingin balok es, tak ada lagi air mata, hanya kekecewaan yang mengeras menjadi kemarahan.

​“Aku sudah tahu,” kata Audrey, suaranya datar namun tajam. “Aku melihatmu, Aiden. Dengan Stella, bosku sendiri, di kamar mandi,” bisiknya lirih tapi tatapannya begitu tajam. 

​Seketika wajah Aiden memucat, lebih pucat dari riasannya yang berantakan. Para anggota keluarga saling berpandangan melihat reaksi Aiden dan Audrey. 

​“Audrey, dengar dulu, aku bisa jelaskan! Itu hanya… hanya kesalahan sesaat! Kami sedang mabuk! Itu tidak berarti apa-apa!” pinta Aiden, mencoba meraih tangannya.

​“Mabuk..?! Tidak berarti apa-apa?” Audrey tertawa sinis. “Kamu bercinta dengan atasan kantorku, calon suamiku! Sementara kamu memintaku menunggumu di sini untuk bertunangan! Kamu pikir aku bodoh?! Kamu pikir aku tidak punya harga diri?!”

​“Aku minta maaf! Aku janji tidak akan mengulanginya! Kita lupakan saja! Demi keluarga kita!” pinta Aiden, suaranya terdengar frustasi.

​“Tidak ada ‘kita’ lagi, Aiden.” Audrey menatapnya lurus. Ia melepas cincin tunangan yang sudah disiapkan Aiden, menjatuhkannya ke lantai marmer hingga berbunyi nyaring. “Pertunangan ini batal. Hubungan kita selesai.”

​Suara kegaduhan langsung pecah. Melvin Ginnifer berteriak murka, menghampiri Aiden dan Audrey.

​“Audrey Ginnifer! Kamu tidak bisa melakukan ini! Kamu merusak reputasi keluarga kita! Kamu akan membuat Papa kehilangan proyek besar!” Melvin menggeram. “Kamu harus menikah dengan Aiden! Ini sudah kesepakatan keluarga kita!”

​“Proyek besar? Uang?” Audrey menggeleng. “Uang tidak bisa menjual martabatku, Pa.. Aiden terlalu menjijikkan untuk menikah dengan ku!” 

​Aiden, yang kini sudah dikuasai amarah karena harga dirinya tercabik, berteriak. “Kamu pikir kamu siapa, hah?! Kenapa kamu begitu sok suci?! Kamu pikir aku tidak tahu kamu mabuk dan tidur dengan pria lain di hotel ini juga, kan?!” dia hanya sekedar menuduh. 

​Namun itu membuat mata Audrey terbelalak. ‘Bagaimana Aiden tahu?!’ Ia refleks melihat ke belakang, mencari Denzel. Pria itu tidak ada di sana.

​“Aku tidak tahu kamu tidur dengan siapa, tapi aku yakin kamu melakukannya untuk membalasku! Jadi jangan sok suci!” caci Aiden, nafasnya memburu.

​Audrey tidak membantah. Itu benar. Tapi ia tidak akan membiarkan Aiden meremehkan dirinya.

​“Ya, aku tidur dengan pria lain,” Audrey mengaku dengan lantang. “Setidaknya pria itu membuatku merasa seperti manusia, tidak seperti dirimu yang membuatku merasa seperti boneka yang bodoh!”

Melvin Ginnifer mencengkeram lengan Audrey. “Cukup, Audrey! Jangan bicara lagi! Jangan drama dan membuat masalah ini lebih besar!” teriaknya. “Aiden..! Bawa dia, kalian menikah sekarang..!” Perintahnya. 

​Audrey berbalik cepat, meninggalkan ballroom yang kini dipenuhi kekacauan. Ia tidak peduli lagi. Ia hanya ingin kembali pada satu hal yang membuatnya merasa aman.

“Audrey..! Jangan pergi..! Kita akan menikah sekarang juga..!” teriak Aiden, dua melangkah cepat mengikuti Audrey. 

​Wanita itu berlari setelah melepaskan high heels yang mengganggu langkahnya, dan saat ia berjalan menuju lift, ia menemukan Denzel sudah menunggunya di koridor. Pria itu menariknya, memeluknya erat. Audrey menyandarkan kepalanya di dada bidang Denzel, menghirup aroma maskulin yang kini terasa seperti rumah.

​“Semua sudah selesai,” bisik Audrey lega, memejamkan mata.

​Denzel mengangguk, lalu menunduk, mencium keningnya. “Selamat datang di dunia yang baru, Audrey. Dunia yang hanya ada kita berdua.”

​Ia membimbing Audrey masuk ke dalam lift. Denzel menekan tombol paling atas, Suite Presidential. Saat pintu lift tertutup, Denzel menatap Audrey, sorot matanya yang tadi protektif kini kembali dipenuhi hasrat.

​“Kamu berani sekali,” bisik Denzel, jemarinya membelai lembut rahang Audrey yang kini tanpa riasan. “Aku suka keberanianmu. Itu membuatku ingin…”

​Ia tidak menyelesaikan kalimatnya, tapi ia mencium Audrey dengan rakus. Ciuman itu dalam, intens, dan menuntut. Kedua tangan Denzel mengangkat tubuh Audrey ke dalam pelukannya, memojokkan ke dinding lift yang dingin.

​“Malam ini, Sayang,” bisik Denzel di antara ciuman, nafasnya hangat dan memberatkan. “Aku akan membuatmu melupakan rasa sakitmu sepenuhnya, sampai kamu tidak bisa lagi berjalan tanpaku.”

​Tubuh Audrey melengkung dalam dekapan Denzel, ia tahu ia seharusnya takut, tapi ia justru merasa bersemangat. Ia membalas ciuman Denzel dengan penuh gairah, siap untuk kembali tenggelam dalam pusaran yang ia ciptakan sendiri.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 6 Sentuhan yang dirindukan

    Jantung Audrey seketika terasa berhenti berdetak, darahnya beku. Di sana, di balik meja kayu yang mahal, berdiri sosok yang sangat ia kenal, Denzel Shaquille. ​"Selamat datang, Audrey," sapa Denzel, senyum miringnya muncul. Senyum yang sama persis seperti saat ia mencium Audrey di koridor. ​"K-kamu... Denzel?" Audrey tergagap, mundur satu langkah. "K-kamu... CEO perusahaan?" ​"Terkejut?" Denzel melangkah mendekat, matanya berkilat penuh kemenangan. "Aku sudah bilang, aku akan menemukan mu. Dan aku tidak akan membiarkan kamu melarikan diri dariku, Audrey." ​"Ini... ini tidak mungkin," bisik Audrey, ia mencoba lari, tapi kakinya kaku. "Aku harus pergi." ​"Duduk," perintah Denzel, suaranya rendah dan dalam, membuat Audrey tanpa sadar mematuhinya. Ia berjalan ke belakang meja, menuju kursi CEO yang besar. Denzel menepuk pangkuannya. "Di sini." ​"Denzel! Apa-apaan ini?! Ini kantor! Aku sedang bekerja!" seru Audrey, menahan diri. ​"Sekarang kamu bekerja untukku," Denzel menyeringai, l

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 5 Bayangan di balik sosok misterius

    ​Dua hari telah berlalu sejak kekacauan di Hotel Grand Viera. Dua hari di mana Audrey mengurung diri di apartemennya, sibuk dengan pemikiran dan keputusan gilanya seakan merasakan sakit yang belum sembuh. Namun hari ini, ia memaksa dirinya kembali ke kantor. Bagaimanapun, hidupnya harus terus berjalan. ​Di dalam lift kantor, napas Audrey tertahan. Ia mengenakan blus putih profesional dan rok pensil, berusaha memancarkan ketenangan yang jauh dari yang ia rasakan. Ia bekerja di departemen pemasaran, dan sayangnya, di bawah pengawasan langsung Stella, wanita yang mendesah nikmat bersama Aiden, tunangannya, di kamar mandi. ​"Selamat pagi, Bu Audrey," sapa resepsionis, senyumnya ramah, tapi Audrey tahu sorot mata karyawannya dipenuhi keingintahuan akan drama pertunangan yang gagal. ​Audrey hanya mengangguk tipis. Ia berjalan menuju mejanya, berusaha fokus pada tumpukan file di hadapannya. ​Namun, fokus itu adalah ilusi. Setiap kali matanya terpejam, bayangan wajah Denzel muncul. Bukan

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 4  Pertunangan yang gagal

    ​Ballroom mewah Hotel Grand Viera kini berubah menjadi sarang desas-desus. Musik yang tadinya mengalun lembut kini terasa sumbang. Sudah lebih dari tiga jam sejak waktu yang ditentukan, namun pasangan pertunangan, Aiden Trustin dan Audrey Ginnifer, tak kunjung muncul.​Aiden berdiri di tengah panggung yang dihiasi bunga-bunga mahal, wajahnya pucat pasi di balik senyum yang dipaksakan. Ia berusaha keras menutupi kegelisahannya.​“Maafkan saya, hadirin sekalian,” ujar Aiden, meraih mikrofon. Suaranya sedikit bergetar. “Audrey… dia sedang tidak enak badan mendadak. Ada sedikit masalah pribadi yang harus kami selesaikan.”​Seorang tamu penting, Mr. William, berbisik pada istrinya, “Masalah pribadi? Beberapa jam lalu harusnya cincin tunangan itu disematkan, bukan? Ini skandal, Aiden Trustin terlalu ceroboh!”​Aiden melihat tatapan tajam dari Papa Audrey, Melvin Ginnifer. Melvin memberi kode keras agar Aiden segera menyelesaikan drama memalukan ini.​“Kami mohon pengertian Anda,” lanjut Aid

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 3 Penyesalan yang terlambat

    Setelah beberapa jam Audrey terlelap dalam delapan Denzel, dia merasa dingin menyergap kulit telanjangnya. Bau disinfektan hotel bercampur samar dengan aroma keringat dan maskulin yang ia sadari milik pria di sampingnya. Matanya mengerjap, menatap langit-langit kamar yang mewah. “Astaga, jam berapa ini?!” gumamnya panik. ​Audrey menoleh.Denzel terlelap di sampingnya, bantal menutupi sebagian wajah tegasnya. Rambutnya yang gelap sedikit berantakan. Ia terlihat begitu damai, kontras dengan badai emosi yang baru saja ia ciptakan di dalam diri Audrey.​”Aku gila. Benar-benar gila.”​Ia buru-buru menarik selimut tebal, menutupi tubuhnya. Penyesalan itu menenggelamkannya dalam rasa malu yang tak terhingga. Perbuatan nekatnya terasa seperti noda hitam yang tidak akan pernah bisa ia hapus.​Dengan sangat hati-hati, Audrey berusaha melepaskan pelukan Denzel yang melingkari pinggangnya. Tangan kokoh itu terasa berat, namun saat ia berhasil terlepas, ia menoleh sekali lagi memperhatikan wajah

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 2 Ranjang Panas Pria Asing

    Nada dering ponsel di meja samping ranjang terus bergetar, seolah menuntut perhatian. Nama Aiden berkedip di layar, memecah keheningan kamar hotel yang kini dipenuhi desahan dan napas berat.Audrey menoleh, tapi tidak ingin meresponnya. Sekejap tubuhnya menegang. Namun bukannya meraih ponsel itu, tangannya justru melayang, meraih wajah pria asing yang masih menindih tubuhnya. Bibirnya bergetar, penuh emosi yang bercampur hasrat.Namun pria asing itu mengambil jarak, menatap Audrey, penuh tanya. “Ponsel kamu berdering, mau terima dulu?!“Aku.. Sudah gak peduli,” bisiknya dengan napas terengah.Tanpa berkata banyak, Audrey meraih ponsel itu, menekan tombol, dan mematikan panggilan masuk. Bunyi klik dari layar yang gelap seolah jadi tanda bahwa malam ini Audrey resmi mengambil keputusan paling gila dalam hidupnya.Jemari Audrey menekan dada bidang pria asing itu yang menatapnya mendalam, rahangnya tampak mengeras, tapi tatapan matanya dipenuhi hasrat yang tak kalah liar. “Siapa namamu..

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 1 Suara Desahan di Kamar Mandi

    “Ah…” Suara perempuan itu bergetar tertahan di sela napasnya, “Jangan terlalu keras.”“Mmhh… jangan di sini…” ujarnya mendorong dada bidangnya dengan gemetar. “Kalau ada yang lihat—”“Tidak akan ada yang melihat,” potong Aiden cepat, tatapannya membakar. “Kamar mandi ini masih tertutup. Aku sudah menahan diri seharian.” Lengan kokohnya melingkari pinggangnya, menariknya lebih dekat, seakan takut ia terlepas.“Tapi… sebentar lagi pertunanganmu..” bisiknya nyaris tak terdengar.Aiden menahan napasnya, lalu dengan lirih penuh hasrat berkata, “Kalau begitu, kita lanjutkan nanti.”Wajah perempuan itu menegang, bibirnya bergetar. “Bagaimana dengan Audrey…?” Tatapan Aiden mengeras, dalam dan tajam. “Jangan sampai dia tahu.”Gaun putih gading itu masih melekat di tubuh Audrey saat ia membuka pintu kamar mandi hotel. Detik berikutnya, dunianya runtuh. Calon tunangannya—laki-laki yang beberapa jam lagi akan melingkarkan cincin di jarinya—tengah menindih perempuan lain. Perempuan itu bukan or

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status