Home / Romansa / Gairah Terlarang Calon Mertua / Bab 5 Bayangan di balik sosok misterius

Share

Bab 5 Bayangan di balik sosok misterius

Author: Cynta
last update Last Updated: 2025-09-19 12:16:34

​Dua hari telah berlalu sejak kekacauan di Hotel Grand Viera. Dua hari di mana Audrey mengurung diri di apartemennya, sibuk dengan pemikiran dan keputusan gilanya seakan merasakan sakit yang belum sembuh.

Namun hari ini, ia memaksa dirinya kembali ke kantor. Bagaimanapun, hidupnya harus terus berjalan.

​Di dalam lift kantor, napas Audrey tertahan. Ia mengenakan blus putih profesional dan rok pensil, berusaha memancarkan ketenangan yang jauh dari yang ia rasakan. Ia bekerja di departemen pemasaran, dan sayangnya, di bawah pengawasan langsung Stella, wanita yang mendesah nikmat bersama Aiden, tunangannya, di kamar mandi.

​"Selamat pagi, Bu Audrey," sapa resepsionis, senyumnya ramah, tapi Audrey tahu sorot mata karyawannya dipenuhi keingintahuan akan drama pertunangan yang gagal.

​Audrey hanya mengangguk tipis. Ia berjalan menuju mejanya, berusaha fokus pada tumpukan file di hadapannya.

​Namun, fokus itu adalah ilusi. Setiap kali matanya terpejam, bayangan wajah Denzel muncul. Bukan wajah Aiden, tapi Denzel.

​Aroma maskulinnya…

​Ciumannya yang membakar di dalam lift…

​Suara beratnya saat memanggil namanya diantara desahan dan membuat Audrey selalu menggila…

​Audrey menggelengkan kepala, mencoba mengusir imajinasi liar itu. Ia harus melupakan Denzel. Pria itu adalah kesalahan, menambah rasa sakit dari alkohol yang ia teguk malam itu.

Audrey ingat bagaimana ia terbangun di Suite Presidential, kamar Denzel, beberapa jam setelah drama di ballroom. Denzel tidak ada di sana, hanya menyisakan secarik kertas dengan tulisan tangan rapi, 

'Aku tahu kamu pasti akan mencoba kabur. Tapi jangan khawatir, aku akan menemukan mu. Sampai saat itu, ingatlah rasanya bagaimana kamu ada di ranjangku. Denzel.'

​Kata-kata itu, sensual dan penuh janji kepemilikan, justru membuatnya semakin ketakutan. Denzel terlalu intens, terlalu berbahaya. Ia telah menghancurkan hidupnya dengan satu malam yang tidak kaan terlupakan.

​Di tengah lamunannya, Stella muncul di meja kerjanya. Atasan Audrey itu tampak lebih tegang dari biasanya.

​"Audrey," panggil Stella, suaranya dipaksakan profesional. "Aku tahu ini tidak nyaman, tapi kita harus bersikap profesional, kan?"

​"Tentu saja, Stella," jawab Audrey, tatapannya datar. Tidak ada amarah, hanya kekosongan yang membuat Stella sedikit terintimidasi.

​"Bagus. Karena kita ada pertemuan penting pukul 10 dengan CEO perusahaan. Kita harus merevisi presentasi strategi pemasaran. Aku tidak mau ada kesalahan, mengerti?" perintah Stella, mencoba kembali menguasai suasana.

​Audrey mengangguk. "Saya mengerti, Bu."

​Saat Stella berbalik, ia berbisik sinis, "Dan urusanmu dengan Aiden, simpan di luar kantor. Aku tidak mau reputasi perusahaan ini tercoreng."

​Audrey mendongak. "Reputasi perusahaan sudah tercoreng sejak kamu bercinta dengan calon tunanganku di kamar mandi hotel, Stella! Aku hanya mengakhirinya, kamu harus ingat itu!”

​Stella membalikkan badan, wajahnya memerah. "Jaga bicaramu, Audrey! Aku atasanmu!"

​"Dan aku adalah korbanmu!" balas Audrey pelan, tapi tatapannya menusuk.

​Stella mendengus, lalu berbalik pergi, tidak mampu membalas tatapan membunuh dari bawahannya.

​Audrey menyandarkan punggung ke kursi, jantungnya berdegup kencang. Sekarang ia merasa benar-benar sendirian, hanya ditemani oleh bayangan Denzel yang tak kunjung hilang dari pikirannya.

​’Kenapa aku masih bisa merasakan sentuhannya di sini?’ ​Ia menyentuh bibirnya, mengingat ciuman terakhir Denzel di dalam lift. Sensasi panas itu terlalu nyata. Pria itu seakan menempel bagaikan telah menyatu dengan jiwanya dan menuntutnya untuk terus merasakan sentuhan itu.

**

​Pukul sepuluh kurang lima menit, Audrey berdiri di depan ruang rapat utama, membawa file presentasi. Jantungnya berdebar, bukan karena gugup akan CEO baru, tapi karena rasa takut yang tidak ia ketahui asalnya.

​Tiba-tiba, seorang pria berjas rapi, Asisten Eksekutif yang jarang terlihat, menghampirinya.

​"Nona Audrey Ginnifer?" tanyanya tergesa.

​"Ya, saya," jawab Audrey.

​"Anda tidak jadi ikut rapat. CEO meminta Anda langsung ke ruangannya. Sekarang," perintah Asisten itu, tatapannya serius.

​"Saya? Tapi saya tidak ada janji. Dan Stella harusnya yang masuk..."

​"Itu perintah. Cepat, Nona. Beliau tidak suka menunggu," potongnya.

​Audrey mengikuti Asisten itu menuju lift pribadi di sudut gedung. Keheningan lift itu terasa mencekam. Semua orang di kantor menatapnya. Raut wajah mereka menyiratkan satu hal, ‘Kamu tamat, Audrey. Kau pasti melakukan kesalahan besar.’

​Lift berhenti di lantai paling atas. Asisten itu membukakan pintu Suite CEO. Ini adalah ruangan yang sangat eksklusif, belum pernah ada karyawan biasa yang masuk.

​Saat Audrey melangkah masuk, ia melihat punggung seorang pria berdiri membelakangi jendela besar, memandang ke pemandangan kota. Pria itu mengenakan setelan jas abu-abu gelap, bahunya lebar dan tegap.

​"Tuan CEO, ini Nona Audrey Ginnifer," kata Asisten itu, lalu buru-buru menutup pintu, meninggalkan Audrey sendirian.

“Selamat pagi Pak.. Saya Audrey, apa anda memanggil saya..?!” suara Auy tampak sedikit gugup, dia sama sekali belum pernah bertemu dengan CEO perusahaannya selama ini. 

​Pria itu berbalik perlahan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 117 Kejutan di balik gairah yang tertahan

    ​Denzel menyimpan kembali ponselnya, wajahnya yang tadi menunjukkan keragu-raguan saat berbicara dengan Bu Helena kini kembali digantikan oleh tatapan dingin penuh perhitungan. Audrey merasakan aura berbahaya itu kembali tampak dari wajah suaminya.​“Kejutan apa lagi, Denzel?” tanya Audrey, penasaran campur khawatir. Setiap ‘kejutan’ Denzel selalu berarti kehancuran total bagi musuhnya.​Denzel memutar tubuhnya, menghadap Audrey, dan mengusap pipinya lembut.​“Giselle berani menuntut Shaquille Corporation? Itu artinya dia sedang menggali kuburnya sendiri, baby,” Denzel menyeringai. “Dia pikir aku hanya akan membiarkan dia menuntut ganti rugi? Tentu saja tidak. Aku akan memastikan dia tidak hanya bangkrut, tetapi juga menghadapi tuntutan kriminal.”​“Kriminal? Untuk apa?” alis Audrey terangkat penuh tanya. ​“Untuk manipulasi saham. Ingat, Trustin masih sebagian besar di bawah kendali Papa. Giselle menjual saham Trustin di bawah harga pasar, baby. Padahal ia dapat saham itu dari Velove

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 116 Drama di balik ciuman panas

    ​Denzel mengabaikan panggilan masuk dan pertanyaan Audrey. Ia menoleh ke depan, kearah Aksa, ekspresi kemenangan kini tampak jelas di wajahnya.​“Aksa, siapa yang meneleponmu?” tanya Denzel memastikan dugaannya. ​“Pemegang saham Trustin Group, Denzel. Sepertinya mereka panik,” jawab Aksa, tanpa menoleh.​Denzel tertawa kecil, tawa yang dingin dan penuh kuasa. “Tentu saja. Mereka juga menelponku. Dan aku yakin, mereka sudah menghubungi Papa yang sekarang sedang sibuk berhadapan dengan Stella, Aiden dan Velove.”​Audrey memiringkan kepalanya. “Kenapa mereka panik sampai menelponmu Denzel?”​“Karena mereka pasti tau saat ini saham Trustin terus menurun drastis, baby. Dan yang lebih penting, kabar pengunduran diriku dari CEO Trustin telah tersebar ke publik. Aku pastikan itu tersebar. Mereka tahu, tanpa Denzel Shaquille di pucuk pimpinan, Trustin akan tenggelam, seperti dulu..” jelas Denzel.​Denzel melihat sekilas ke ponselnya. Lalu ia tersenyum, senyum yang menunjukkan semua rencanany

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 115 Ciumannya semakin memanas

    ​Ciuman itu singkat, mendadak, dan mengejutkan. Aksa tidak meminta izin, ia mengambilnya. Dia menarik diri secepat dia datang, seolah-olah tidak terjadi apapun diantara mereka. Dia terlihat santai. Sementara Fiona masih membeku. ​‘Dia… Dia menciumku?!’ batin Fiona, ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dunia seolah berhenti berputar beberapa detik disekitarnya, seakan menjadi saksi apa yang baru saja ia alami. ​Fiona menatap Aksa dengan mata terbelalak, napasnya sedikit tersengal-sengal. Ciuman yang sangat profesional dan formal dari asisten CEO!Namun sebaliknya, ​Aksa, sudah kembali fokus mengemudi tangannya baru saja menyesuaikan kaca spion. Ekspresinya tenang, nyaris tanpa emosi.​“Itu adalah peringatan, Fiona. Aku tidak suka digoda,” ujar Aksa datar, nadanya kembali dingin, kontras dengan apa yang baru saja terjadi.​Fiona meledak. Ciuman itu menghancurkan semua batasan yang ia coba pertahankan.​“Peringatan?! Itu bukan peringatan, Pak Aksa! Itu adalah pelec

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 114 Diambang batas

    ​Aksa justru tersenyum tipis, sebuah seringai kecil yang menawan. Ia tidak perlu melihat ke belakang untuk tahu apa yang terjadi. Goyangan itu adalah ulah Denzel, sebuah live action yang sekarang menjadi rahasia intim mereka berdua. ​“Bannya tidak kempes, Fiona,” bisik Aksa, suaranya semakin berat, kata-kata itu memancing imajinasi liar Fiona. ​Namun Fiona tetap memaksakan diri untuk menatap mata Aksa, mencari kebohongan. Tapi yang ia temukan hanyalah kejujuran yang membuatnya terpesona. Aksa selalu jujur, bahkan ketika kejujuran itu memalukan. ​“Lalu kenapa mobil ini bergoyang begitu tidak wajar?” tanya Fiona, suaranya kini benar-benar gugup, menyadari implikasi dari getaran itu. ​Aksa mendekatkan wajahnya sedikit ke Fiona. Aroma maskulin parfumnya langsung tercium, menenggelamkan Fiona dalam sensasi yang tidak pernah ia duga dari asisten Denzel yang selalu tampak kaku. ​“Itu adalah ‘hadiah’ Denzel untuk kita berdua, Fiona. Sebagai peringatan,” bisik Aksa, nadanya penuh makn

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 113 Mobilnya jadi bergoyang

    ​Aksa menoleh sebentar, matanya yang tajam dan dingin bertemu dengan mata Fiona yang penuh amarah. “Aku hanya memastikan kamu tidak hilang akal karena membayangkan yang tidak-tidak, Nona Fiona.”​Fiona segera memalingkan wajahnya ke jendela, panik. “Apa?! Aku tidak membayangkan apa-apa! Aku hanya.. Aku hanya memikirkan detail dokumen yang harus kita urus selanjutnya!”​Aksa tertawa kecil, suara tawa yang jarang terdengar, kering dan singkat. “Dokumen? Kamu baru saja melihat live action yang jauh lebih menarik daripada dokumen, Fiona. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan, hmm?”​Aksa kembali fokus pada jalanan, tetapi sudut bibirnya terangkat. Ia membiarkan Fiona gelisah dalam kebingungan dan kegugupan.​Fiona merasakan pipinya panas. ‘Sialan!’ umpatnya dalam hati. ‘Bagaimana Aksa bisa tahu persis apa yang ia pikirkan?’**​Di balik sekat buram, Denzel menarik Audrey lebih dekat, senyum puas bermain di bibirnya. Ia tahu, di tengah semua kekacauan, Audrey adalah kekuatan yang paling ia but

  • Gairah Terlarang Calon Mertua   Bab 112 Adegan eksplisit dibalik bangku penyekat

    ​Audrey menatap Denzel dengan tatapan penuh tanya, matanya tampak rasa ingin tahu yang mendalam bercampur dengan kekhawatiran. Ia tahu, Denzel adalah pria yang kejam dalam strategi, tetapi ia tidak akan mengorbankan orang tanpa alasan yang sangat kuat.​“Denzel, apa Stella hamil? Kenapa kamu diam saja? Jawab Denzel.. Apa yang kamu sembunyikan?!” Audrey mengernyitkan dahi, menunggu jawaban Denzel. Tuntutan pernikahan tanpa kehamilan adalah hal gila, tetapi tuntutan dengan bukti adalah bom waktu yang nyata di mansion itu.​Denzel membelai lembut rahang Audrey. Senyumnya kini lebih tenang, penuh rasa puas.​“Awalnya, aku tidak tahu, baby,” jawab Denzel, suaranya rendah dan jujur. “Aku hanya memanggilnya dan memberinya tawaran, ia mau tetap bekerja di Trustin Grub tanpa posisi yang jelas dan sewaktu-waktu bisa tersingkirkan atau menuntut pertanggungjawaban dari Aiden dan membuatnya mempunyai kedudukan dan status sebagai istri Aiden. Karena aku ingin dia mengikat Aiden agar fokus laki-laki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status